JAKARTA - Ketika tahun 2025 memasuki kuartal keempat, pasar mobil listrik di Indonesia bersiap menyambut lonjakan penjualan yang potensial sangat besar.
Tren pertumbuhan kendaraan listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) masih terus berjalan, namun terdapat pemicu khusus yang menurut pengamat otomotif sekaligus akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes?Martinus?Pasaribu, dapat mengubah gelombang tren menjadi ledakan penjualan.
Pemicu tersebut adalah batas waktu insentif impor kendaraan utuh (CBU) mobil listrik yang akan berakhir pada Desember?2025.
“Faktor khusus untuk EV adalah efek batas waktu insentif CBU yang akan berakhir pada Desember?2025 ini. Tampaknya, bakal terjadi lonjakan penjualan ritel mobil listrik yang sangat signifikan pada bulan November dan puncaknya di akhir Desember 2025,” kata Yannes.
Strategi Produsen dan Dealer Menghadapi Deadline
Menjelang berakhirnya insentif, Agen Pemegang Merek (APM) dan importir mobil listrik mulai menggencarkan kampanye serta program promo besar?besaran untuk mempercepat penjualan unit EV CBU sebelum insentif ditutup.
Yannes menyoroti bahwa dinamika ini bukan sekadar marketing biasa, tetapi reaksi strategis terhadap perubahan kebijakan yang menciptakan “window waktu” terbatas.
“Penjualan akan merangkak naik secara tajam untuk EV di kuartal keempat ini, karena APM importir EV akan menggencarkan kampanye dan promosi besar?besaran untuk menghabiskan stok CBU EV mereka sebelum keran impor ditutup,” ujarnya.
Data Terbaru Menunjukkan Arah Positif
Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan bahwa penjualan BEV secara wholesales (dari pabrik ke diler) pada Januari–September?2025 mencapai 55.255 unit, naik sekitar 27,9?persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni 43.188 unit.
Meski begitu, dalam pengiriman bulanan terdapat penurunan: dari 6.341 unit di Agustus menjadi hanya 4.039 unit di September.
Yannes menilai penurunan itu sebagai efek samping setelah pameran otomotif besar seperti?GIIAS?2025 yang mendorong lonjakan awal.
“Dari situasi yang ada, terlihat bahwa sales bulan Agustus kemungkinan besar didorong oleh pameran otomotif besar seperti GIIAS 2025… banyak terjadi pemesanan kendaraan (SPK) EV,” jelasnya.
“Ini pun banyak dibeli oleh mayoritas buyers yang berasal dari kalangan menengah ke atas yang membeli EV sebagai mobil kedua atau ketiga karena promo besar?besaran,” tambah Yannes.
Segmentasi Pasar dan Impuls Konsumen
Fenomena pembelian EV oleh konsumen menengah ke atas sebagai mobil tambahan menunjukkan bahwa pasar saat ini masih banyak didominasi oleh segmen yang siap secara finansial dan teknologi.
Mereka membeli EV bukan karena harus, melainkan karena ingin merasakan manfaat mobil listrik: teknologi, citra, dan akses ke promo terbatas.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meski pasar massal belum sepenuhnya terbuka, periode akhir tahun ini bisa menjadi momen katalitik untuk lebih luasnya penetrasi EV.
Masuknya jenama?jenama baru ke pasar Indonesia dengan model inovatif dan kompetitif harga turut menjadi katalis.
Hal ini menciptakan kompetisi yang makin sengit, sehingga konsumen memiliki lebih banyak pilihan EV dengan teknologi dan harga mendekati kendaraan berbahan bakar fosil.
Kenapa Kuartal Keempat Menjadi Kunci
Akhir tahun sering menjadi periode promosi besar di industri otomotif, dan kombinasi antara kebijakan yang mendekati batas waktu serta strategi penjualan agresif menciptakan kondisi unik ini bukan sekadar ‘naik sedikit’, tetapi potensi lonjakan tajam yang bisa seperti ledakan pasar.
