
JAKARTA - Indonesia menghadapi perubahan besar dalam struktur ketenagakerjaan pada tahun 2025.
Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak menyebabkan banyak pekerja beralih ke sektor informal.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menegaskan bahwa sektor industri padat karya masih merasakan tekanan akibat kondisi ekonomi yang belum stabil. Tekanan ini membuat lapangan kerja formal semakin terbatas.
Baca Juga
Akibatnya, banyak pekerja yang harus mencari nafkah di sektor informal sebagai alternatif bertahan hidup. Pergeseran ini memperlihatkan gambaran nyata kondisi pasar tenaga kerja nasional saat ini.
Data Terkini Pekerja Informal di Indonesia
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2025, proporsi pekerja informal mencapai 59,4% dari total penduduk yang bekerja. Angka ini setara dengan 86,58 juta orang.
Pekerja informal terdiri atas berbagai kategori, termasuk mereka yang berusaha sendiri, pekerja bebas, pekerja keluarga yang tidak dibayar, dan buruh tidak tetap. Kenaikan jumlah pekerja informal ini menunjukkan bahwa sektor ini menjadi penyelamat utama tenaga kerja nasional.
Shinta menyatakan bahwa kegagalan menciptakan lapangan kerja formal memaksa banyak tenaga kerja beralih ke pekerjaan informal. Terutama sektor manufaktur dan industri padat karya yang mengalami penurunan signifikan.
Dampak Pergeseran Tenaga Kerja terhadap Ekonomi
Perubahan ini adalah indikasi tekanan struktural yang harus segera ditangani. Banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan formal harus beradaptasi dengan kondisi yang lebih rentan di sektor informal.
Shinta Kamdani menekankan pentingnya perhatian dan dukungan untuk pekerja informal agar mereka tidak semakin terpinggirkan. Jumlah pekerja informal yang besar menuntut adanya strategi perlindungan yang komprehensif dari pemerintah dan pelaku usaha.
Situasi ini juga menimbulkan tantangan sosial, seperti kurangnya jaminan kerja, kesejahteraan, dan akses terhadap perlindungan sosial. Hal tersebut perlu menjadi fokus utama dalam kebijakan ketenagakerjaan ke depan.
Statistik Terbaru Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sepanjang Januari-Agustus 2025, terdapat 44.333 orang yang mengalami PHK. Data ini menunjukkan angka yang masih cukup tinggi dan menjadi perhatian pemerintah.
Pada Agustus 2025, jumlah PHK tercatat menurun menjadi 830 orang dibandingkan bulan Juli yang mencapai 1.118 orang. Meskipun terdapat penurunan bulanan, angka PHK kumulatif tetap menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.
Shinta berharap tren penurunan PHK ini terus berlanjut seiring dengan upaya pemerintah dalam mendorong stabilisasi pasar tenaga kerja. Namun, angka PHK yang besar tetap menjadi tantangan berat bagi ketahanan ekonomi nasional.
Upaya Pemerintah dan Apindo dalam Menekan PHK
Shinta Kamdani mengungkapkan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai langkah untuk menekan angka PHK, salah satunya dengan memberikan insentif kepada perusahaan.
Insentif ini bertujuan untuk membantu perusahaan agar dapat mempertahankan karyawannya dan memperbaiki kondisi keuangan. Apindo menyambut baik upaya ini dan berharap insentif dapat semakin diperluas agar menjangkau lebih banyak sektor usaha.
Pemberian insentif diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi pasar tenaga kerja, terutama bagi perusahaan yang terdampak pandemi dan tekanan ekonomi. Sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha sangat penting untuk mewujudkan kondisi kerja yang lebih stabil.
Perluasan Insentif Pajak Penghasilan Pasal 21
Saat ini, insentif pajak penghasilan pasal 21 (PPh 21) ditanggung pemerintah (DTP) berlaku untuk pekerja di sektor padat karya dengan penghasilan di bawah Rp10 juta per bulan.
Pemerintah berencana memperluas insentif ini agar mencakup pekerja di sektor hotel, restoran, katering (horeka), dan pariwisata. Langkah ini diharapkan dapat mendorong pemulihan ekonomi di sektor-sektor yang paling terpukul.
Perluasan insentif pajak diharapkan menjadi stimulus penting agar perusahaan dapat mempertahankan tenaga kerja sekaligus memberikan kesejahteraan kepada pekerja. Kebijakan ini juga diharapkan dapat mengurangi angka PHK secara signifikan.
Tantangan Perlindungan Pekerja Informal
Lonjakan pekerja informal menimbulkan tantangan besar dalam hal perlindungan sosial dan akses jaminan kerja. Banyak pekerja di sektor ini belum mendapat perlindungan yang memadai dari pemerintah maupun perusahaan.
Shinta menegaskan pentingnya pengembangan program perlindungan sosial yang menyasar pekerja informal agar mereka dapat memperoleh jaminan kesehatan, keselamatan kerja, dan akses kepada bantuan sosial.
Kondisi ini juga menuntut adanya kebijakan yang inklusif dan berpihak pada pekerja informal untuk mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Fenomena meningkatnya pekerja informal akibat PHK harus menjadi perhatian semua pihak. Pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga terkait perlu bersinergi untuk menciptakan solusi nyata bagi permasalahan ini.
Dengan kebijakan yang tepat dan dukungan penuh, diharapkan tenaga kerja informal dapat lebih terlindungi dan mendapat akses yang layak untuk meningkatkan kualitas hidup. Peran aktif semua pihak sangat dibutuhkan dalam menghadapi dinamika ketenagakerjaan nasional.

Sutomo
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Transformasi Digital Dorong Pertumbuhan Investasi Saham
- 14 Oktober 2025
2.
Longsor Tambang Freeport Picu Potensi Hentikan Operasi Smelter
- 14 Oktober 2025
3.
Harga Saham BCA Diskon, Investor Bisa Manfaatkan Momentum
- 14 Oktober 2025
4.
Formosa Ingredient (BOBA) Siapkan Dividen Interim Rp 2,31 Miliar
- 14 Oktober 2025