
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) akhirnya merampungkan proses lelang pita frekuensi radio 1,4 GHz yang dibuka sejak 13 Oktober 2025 dan berakhir. Lelang ini menjadi salah satu momentum penting bagi industri telekomunikasi Indonesia karena membuka peluang kompetisi baru di layanan Broadband Wireless Access (BWA).
Hasilnya cukup mengejutkan. Anak usaha PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI), yakni PT Telemedia Komunikasi Pratama, berhasil menduduki peringkat pertama di regional I dengan nilai penawaran Rp 403,76 miliar. Sementara itu, PT Eka Mas Republik atau MyRepublic, yang merupakan bagian dari Grup Sinarmas, meraih kemenangan di regional II dengan harga Rp 300,88 miliar serta regional III dengan Rp 100,88 miliar.
Regional I mencakup Pulau Jawa, Papua, dan Maluku. Regional II terdiri dari Sumatera, Bali, dan Nusa Tenggara. Sedangkan Regional III meliputi Kalimantan dan Sulawesi.
Baca JugaPengelolaan Hulu Migas Indonesia Berbasis Prinsip Konstitusi Ketat
Telkom Absen, Peta Kompetisi Berubah
Direktur Eksekutif Indonesia ITC Institute, Heru Sutadi, menyebut hasil ini mengejutkan karena PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), sebagai pemain besar industri telekomunikasi, sama sekali tidak memenangkan lelang di ketiga regional.
“Ini bisa menjadi mengubah peta industri telekomunikasi Indonesia karena membuka peluang kompetisi lebih sehat di luar pemain besar seperti Telkom,” jelas Heru.
Absennya Telkom dari hasil lelang ini membuka ruang bagi perusahaan lain untuk menantang dominasi penyedia fixed broadband terbesar di Indonesia tersebut. Namun di sisi lain, langkah ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai strategi jangka panjang Telkom dalam menjaga pangsa pasarnya.
Tantangan Bisnis: Modal Jumbo dan Efisiensi
Meski memenangkan lelang, baik WIFI maupun MyRepublic kini menghadapi tantangan besar. Menurut Heru, biaya yang dikeluarkan tidak hanya sebatas ratusan miliar rupiah untuk lisensi, tetapi juga diikuti dengan kebutuhan belanja modal (capex) yang sangat besar guna membangun infrastruktur.
Spektrum frekuensi 1,4 GHz ditargetkan untuk layanan BWA dengan kecepatan minimal 100 Mbps, dengan harga paket yang direncanakan berkisar Rp 50.000–Rp 100.000 per bulan. Tantangannya, model bisnis ini hanya akan berhasil jika kedua perusahaan mampu efisien dan meraih skala pelanggan massal.
“Untuk menutup biaya bisa mungkin bisa, kalau kedua perusahaan itu efisien, membuat skala pelanggan massal dan kolaborasi dengan perusahaan penyedia internet lainnya,” kata Heru.
Namun ia juga memperingatkan risiko rendahnya permintaan di luar kota besar. Untuk menjaga profitabilitas, operator harus mencari tambahan pendapatan dari layanan bundling seperti paket TV atau layanan enterprise.
Risiko Perang Harga
Salah satu konsekuensi dari masuknya pemain baru adalah meningkatnya intensitas persaingan harga. Heru menilai peluang terjadinya perang harga di sektor fixed broadband sangat terbuka.
“Sudah ada tanda-tanda sekarang, di mana industri internet Indonesia lagi panas dengan 60% perusahaan penyedia internet berebut pasar sama, membuat harga semakin liar dan agresif untuk rebut pelanggan,” katanya.
Jika perang harga benar terjadi, konsumen jelas akan diuntungkan karena bisa mendapatkan akses internet lebih murah dengan kualitas lebih baik. Namun, pemerintah perlu menjaga agar kompetisi tidak mengarah pada praktik merugikan yang justru menghambat investasi.
