
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperketat pengawasan terhadap sektor fintech peer-to-peer (P2P) lending menyusul berlarutnya penyelesaian kasus gagal bayar yang melibatkan PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran) dan PT Crowde Membangun Bangsa (Crowde).
Dua perusahaan yang sebelumnya dikenal aktif menyalurkan pembiayaan kepada pelaku usaha mikro dan petani itu kini tengah menjadi perhatian regulator.
Langkah OJK ini bukan hanya sebatas pengawasan rutin, tetapi menjadi bagian dari upaya menjaga stabilitas sektor fintech dan melindungi kepercayaan masyarakat terhadap layanan pembiayaan digital. Dalam situasi di mana banyak investor ritel menjadi korban gagal bayar, OJK berkomitmen memastikan setiap penyelesaian dilakukan secara transparan dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Baca JugaPengendali Diamond Citra Lepas Saham, Investor Catat Perubahan Kepemilikan
Regulator Kawal Ketat Progres Penyelesaian Kasus
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menegaskan bahwa pihaknya memantau secara ketat perkembangan penyelesaian masalah kedua fintech tersebut.
“OJK terus melakukan koordinasi dan pemantauan secara ketat terhadap progres action plan pengurus dan pemegang saham untuk mendukung penyelesaian permasalahan secara menyeluruh,” ujar Agusman dalam keterangan tertulis hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK.
Ia menambahkan, pengawasan intensif ini juga dilakukan agar penyelesaian tidak hanya bersifat administratif, tetapi benar-benar memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi para pemberi pinjaman (lender). OJK pun mendorong Akseleran dan Crowde untuk melakukan proses penyelesaian yang transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab, termasuk melalui penagihan langsung serta langkah litigasi bila diperlukan.
Bagi regulator, penyelesaian kasus ini menjadi momentum penting untuk menegaskan bahwa sektor fintech tidak boleh mengabaikan prinsip kehati-hatian, tata kelola, dan tanggung jawab terhadap konsumen.
Akar Masalah Gagal Bayar di Akseleran
Kasus gagal bayar yang menimpa Akseleran bermula dari keterlambatan pembayaran sejumlah borrower yang tidak mampu memenuhi kewajibannya secara bersamaan pada Maret 2025. Kondisi tersebut kemudian menimbulkan efek domino terhadap arus kas dan reputasi perusahaan.
Komisaris Utama sekaligus Co-Founder Akseleran, Ivan Nikolas Tambunan, menjelaskan bahwa gagal bayar itu disebabkan oleh enam borrower yang belum bisa mengembalikan pinjaman. “Kami masih terus melakukan berbagai upaya penyelesaian, seperti menagih para borrower yang bermasalah untuk mengembalikan pinjaman dan ada beberapa borrower juga yang telah dilaporkan ke polisi,” ujar Ivan.
Sejak itu, Akseleran dikabarkan masih berupaya memperbaiki sistem pengawasan kredit dan memperkuat mekanisme risk management agar kejadian serupa tidak terulang. Namun, hingga kini belum ada kepastian mengenai hasil akhir proses penyelesaian kepada para investor yang terdampak.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi pelaku industri P2P lending tentang risiko konsentrasi pembiayaan dan pentingnya due diligence sebelum penyaluran dana dilakukan.
Crowde Dihantam Dugaan Penggelapan Dana
Sementara itu, Crowde menghadapi persoalan yang lebih kompleks. Permasalahan gagal bayar di perusahaan ini bukan hanya akibat ketidakmampuan borrower mengembalikan pinjaman, tetapi juga karena adanya dugaan penggelapan dana yang bersumber dari fasilitas kredit PT Bank JTrust Indonesia Tbk (J Trust Bank).
Dugaan tersebut terkait dengan penyaluran pembiayaan kepada end-user atau petani yang ternyata banyak di antaranya tidak benar atau fiktif. Dalam proses penyelidikan, ditemukan pula indikasi adanya pemalsuan dokumen yang digunakan untuk menyalurkan kredit tersebut.
OJK pun langsung menurunkan tim pemeriksa dan mengambil langkah penegakan hukum terhadap Crowde. “OJK telah melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran ketentuan yang terjadi di Crowde dan telah melakukan proses penegakan hukum, serta pengenaan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku,” tegas Agusman.
Kasus ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri karena menyangkut kepercayaan publik terhadap fintech pertanian yang selama ini dianggap sebagai jembatan antara permodalan dan petani kecil. Namun, kejadian tersebut juga menjadi peringatan bagi regulator dan pelaku industri untuk memperkuat sistem audit dan compliance sejak tahap awal operasional.
Perlindungan Investor dan Evaluasi Ekosistem Fintech
Kasus Akseleran dan Crowde menjadi ujian besar bagi ekosistem fintech Indonesia, yang selama ini tumbuh pesat berkat digitalisasi sektor keuangan. Meskipun memberikan akses pembiayaan lebih luas, sektor ini juga membawa risiko tinggi bila tidak diawasi secara ketat.
OJK kini memperkuat sistem pengawasan berbasis risiko (risk-based supervision) terhadap semua penyelenggara fintech lending. Langkah ini bertujuan untuk mencegah potensi gagal bayar massal di masa mendatang, sekaligus memastikan bahwa platform yang beroperasi di Indonesia memiliki kecukupan modal, tata kelola baik, serta mekanisme mitigasi risiko yang efektif.
Selain pengawasan, regulator juga tengah menyiapkan kebijakan yang mendorong transparansi data pinjaman, memperkuat pengamanan dana lender, dan menegaskan tanggung jawab manajemen dalam menjaga kepercayaan publik.
Kasus dua fintech besar ini menjadi pelajaran bahwa keberlanjutan industri fintech bukan hanya soal inovasi teknologi, tetapi juga menyangkut integritas, kepatuhan, dan akuntabilitas dalam menjalankan bisnis.
Penegasan OJK terhadap Komitmen Pengawasan
OJK menegaskan bahwa setiap pelanggaran atau kelalaian yang berdampak pada kerugian konsumen akan ditindak sesuai hukum. Lembaga ini juga terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk mempercepat proses penyelesaian, terutama bila ditemukan unsur pidana dalam kasus-kasus serupa.
Melalui pendekatan pengawasan yang lebih ketat dan terarah, OJK berharap kepercayaan masyarakat terhadap fintech dapat pulih. Regulator juga mengingatkan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam memilih platform pembiayaan digital dengan memastikan legalitas dan rekam jejak perusahaan.
Dengan pengawasan berkelanjutan dan langkah penegakan yang tegas, diharapkan industri fintech Indonesia dapat tumbuh sehat, transparan, serta memberikan manfaat nyata bagi perekonomian nasional tanpa mengorbankan perlindungan konsumen.

Mazroh Atul Jannah
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Cara Alami dan Efektif Membuat Rumah Tetap Dingin Saat Cuaca Ekstrem
- Rabu, 15 Oktober 2025
Berita Lainnya
Perdagangan Saham AYLS, TRUE, dan PGLI Kembali Dibuka Bursa Efek Indonesia
- Rabu, 15 Oktober 2025
Program Perumahan Nasional Diprediksi Dorong Pertumbuhan Ekonomi hingga 5,7 Persen
- Rabu, 15 Oktober 2025
OJK Siap Tegakkan Kepatuhan Bagi Multifinance Belum Penuhi Ekuitas Minimum
- Rabu, 15 Oktober 2025