Jumat, 03 Oktober 2025

Obligasi Berkelanjutan Indonesia 2025 Catat Penurunan Signifikan

Obligasi Berkelanjutan Indonesia 2025 Catat Penurunan Signifikan
Obligasi Berkelanjutan Indonesia 2025 Catat Penurunan Signifikan

JAKARTA - Meski pasar obligasi berkelanjutan atau sustainable debt di negara-negara berkembang (emerging markets/EM) menunjukkan pertumbuhan yang kuat, Indonesia justru mengalami penurunan penerbitan surat utang berkelanjutan pada tahun 2025.

Fenomena ini menjadi perhatian pelaku pasar dan analis keuangan, karena tren global menunjukkan minat yang meningkat terhadap instrumen ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Menurut data Bloomberg, kontribusi pasar-pasar berkembang terhadap total penerbitan obligasi berkelanjutan mencapai 18% dengan nilai total US$310,49 miliar. Bloomberg ESG Analyst, Grace Osborne, memprediksi bahwa sebagian besar surat utang berkelanjutan ini akan mencapai jatuh tempo pada 2026, yang kemudian memicu kebutuhan refinancing atau pembiayaan kembali. “Lebih dari 30% dari nilai outstanding dari obligasi berkelanjutan mencapai jatuh tempo pada akhir 2026,” tulis Osborne.

Baca Juga

Stabilisasi Harga Emas Indonesia Bisa Lewat Impor dan DMO

Di antara pasar-pasar berkembang, China menjadi penggerak utama dengan nilai penerbitan menembus US$123,17 miliar hingga Agustus 2025. Angka ini hampir menyamai total penerbitan sepanjang 2024 sebesar US$128,39 miliar, menegaskan posisi China sebagai pemimpin dalam obligasi berkelanjutan. 

Secara keseluruhan, Asia Pasifik mendominasi penerbitan surat utang berkelanjutan, sebagian besar difokuskan pada investasi energi bersih, mirip tren pada tahun sebelumnya.

Korea Selatan dan Taiwan mengikuti jejak China, masing-masing dengan penerbitan senilai US$38,21 miliar dan US$20,32 miliar per Agustus 2025. Selain itu, Turki dan India juga mencatatkan pertumbuhan dua digit dalam penerbitan surat utang berkelanjutan, masing-masing senilai US$15,49 miliar dan US$10,98 miliar.

Namun, Indonesia justru mengalami kontraksi signifikan. Data terbaru menunjukkan penerbitan surat utang berkelanjutan Indonesia hanya mencapai US$3,36 miliar per Agustus 2025, jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2024 yang mencatat US$7,26 miliar. Penurunan ini menjadi anomali di tengah tren positif global, meskipun Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan proyek hijau dan energi bersih.

Chris Ratti, Senior Strategist Bloomberg Intelligence ESG, menyoroti bahwa anomali serupa terjadi di Amerika Latin. Meskipun menjadi tuan rumah konferensi iklim PBB COP30 tahun ini, wilayah tersebut justru mencatat penurunan 61% dalam penerbitan obligasi berkelanjutan hingga Agustus 2025 dibandingkan 12 bulan sebelumnya. Brasil, sebagai negara penyelenggara COP30, menurunkan penerbitan dari US$11,89 miliar pada 2024 menjadi US$6,02 miliar, atau turun 48%. “Penurunan ini mengejutkan karena Amerika Latin merupakan kawasan paling berisiko bencana kedua di dunia. Setidaknya terdapat lebih dari 2.300 bencana alam sepanjang 2000–2024. Penawaran yang turun dari pemerintah menjadi penyebab tren ini,” jelas Ratti.

Fenomena ini menegaskan bahwa meskipun ada dorongan global untuk investasi berkelanjutan, dinamika lokal seperti kebijakan fiskal, regulasi, dan kesiapan infrastruktur keuangan masih menjadi faktor penentu utama. Untuk Indonesia, penurunan ini mengindikasikan perlunya strategi lebih agresif dalam mendorong penerbitan surat utang berkelanjutan, baik dari sisi pemerintah maupun korporasi.