Tantangan di Luar Jawa
Dari sisi pengguna, harga Rp 100.000 per bulan untuk akses internet 100 Mbps masih dianggap terjangkau, terutama di kota-kota besar di Jawa. Ian Joseph, Dosen Teknik Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung, menilai harga tersebut relatif realistis.
“Karena tetap saja perlu kerja sama dengan pemilik backbone optik. Sementara untuk luar Jawa sangat sulit untuk dipenuhi internet murah untuk saat ini,” jelas Ian.
Ia menambahkan bahwa faktor utama bagi konsumen bukan hanya harga, melainkan ketersediaan, kestabilan jaringan, dan kecepatan. Meski price sensitive ada, bukan itu prioritas pertama.
Ketergantungan pada Pemilik Infrastruktur
Menurut Ian, siapapun pemenangnya tetap harus bergantung pada pemilik jaringan terbesar di Indonesia, yakni Telkom. Operator baru harus menjalin kerja sama dengan penyedia infrastruktur yang sudah memiliki backbone fiber optik, menara, power system, hingga perangkat radio.
“Siapapun pemenangnya harus kerja sama dengan operator seluler yang sudah memiliki menara, power system, radio dan lainnya yang bisa dibilang capex-nya sudah tidak besar,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pembangunan infrastruktur harus seimbang, tidak hanya di daerah yang layak secara bisnis, melainkan juga di wilayah lain yang membutuhkan internet murah. Jiwa dari lelang ini, menurut Ian, adalah pemerataan akses digital bagi semua lapisan masyarakat.
Implikasi ke Depan
Hasil lelang pita frekuensi 1,4 GHz menandai babak baru dalam industri telekomunikasi Indonesia. Hadirnya pemain baru dengan modal besar diharapkan menciptakan kompetisi yang lebih sehat, menekan harga layanan, dan memperluas akses broadband hingga ke daerah terpencil.
Namun, keberhasilan implementasi tetap bergantung pada efisiensi bisnis, kolaborasi dengan pemilik infrastruktur, serta kemampuan pemain baru memenuhi kebutuhan pelanggan di luar kota besar. Jika tidak, risiko kerugian dan stagnasi tetap membayangi.
Di sisi lain, konsumen berpotensi menjadi pihak yang paling diuntungkan dari meningkatnya kompetisi ini. Internet lebih murah, cepat, dan stabil bisa menjadi kenyataan apabila kompetisi berjalan sehat.
Dengan selesainya lelang pita frekuensi 1,4 GHz, industri telekomunikasi Indonesia memasuki era baru. Dominasi pemain lama seperti Telkom mendapat tantangan serius dari pendatang baru seperti WIFI dan MyRepublic.
Ke depan, pertarungan tidak hanya soal siapa yang memenangkan lisensi, tetapi juga siapa yang mampu memberikan layanan terbaik, efisien, dan merata. Jika kompetisi ini berjalan seimbang, masyarakatlah yang akan menuai manfaat terbesar berupa internet cepat dan terjangkau.

Wildan Dwi Aldi Saputra
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Kontribusi Kemenhub dalam Efisiensi Logistik Nasional melalui Angkutan Laut
- Kamis, 16 Oktober 2025
Nikel Indonesia: Kunci Ekonomi Nasional dengan Tata Kelola Berkelanjutan
- Kamis, 16 Oktober 2025
Berita Lainnya
Kontribusi Kemenhub dalam Efisiensi Logistik Nasional melalui Angkutan Laut
- Kamis, 16 Oktober 2025
Nikel Indonesia: Kunci Ekonomi Nasional dengan Tata Kelola Berkelanjutan
- Kamis, 16 Oktober 2025
Terpopuler
1.
Prabowo Ungkap Strategi Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
- 16 Oktober 2025
2.
3.
Prabowo Perketat SOP MBG Demi Cegah Insiden Keracunan
- 16 Oktober 2025
4.
Prabowo Tegaskan Antikorupsi, Tolak Kontrak Libatkan Keluarga
- 16 Oktober 2025
5.
Prabowo Perintahkan TNI Kawal Jaksa Sita Lahan Sawit Ilegal
- 16 Oktober 2025