
JAKARTA - Kabar turunnya harga pupuk subsidi sebesar 20 persen menjadi angin segar bagi para petani di Kabupaten Cirebon.
Namun di tengah rasa gembira tersebut, terselip pula harapan agar alokasi pupuk bersubsidi bagi petani dapat ditingkatkan, karena kebutuhan di lapangan sering kali melebihi jumlah yang ditetapkan pemerintah.
Bagi petani, pupuk bukan sekadar kebutuhan tambahan, tetapi unsur utama dalam menjaga produktivitas hasil panen.
Baca JugaPelatihan KP2MI Siapkan Ribuan Pekerja Indonesia Bersaing Global
Maka dari itu, penurunan harga pupuk menjadi berita baik yang mereka sambut dengan antusias, meski persoalan keterbatasan alokasi masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.
Petani Sambut Positif Kebijakan Penurunan Harga
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon, Tasrip Abu Bakar, menyampaikan apresiasinya atas langkah pemerintah yang menurunkan harga pupuk bersubsidi. Menurutnya, penurunan ini dapat membantu petani menekan biaya produksi, terutama di masa tanam yang sedang berlangsung.
“Kami sambut gembira dan berharap penurunan harga ini dipatuhi oleh semua kios yang menjual pupuk bersubsidi,” ujar Tasrip.
Ia menjelaskan, selama ini biaya pupuk bisa memakan sekitar 25 persen dari total biaya tanam. Sedangkan komponen terbesar dalam pengeluaran petani justru digunakan untuk pembelian insektisida, yang mencapai sekitar 65 persen dari total biaya produksi.
Dengan turunnya harga pupuk, Tasrip menilai para petani kini bisa sedikit bernafas lega karena dana yang sebelumnya terserap untuk pupuk bisa dialihkan untuk kebutuhan lain seperti pembelian bibit unggul, perawatan lahan, atau pengendalian hama.
Kebutuhan Lapangan Lebih Tinggi dari Kuota yang Ditetapkan
Meski bersyukur atas penurunan harga, Tasrip juga mengingatkan bahwa kebijakan tersebut sebaiknya dibarengi dengan penambahan alokasi pupuk bersubsidi bagi petani di lapangan. Ia menyebut, alokasi pupuk saat ini belum mampu mencukupi kebutuhan ideal per hektare lahan pertanian.
“Selama ini petani memperoleh alokasi pupuk sebanyak 550 kilogram per hektare, padahal kebutuhan sebenarnya mencapai 700 kilogram per hektare,” jelas Tasrip.
Kondisi ini membuat petani terpaksa membeli pupuk non-subsidi untuk menutupi kekurangan sekitar 150 kilogram per hektare. Sayangnya, harga pupuk non-subsidi jauh lebih tinggi, sehingga tetap menambah beban biaya produksi bagi petani kecil.
Menurut Tasrip, jika pemerintah dapat menyesuaikan kembali kuota pupuk sesuai dengan kebutuhan lapangan, maka hasil produksi pertanian akan jauh lebih optimal.
“Dengan penggunaan pupuk sebanyak 700 kilogram per hektare, produksi bisa terjaga di angka lebih dari delapan ton per hektare. Selain itu, penyerapan pupuk bersubsidi juga bisa jadi lebih tinggi,” kata Tasrip menegaskan.
Kebijakan Pemerintah Jadi Angin Segar bagi Sektor Pertanian
Seperti diketahui, kebijakan penurunan harga pupuk subsidi ini merupakan bagian dari langkah revitalisasi sektor pertanian nasional.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengumumkan kebijakan tersebut pada Rabu, 22 Oktober 2025, dan mulai berlaku sehari setelahnya, Kamis, 23 Oktober 2025.
Penurunan harga dilakukan berdasarkan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto, yang ingin memastikan agar biaya produksi petani dapat ditekan, sekaligus meningkatkan daya saing sektor pertanian nasional.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1117/Kpts./SR.310/M/10/2025 Tahun 2025, yang mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi di seluruh Indonesia.
Berdasarkan ketentuan baru itu, harga pupuk kini menjadi lebih rendah dengan rincian sebagai berikut:
Pupuk Urea: Rp 1.800 per kilogram
Pupuk NPK Phonska: Rp 1.840 per kilogram
Pupuk NPK untuk Kakao: Rp 2.640 per kilogram
Pupuk Organik Petroganik: Rp 640 per kilogram
Pupuk ZA khusus tebu: Rp 1.360 per kilogram
Penurunan harga hingga 20 persen tersebut menjadi bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap para petani. Dengan kebijakan ini, diharapkan tidak hanya biaya tanam yang menurun, tetapi juga dapat meningkatkan semangat petani untuk menggarap lahan secara produktif.
Dampak Ekonomi bagi Petani dan Produktivitas Pertanian
Secara ekonomi, kebijakan ini diprediksi akan memberikan efek ganda (multiplier effect) bagi masyarakat pedesaan. Turunnya harga pupuk akan mengurangi beban biaya produksi, sehingga keuntungan petani dapat meningkat, terutama bagi mereka yang mengelola lahan kecil.
Dengan berkurangnya pengeluaran untuk pupuk, sebagian petani berencana mengalokasikan dana lebih untuk meningkatkan kualitas hasil panen, seperti memperbaiki sistem irigasi atau menambah asupan pupuk organik.
Langkah ini juga sejalan dengan program pemerintah dalam mendorong pertanian berkelanjutan, di mana efisiensi biaya tidak boleh mengorbankan kualitas lahan dan lingkungan.
Namun, tanpa peningkatan kuota pupuk subsidi, manfaat kebijakan ini dikhawatirkan belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh petani. Beberapa kelompok tani bahkan mengaku masih kesulitan memperoleh pupuk bersubsidi akibat distribusi yang terbatas dan sistem verifikasi yang ketat.
Harapan Petani: Kebijakan Tepat Sasaran dan Berkelanjutan
Tasrip berharap agar kebijakan pemerintah ini tidak hanya berfokus pada penurunan harga, tetapi juga pada ketersediaan dan distribusi pupuk di tingkat petani. Ia menekankan pentingnya sistem pendataan yang lebih akurat agar subsidi dapat diterima oleh petani yang benar-benar membutuhkan.
Menurutnya, kesejahteraan petani tidak hanya ditentukan oleh harga jual hasil panen, tetapi juga oleh kemampuan mereka mengakses input produksi secara adil dan efisien.
Jika pemerintah mampu menjaga keseimbangan antara harga, pasokan, dan alokasi pupuk, maka produktivitas pertanian di Cirebon bahkan di seluruh Jawa Barat akan meningkat signifikan.
“Kami sangat menghargai langkah pemerintah, tapi semoga ke depan alokasinya juga ditambah agar hasil panen petani tetap optimal,” tutup Tasrip.
Dengan turunnya harga pupuk dan komitmen pemerintah dalam memperkuat sektor pertanian, harapan petani kini mulai tumbuh kembali. Namun mereka menegaskan, kebijakan harga tanpa dukungan pasokan yang memadai akan sulit membawa hasil nyata.
Pemerintah diharapkan terus menjaga konsistensi kebijakan agar kesejahteraan petani tidak hanya menjadi janji, tetapi benar-benar terwujud di lapangan.

Sutomo
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
2.
Pelatihan KP2MI Siapkan Ribuan Pekerja Indonesia Bersaing Global
- 23 Oktober 2025
3.
4.
KLH Dorong Energi Terbarukan dari Sampah untuk Masa Depan
- 23 Oktober 2025
5.
Kemendag Percepat Revisi Kebijakan MinyaKita Demi Konsumen
- 23 Oktober 2025