JAKARTA - Indonesia tengah berada dalam periode suhu tinggi yang diperkirakan akan terus berlangsung hingga awal November 2025.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa kondisi ini bukan merupakan gelombang panas, melainkan fenomena cuaca musiman yang dipengaruhi posisi semu matahari, aliran udara kering dari Australia, serta minimnya awan penutup.
Fenomena ini menyebabkan suhu udara meningkat tajam terutama pada siang hari. BMKG memperingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap dampaknya, terutama paparan sinar ultraviolet (UV) dengan indeks yang mencapai kategori sangat tinggi, bahkan ekstrem di sejumlah wilayah.
Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menyampaikan bahwa indeks UV di banyak daerah berada pada level merah hingga ungu, yang berarti berpotensi menimbulkan risiko kesehatan serius jika masyarakat terpapar dalam waktu lama.
“Paparan sinar matahari langsung pada indeks UV tinggi dapat menyebabkan iritasi kulit dan mata dalam hitungan menit. Terlebih saat ini awan tidak sedang tumbuh, istilahnya clear sky (langit cerah),” ujarnya, dilansir dari laman RRI.
Imbauan BMKG: Lindungi Diri dari Teriknya Sinar Matahari
Meningkatnya suhu udara diiringi paparan sinar UV ekstrem membuat masyarakat diminta untuk lebih memperhatikan perlindungan diri ketika beraktivitas di luar ruangan. Menurut Andri Ramdhani, saat ini intensitas radiasi matahari paling tinggi terjadi pada pukul 10.00 hingga 15.00 WIB, sehingga masyarakat disarankan menyesuaikan kegiatan luar ruangan pada rentang waktu tersebut.
"Disarankan menggunakan pelindung diri seperti topi, jaket, payung, kacamata hitam, dan tabir surya saat berada di luar ruangan," jelasnya.
Selain perlindungan fisik, BMKG juga mengingatkan pentingnya menjaga hidrasi tubuh. Dehidrasi dapat terjadi lebih cepat dalam kondisi suhu tinggi, terutama bagi masyarakat yang banyak beraktivitas di luar ruangan. Karena itu, asupan air putih perlu ditingkatkan, dan aktivitas fisik berat sebaiknya dihindari pada puncak panas matahari untuk mencegah risiko heatstroke.
Suhu Udara Capai 38 Derajat di Sejumlah Wilayah
Berdasarkan hasil pengamatan BMKG beberapa hari terakhir, cuaca cerah dan terik mendominasi pada pagi hingga siang hari. Suhu maksimum tercatat mencapai 38°C di sejumlah daerah di Indonesia. Wilayah Karanganyar, Jawa Tengah, menjadi salah satu lokasi terpanas dengan suhu mencapai 38,2°C.
Diikuti Majalengka, Jawa Barat dengan suhu 37,6°C, Boven Digoel, Papua 37,3°C, dan Surabaya, Jawa Timur 37,0°C.
Sementara di wilayah Jabodetabek, suhu maksimum dalam dua hari terakhir tercatat mencapai 35°C. Rinciannya, Banten 35,2°C, Kemayoran 33,4–35,2°C, Halim 34,0–34,9°C, Curug 33,5–34,6°C, Tanjung Priok 32,8–34,4°C, dan wilayah Jawa Barat di sekitar Jabodetabek 33,6–34,0°C.
Lonjakan suhu ini berkaitan erat dengan posisi semu matahari yang tengah berada sedikit di selatan ekuator. Akibatnya, wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan menerima intensitas penyinaran matahari lebih tinggi dari biasanya.
Pancaroba dan Angin Australia Perparah Kondisi Panas
Panas ekstrem yang terjadi saat ini bertepatan dengan masa pancaroba, yakni peralihan dari musim kemarau menuju musim hujan. Fenomena ini biasanya ditandai dengan suhu tinggi pada siang hari yang sering disusul potensi hujan, petir, dan angin kencang pada sore hingga malam hari.
Selain pengaruh pergerakan semu matahari, kondisi ini juga diperkuat oleh penguatan angin timuran dari Benua Australia atau yang dikenal sebagai Australian Monsoon. Aliran udara kering tersebut ikut mempercepat peningkatan suhu udara di berbagai daerah.
“Fenomena ini bersifat sementara, namun masyarakat tetap perlu waspada dan menjaga kesehatan tubuh agar tidak terdampak cuaca panas ekstrem,” kata Andri Ramdhani.
Dengan kombinasi langit cerah, intensitas sinar matahari tinggi, dan massa udara kering, cuaca panas diperkirakan akan bertahan dalam beberapa pekan ke depan. Oleh karena itu, BMKG mengimbau masyarakat tidak meremehkan potensi dampak panas ekstrem terhadap kesehatan.
Antisipasi Dampak Kesehatan Akibat Panas Ekstrem
BMKG menekankan pentingnya tindakan pencegahan di tingkat individu maupun komunitas untuk menghadapi cuaca panas ini. Paparan sinar UV dalam durasi panjang dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit terbakar (sunburn), bahkan dalam kasus ekstrem dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan serius.
Menghindari paparan langsung, menggunakan pakaian pelindung, dan memperbanyak konsumsi cairan adalah langkah-langkah sederhana namun penting untuk mencegah dampak buruk panas ekstrem. Aktivitas luar ruangan pada siang hari sebaiknya dikurangi atau dilakukan dengan persiapan yang matang.
Kondisi ini diperkirakan berlangsung hingga awal November 2025. Setelah itu, suhu udara diharapkan mulai menurun seiring masuknya musim hujan di berbagai wilayah Indonesia.
Fenomena Alam yang Perlu Diwaspadai, Bukan Ditakuti
BMKG menegaskan bahwa cuaca panas ekstrem saat ini merupakan bagian dari fenomena alam yang bersifat musiman. Meskipun sementara, dampaknya dapat sangat signifikan jika masyarakat tidak melakukan langkah pencegahan.
Kewaspadaan kolektif menjadi kunci untuk meminimalkan dampak kesehatan maupun aktivitas sosial akibat suhu tinggi. Pemerintah daerah, lembaga pendidikan, hingga dunia usaha juga diimbau ikut berperan dalam sosialisasi bahaya paparan sinar matahari ekstrem kepada masyarakat luas.