Beberapa analis menilai bahwa faktor internal seperti kesiapan regulasi, insentif pajak, dan dukungan lembaga keuangan menjadi kunci bagi pertumbuhan obligasi berkelanjutan di Indonesia. Tanpa upaya koordinasi antara pemerintah, bank, dan perusahaan swasta, potensi pasar obligasi berkelanjutan bisa tertinggal dari negara-negara tetangga di Asia Pasifik yang terus ekspansi.

Di sisi lain, investor global semakin mengutamakan kepastian hukum dan transparansi dalam memilih pasar obligasi berkelanjutan. Kinerja positif pasar China, Korea Selatan, dan Taiwan menjadi bukti bahwa pasar yang diatur dengan baik mampu menarik modal internasional lebih besar, termasuk untuk proyek energi terbarukan, transportasi hijau, dan pembangunan infrastruktur berkelanjutan.

Grace Osborne juga menekankan perlunya persiapan dari sisi jatuh tempo obligasi. Dengan lebih dari 30% surat utang berkelanjutan mencapai maturity pada akhir 2026, pasar EM perlu strategi refinancing yang matang agar tidak menimbulkan ketegangan likuiditas. Indonesia, dengan penerbitan yang menurun, harus memastikan pipeline proyek yang didukung obligasi berkelanjutan tetap berjalan, sekaligus menarik partisipasi investor asing.

Tren global menunjukkan bahwa obligasi berkelanjutan menjadi salah satu instrumen penting untuk pembiayaan proyek hijau dan infrastruktur yang mendukung target emisi rendah. 

Dengan dukungan kebijakan dan regulasi yang tepat, Indonesia memiliki peluang untuk kembali meningkatkan volume penerbitan. Hal ini tidak hanya mendukung pembangunan domestik, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia di mata investor internasional.

Dengan perkembangan saat ini, pengamat menilai pemerintah dan korporasi perlu meningkatkan edukasi mengenai obligasi berkelanjutan, mempermudah akses pembiayaan, dan memberikan insentif fiskal. Upaya tersebut diharapkan dapat mendorong investor lokal dan global untuk memanfaatkan instrumen ini, sehingga Indonesia dapat kembali bersaing dengan negara-negara EM lain yang dominan dalam penerbitan surat utang berkelanjutan.

Secara keseluruhan, meski pasar obligasi berkelanjutan global menunjukkan pertumbuhan signifikan, Indonesia menghadapi tantangan yang memerlukan perhatian serius. Langkah strategis dari pemerintah, dukungan regulasi, serta kolaborasi dengan sektor swasta akan menjadi kunci bagi peningkatan penerbitan obligasi berkelanjutan di tahun-tahun mendatang.

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Harga Bitcoin Tembus Seratus Dua Puluh Ribu Siap Pecahkan Rekor

Harga Bitcoin Tembus Seratus Dua Puluh Ribu Siap Pecahkan Rekor

Strategi Investasi Saham Terbaik Hadapi Volatilitas Pasar Hari Ini

Strategi Investasi Saham Terbaik Hadapi Volatilitas Pasar Hari Ini

Chandra Asri Raih Peringkat idAA- Pefindo dengan Prospek Stabil

Chandra Asri Raih Peringkat idAA- Pefindo dengan Prospek Stabil

KUR BRI 2025: Syarat, Angsuran Ringan, Modal UMKM Rp1-100 Juta

KUR BRI 2025: Syarat, Angsuran Ringan, Modal UMKM Rp1-100 Juta

KUR BSI 2025: Limit Hingga Rp500 Juta, Syarat Mudah UMKM

KUR BSI 2025: Limit Hingga Rp500 Juta, Syarat Mudah UMKM