Pertumbuhan Multifinance 2025 Melambat, OJK Tetap Optimis

Kamis, 16 Oktober 2025 | 09:30:42 WIB
Pertumbuhan Multifinance 2025 Melambat, OJK Tetap Optimis

JAKARTA - Industri multifinance sepanjang 2025 menghadapi dinamika yang cukup menantang. Meski tren piutang pembiayaan menunjukkan perlambatan dari bulan ke bulan, regulator tetap menilai prospeknya masih mengarah pada pertumbuhan positif hingga akhir tahun. 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat bahwa perlambatan ini bukan berarti kinerja industri akan stagnan, melainkan memerlukan strategi baru agar tetap berada di jalur proyeksi.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menegaskan hal itu dalam keterangan resmi seusai Rapat Dewan Komisioner OJK.

“Industri multifinance diperkirakan akan tetap tumbuh positif hingga akhir 2025, meskipun terdapat risiko akan bias ke bawah dari proyeksi awal,” ujar Agusman.

Proyeksi Awal dan Realitas Lapangan

Di awal tahun 2025, OJK sempat memperkirakan pertumbuhan piutang pembiayaan multifinance bisa menyentuh kisaran 8%–10%. Angka tersebut merefleksikan optimisme terhadap pemulihan daya beli masyarakat dan stabilitas sektor riil. Namun, seiring berjalannya waktu, data menunjukkan arah yang berbeda: pertumbuhan memang masih ada, tetapi semakin menipis tiap bulannya.

Per Agustus 2025, piutang pembiayaan industri multifinance tercatat sebesar Rp 405,79 triliun. Angka ini hanya tumbuh 1,26% secara tahunan (year on year/YoY). Dari jumlah tersebut, segmen kendaraan bermotor masih menjadi tulang punggung, dengan porsi mencapai 76,17%.

Agusman menegaskan bahwa perusahaan multifinance tetap harus menjaga momentum dengan mendorong peningkatan piutang pembiayaan di segmen-segmen potensial. Dorongan ini penting agar target pertumbuhan positif di sisa tahun masih bisa tercapai.

Perlambatan yang Konsisten

Berdasarkan catatan OJK, perlambatan terlihat jelas sejak awal tahun. Pada Januari 2025, piutang multifinance tumbuh 6,04% YoY dengan nilai Rp 504,33 triliun. Namun, laju tersebut terus menurun pada bulan berikutnya:

Februari 2025 tumbuh 5,92% YoY dengan nilai Rp 507,02 triliun.

Maret 2025 tercatat 4,60% YoY senilai Rp 510,97 triliun.

April 2025 hanya 3,67% YoY dengan nilai Rp 504,18 triliun.

Mei 2025 turun ke 2,83% YoY dengan nilai Rp 504,58 triliun.

Juni 2025 menipis lagi menjadi 1,96% YoY dengan nilai Rp 501,83 triliun.

Juli 2025 bertahan di 1,79% YoY dengan nilai Rp 502,95 triliun.

Data itu memperlihatkan pola penurunan yang konsisten. Dengan kata lain, sektor ini masih berputar positif, tetapi kecepatannya jauh lebih rendah dibandingkan ekspektasi awal.

Optimisme Regulator di Tengah Tantangan

Meski data mencerminkan perlambatan, OJK tetap memandang bahwa industri multifinance memiliki ruang untuk tumbuh. Faktor yang menopang optimisme antara lain adalah daya serap pembiayaan kendaraan bermotor, serta peluang di segmen-segmen lain seperti pembiayaan emas, yang belakangan justru mencatat pertumbuhan tinggi.

Sebagai ilustrasi, pembiayaan emas oleh multifinance dilaporkan tumbuh 62,63% hingga mencapai Rp 8,08 miliar per Agustus 2025. Angka ini menandakan adanya diversifikasi pasar yang bisa menjadi bantalan ketika pembiayaan kendaraan melambat.

“Untuk mencapai pertumbuhan yang positif hingga akhir 2025, perusahaan multifinance perlu lebih agresif dalam memperluas piutang pembiayaan di segmen-segmen potensial,” kata Agusman menambahkan.

Tekanan dan Faktor Eksternal

Perlambatan multifinance tak lepas dari sejumlah faktor eksternal. Kenaikan suku bunga, kehati-hatian konsumen dalam mengambil kredit baru, serta dinamika ekonomi global memberi pengaruh signifikan terhadap daya beli masyarakat. Belum lagi, sektor otomotif yang menjadi kontributor utama bagi multifinance juga sedang menghadapi tekanan pasar.

Meski begitu, OJK menilai bahwa multifinance masih memiliki daya tahan. Kuncinya terletak pada diversifikasi produk, penguatan tata kelola, serta kepatuhan perusahaan terhadap regulasi ekuitas minimum. Seperti diberitakan sebelumnya, masih ada empat perusahaan yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum, dan OJK memastikan akan melakukan penegakan kepatuhan.

Harapan di Sisa Tahun 2025

Dengan proyeksi yang cenderung lebih konservatif, regulator berharap pelaku industri tidak terlena oleh perlambatan ini. Sebaliknya, perlambatan harus dijadikan momentum untuk mengevaluasi strategi bisnis.

Peluang di sektor pembiayaan emas, alat berat, maupun sektor produktif lainnya dipandang bisa memberi tambahan tenaga bagi pertumbuhan. Selain itu, digitalisasi dan layanan berbasis teknologi juga menjadi instrumen penting untuk menjangkau lebih banyak konsumen.

Industri multifinance sendiri masih menjadi salah satu penopang utama penyaluran pembiayaan di Indonesia. Dengan nilai piutang lebih dari Rp 400 triliun, industri ini berperan signifikan dalam mendukung konsumsi masyarakat sekaligus menopang sektor otomotif, properti, dan berbagai kebutuhan produktif.

Menjaga Ekspektasi

Perlambatan tentu menjadi tantangan, tetapi OJK berusaha menjaga ekspektasi agar tidak berubah menjadi pesimisme. Prospek pertumbuhan positif masih terbuka, walaupun tidak sebesar perkiraan awal.

Agusman menegaskan kembali bahwa industri multifinance tetap berada di jalur pertumbuhan. “Meskipun terdapat risiko akan bias ke bawah dari proyeksi awal, industri multifinance diperkirakan tetap tumbuh positif hingga akhir 2025,” ujarnya.

Dengan demikian, meski laju melambat, arah pertumbuhan industri multifinance tetap bergerak maju. Optimisme regulator menjadi penopang utama, sementara adaptasi dan strategi dari pelaku usaha akan menjadi kunci bagi tercapainya pertumbuhan di tengah perlambatan.

Terkini