JAKARTA - Industri asuransi jiwa di Indonesia dinilai tetap berjalan sehat dan profesional tanpa praktik perang harga. Keyakinan ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu, yang menegaskan bahwa mekanisme penetapan premi di industri ini tidak bisa dilakukan sembarangan.
Menurut Togar, setiap perusahaan asuransi wajib melakukan perhitungan aktuaria yang ketat, dengan mempertimbangkan profil risiko serta pengalaman klaim nasabah sebelumnya. Langkah ini memastikan bahwa tarif premi yang ditetapkan benar-benar mencerminkan tingkat risiko yang dihadapi oleh masing-masing nasabah.
Selain itu, setiap produk asuransi jiwa wajib mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelum dapat dipasarkan kepada masyarakat. Dengan demikian, harga premi yang berlaku di industri tidak ditentukan secara bebas, melainkan melalui mekanisme yang terukur, transparan, dan diawasi secara ketat oleh regulator.
Baca JugaDorong Transisi Energi, KAI Properti Terapkan Panel Surya di Stasiun Kiaracondong Bandung
“Setiap produk juga wajib mendapatkan persetujuan dari OJK sebelum dipasarkan. Dengan demikian, mekanisme penetapan harga di industri asuransi jiwa bersifat sangat terukur dan terawasi,” ujar Togar.
Premi Ditentukan Berdasarkan Profil Risiko Individu
Lebih lanjut, Togar menjelaskan bahwa nilai premi setiap nasabah tidak seragam, karena dipengaruhi oleh sejumlah faktor pribadi. Di antaranya adalah usia, kondisi kesehatan, hingga riwayat medis masing-masing individu.
Dengan sistem tersebut, premi yang dibayarkan nasabah benar-benar mencerminkan tingkat risiko personal, bukan sekadar hasil kompetisi harga antarperusahaan. Hal ini membuat persaingan di industri asuransi jiwa lebih berfokus pada kualitas layanan dan perlindungan konsumen, bukan pada siapa yang mampu menawarkan premi termurah.
Togar menekankan bahwa tujuan utama perusahaan asuransi jiwa bukan sekadar mencari nasabah baru, melainkan membangun kepercayaan jangka panjang serta menjaga keberlanjutan bisnis industri.
“Oleh karena itu, kami percaya bahwa persaingan di industri asuransi jiwa akan tetap sehat dan berorientasi pada kualitas layanan serta perlindungan konsumen, bukan pada perang harga,” ungkapnya.
Pergeseran Perilaku Nasabah di Tengah Pemulihan Daya Beli
AAJI juga mencatat adanya pergeseran perilaku masyarakat dalam membayar premi asuransi jiwa. Masyarakat kini cenderung memilih pembayaran premi secara reguler (berkala) dibandingkan premi tunggal (lump sum).
Perubahan tren ini, menurut Togar, disebabkan oleh belum pulihnya daya beli masyarakat setelah masa pemulihan ekonomi. Dengan sistem pembayaran reguler, nasabah bisa tetap mendapatkan perlindungan tanpa harus mengeluarkan dana besar sekaligus.
“Adanya pergeseran perilaku masyarakat, yang mana daya beli masih dalam tahap pemulihan,” ujar Togar.
AAJI mencatat, pada Semester I-2025, total pendapatan premi industri asuransi jiwa mencapai Rp 87,60 triliun, atau mengalami kontraksi 1% secara tahunan (Year on Year/YoY).
Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh turunnya premi tunggal sebesar 9,6% YoY, menjadi Rp 32,28 triliun. Sebaliknya, premi reguler justru meningkat 4,8% YoY, mencapai Rp 55,32 triliun pada periode yang sama.
Fokus Industri pada Kualitas dan Kepercayaan Publik
Dalam menghadapi kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil, pelaku industri asuransi jiwa diyakini akan lebih fokus pada peningkatan kualitas produk dan kepercayaan publik.
AAJI menilai bahwa stabilitas industri dan perlindungan konsumen merupakan prioritas utama, bukan hanya mengejar pertumbuhan bisnis secara agresif. Dengan dukungan pengawasan ketat dari OJK dan perhitungan aktuaria yang transparan, AAJI optimistis iklim persaingan di industri ini akan tetap sehat dan berkelanjutan.
Togar menegaskan bahwa ke depan, keberhasilan industri asuransi jiwa tidak diukur dari banyaknya nasabah baru, tetapi dari kemampuan perusahaan menjaga komitmen terhadap pemegang polis.
“Tujuan utama perusahaan bukan sekadar menarik nasabah baru, melainkan juga membangun kepercayaan dan menjaga keberlanjutan jangka panjang industri,” tutupnya.
AAJI menegaskan bahwa persaingan di industri asuransi jiwa di Indonesia berlangsung sehat dan transparan, berlandaskan regulasi OJK serta prinsip aktuaria yang ketat. Di tengah perubahan perilaku nasabah dan tantangan daya beli, fokus utama industri tetap pada kualitas layanan, perlindungan konsumen, dan kepercayaan publik.
Wildan Dwi Aldi Saputra
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Telkomsel Perluas Transformasi Digital Pelanggan Lewat Kolaborasi Global WanderJoy
- Rabu, 29 Oktober 2025
Pertumbuhan Kuat BLOG Dorong Laba dan Ekspansi Geografis Kuartal III/2025
- Rabu, 29 Oktober 2025
DGWG Catat Pertumbuhan Positif Berkat Ekosistem Agribisnis Terintegrasi
- Rabu, 29 Oktober 2025
Jadwal KA Bandara YIA 29 Oktober 2025, Cek Rute Lengkap dan Cara Pesan Tiket
- Rabu, 29 Oktober 2025
Berita Lainnya
Jasa Raharja Perkuat Kolaborasi untuk Transportasi ASDP Aman dan Berkelanjutan
- Rabu, 29 Oktober 2025
OLIVE Group dan OLIV Kembangkan Kendaraan Niaga Listrik Ramah Lingkungan
- Rabu, 29 Oktober 2025
Terpopuler
1.
2.
Kementerian ESDM dan PLN Terangi 112 Rumah Warga Minahasa
- 29 Oktober 2025
3.
Pengamat: KAI Tak Mampu Tanggung Beban Proyek Whoosh
- 29 Oktober 2025
4.
Banjir Semarang Ganggu Jalur Kereta, KAI Ubah Rute KA Brantas
- 29 Oktober 2025












