Fenomena SUA di Mobil Listrik: Bahaya Tersembunyi di Balik Teknologi Canggih
- Kamis, 23 Oktober 2025

JAKARTA - Kecelakaan yang melibatkan mobil listrik kembali menarik perhatian publik. Baru-baru ini, insiden mobil listrik MG ZS EV berwarna hitam yang menabrak pintu lobi hotel hingga masuk ke area restoran di Klaten, Jawa Tengah, menjadi sorotan besar.
Meski mobil listrik dikenal memiliki teknologi canggih dan sistem keselamatan modern, kenyataannya masih ada risiko yang kerap diabaikan pengemudi — salah satunya adalah Suddenly Unintended Acceleration (SUA) atau percepatan tak disengaja.
Fenomena ini menjadi perhatian serius para pakar keselamatan berkendara, karena bisa terjadi tanpa peringatan dan berpotensi memicu kecelakaan fatal. Teknologi canggih tidak selalu menjamin keamanan jika pengemudi tidak memahami sepenuhnya cara kerja kendaraan listrik yang dikendarai.
Baca JugaAdapundi dan Bank DBS Indonesia Perkuat Sinergi Pembiayaan Digital Inklusif
Peran Pengemudi Tetap Krusial Meski Didukung Teknologi Canggih
Menurut Sony Susmana, Director Training Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), kecelakaan mobil listrik mengandung banyak pelajaran penting. Ia menegaskan bahwa kesadaran dan pemahaman pengemudi terhadap karakter mobil listrik sangatlah penting, karena teknologi tidak bisa menggantikan kewaspadaan manusia di balik kemudi.
“Pengemudi tetap harus memahami karakter kendaraan, karena teknologi secanggih apa pun tak akan berguna tanpa kesadaran dan kewaspadaan di balik kemudi,” jelas Sony.
Sony menyoroti fenomena SUA (Suddenly Unintended Acceleration) sebagai salah satu hal yang perlu diwaspadai. Kondisi ini terjadi ketika pedal gas berada pada posisi full throttle tanpa disengaja, menyebabkan mobil melaju kencang secara mendadak dan sulit dikendalikan.
Tiga Pemicu Utama Percepatan Tak Disengaja (SUA)
Sony menguraikan, ada tiga penyebab utama yang bisa memicu fenomena berbahaya ini.
“Pertama, faktor eksternal seperti karpet tambahan yang tersangkut pada pedal gas,” ujar Sony. Hal ini sering kali dianggap sepele, padahal cukup untuk membuat pedal gas tidak kembali ke posisi semula.
“Kedua, kelalaian pengemudi yang salah menginjak pedal akibat panik. Biasanya terjadi dalam situasi tekanan tinggi seperti saat parkir atau bermanuver di ruang sempit,” tambahnya. Kesalahan ini kerap dialami pengemudi baru yang belum terbiasa dengan sistem pengendalian mobil listrik yang sangat responsif.
“Ketiga, kemungkinan adanya malfunction pada sistem komputer EV itu sendiri, sehingga sistem kelistrikan salah membaca perintah dari pedal gas,” lanjutnya. Meski jarang terjadi, kondisi ini bisa berakibat fatal bila pengemudi tidak segera mengambil tindakan untuk mengendalikan kendaraan.
Peran Teknologi Keselamatan Otomatis Belum Sepenuhnya Sempurna
Sony menjelaskan bahwa sejumlah mobil listrik modern, terutama yang sudah mengadopsi teknologi semi otonom level 2 hingga 4, kini dilengkapi dengan Emergency Auto Brake (EAB) — sistem pengereman otomatis darurat yang bekerja berdasarkan sensor.
“Biasanya mobil-mobil autonomous terutama level 2–4 sudah dilengkapi EAB (Emergency Auto Brake), yang otomatis ngerem ketika sensor menangkap ada objek di depannya. Mungkin tabrakan bisa dihindari, tapi tidak sampai fatal,” ungkap Sony.
Namun, ia menegaskan bahwa teknologi tersebut belum sepenuhnya sempurna. Dalam beberapa kasus, sensor bisa terganggu atau gagal berfungsi (malfunction), terutama dalam kondisi pencahayaan ekstrem, jalan berdebu, atau hujan deras. Ketika pengemudi terlalu bergantung pada sistem otomatis tanpa kesiapan untuk mengambil alih kendali, risiko kecelakaan tetap ada.
“Fitur-fitur keselamatan ini sebenarnya user friendly untuk pemula atau wanita, tapi sayang belum sempurna banget atau bahkan terjadi malfunction,” jelasnya.
Pentingnya Memahami Karakter Mobil Listrik Sebelum Berkendara
Sony menekankan pentingnya edukasi pengemudi mobil listrik, terutama bagi mereka yang baru beralih dari kendaraan konvensional. Mobil listrik memiliki karakteristik berbeda, mulai dari torsi instan, sistem pengereman regeneratif, hingga sensitivitas pedal yang tinggi.
“Teknologi yang ada saat ini memang membantu, tapi tidak menggantikan peran pengemudi dalam menjaga keselamatan,” tegas Sony.
Ia menambahkan, pengemudi harus mempelajari sistem kontrol dan fitur keamanan mobil listrik sebelum digunakan secara aktif di jalan raya. Hal ini mencakup pemahaman terhadap mode berkendara, sistem pengereman otomatis, serta cara mematikan kendaraan dalam kondisi darurat.
Selain itu, pemeriksaan rutin terhadap sistem kelistrikan dan perangkat elektronik kendaraan juga harus dilakukan untuk memastikan tidak ada malfungsi yang bisa memicu fenomena seperti SUA.
Kesimpulan: Waspada Lebih Baik daripada Bergantung Sepenuhnya
Kasus seperti MG ZS EV di Klaten menjadi pengingat bahwa teknologi bukan pengganti kewaspadaan manusia. Seiring meningkatnya adopsi mobil listrik di Indonesia, pemahaman terhadap karakteristik kendaraan dan kesadaran dalam berkendara harus ditingkatkan.
Fenomena SUA memang jarang terjadi, tetapi bukan berarti mustahil. Keselamatan tetap bergantung pada pengemudi, bukan semata pada fitur otomatis yang tertanam di dalam kendaraan.

Wildan Dwi Aldi Saputra
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Presiden Lula Ajak Indonesia Segarkan Kembali Kemitraan Strategis 17 Tahun
- Kamis, 23 Oktober 2025
Erick Thohir Dorong Reformasi SEA Games, Fokus pada Cabang Olimpiade
- Kamis, 23 Oktober 2025
Menag Nasaruddin Umar Dorong Itjen Kemenag Perkuat Sistem Deteksi Dini
- Kamis, 23 Oktober 2025
Terpopuler
1.
2.
Pelatihan KP2MI Siapkan Ribuan Pekerja Indonesia Bersaing Global
- 23 Oktober 2025
3.
4.
KLH Dorong Energi Terbarukan dari Sampah untuk Masa Depan
- 23 Oktober 2025
5.
Kemendag Percepat Revisi Kebijakan MinyaKita Demi Konsumen
- 23 Oktober 2025