Yannes memperkirakan bulan November akan mulai memperlihatkan percepatan signifikan, dengan puncaknya pada akhir Desember ketika insentif benar?benar berakhir.
Bagi konsumen, ini berarti waktu untuk memanfaatkan kondisi terbaik: pilihan, promo, dan insentif akan lebih optimal sekarang dibanding esok hari ketika kebijakan berubah.
Bagi produsen dan importir, ini adalah waktu untuk memaksimalkan stok dan strategi go?to?market sebelum “gelombang” berikutnya.
Peluang, Tantangan dan Variabel Kritis
Walaupun tren dan indikator menunjukkan arah positif, tetap terdapat beberapa variabel yang harus dijaga agar lonjakan tersebut bukan sekadar angka sesaat:
Infrastruktur pengisian daya (charging): Ketersediaan dan keandalan pengisian listrik publik/rumah menjadi syarat penting agar pengguna EV merasa nyaman.
Kepastian regulasi pasca?insentif: Konsumen dan investor butuh kejelasan bahwa setelah insentif habis, stabilitas harga, layanan dan dukungan tetap ada.
Total biaya kepemilikan (TCO): Biaya listrik, servis, nilai jual kembali dan kenyamanan jangka panjang harus kompetitif dibanding kendaraan konvensional.
Kesiapan industri lokal: Produksi, suku cadang, servis dan rantai nilai lokal perlu semakin matang agar pasar massal bisa berkembang.
Kesadaran konsumen: Pahlawan awal pasar EV selama ini adalah pembeli mobil kedua/ketiga; untuk mass market, edukasi mengenai manfaat dan realitas EV harus terus meningkat.
Implikasi Industri dan Lingkungan
Lonjakan penjualan EV akhir tahun ini tidak hanya penting untuk pemain industri otomotif, tetapi juga untuk agenda nasional percepatan pengurangan emisi, pengembangan industri hijau, dan penguatan posisi Indonesia dalam ekosistem kendaraan listrik global.
Peningkatan volume EV berarti skala produksi lebih besar, investasi lebih tertarik, teknologi lebih cepat berkembang semua itu memberikan multiplier effect ke rantai pasok, lapangan kerja baru, dan kontribusi terhadap target emisi.
Dari sisi lingkungan, transisi ke kendaraan listrik mendukung penurunan emisi dari sektor transportasi, meskipun tantangannya masih terkait sumber listrik bersih, daur ulang baterai, dan infrastruktur pendukung.
Memanfaatkan Momentum: Apa yang Bisa Dilakukan Sekarang?
Bagi konsumen yang mempertimbangkan kendaraan listrik, akhir tahun 2025 bisa menjadi waktu yang tepat untuk mengambil keputusan: promo kuat, stok yang tersedia, dan insentif yang masih aktif.
Disarankan agar melakukan riset: model apa yang paling sesuai, lokasi pengisian daya bagaimana, dan apakah total biaya kepemilikan masuk akal.
Bagi pelaku industri dan importir, ini saatnya memfinalisasi strategi pasar, stok, kampanye dan layanan purna?jual.
Bagi pembuat kebijakan dan regulator, ini momentum untuk memastikan bahwa transisi pasar EV tidak hanya kuantitas, tapi juga kualitas dan keberlanjutan.
Prediksi lonjakan signifikan penjualan mobil listrik di akhir tahun 2025 bukanlah sekadar harapan, melainkan didukung oleh kombinasi kebijakan, promosi, dan teknologi yang bersiap meledak.
Insentif yang akan habis, kampanye besar-besaran, model baru yang kompetitif, dan konsumen yang makin siap all faktor ini bergabung dalam satu momen strategis.
Akan tetapi, agar lonjakan tersebut bukan sesaat dan justru menimbulkan kebingungan pasca?insentif, maka infrastruktur, regulasi, servis, dan edukasi harus siap mendukung.
Bila semua elemen berjalan, akhir tahun ini bisa menjadi titik balik penting dalam perjalanan elektrifikasi kendaraan Indonesia dari segmen awal menuju pasar massa.