Transformasi K3 di Perusahaan: Menaker Ajak Bangun Lingkungan Kerja Aman dan Human-Centered
- Kamis, 30 Oktober 2025
JAKARTA - Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bukan sekadar prosedur atau aturan formal di perusahaan.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menekankan pentingnya membangun budaya K3 yang berfokus pada manusia, di mana setiap elemen perusahaan—dari pimpinan hingga pekerja terlibat aktif dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan produktif.
“Ada yang harus kita ubah, yaitu pola pikir lama tentang K3 menjadi pola pikir yang menurut saya seharusnya,” ujar Menaker Yassierli dalam keterangannya di Jakarta, Kamis. Pernyataan ini menjadi panggilan bagi perusahaan untuk meninjau kembali konsep K3 yang diterapkan selama ini.
Baca JugaMutuagung Fokus Kembangkan Layanan Hijau, Halal, dan Digital
Menggeser Paradigma Keselamatan dari Angka ke Kapasitas
Salah satu inti dari perubahan pola pikir yang diusung Menaker adalah menggeser definisi keselamatan. Selama ini, keselamatan sering dipandang semata-mata sebagai ketiadaan kecelakaan. Menaker menekankan bahwa pengukuran keselamatan harus lebih mendalam: dari bagaimana kapasitas dan kesiapan sistem K3 dijalankan, bukan hanya laporan insiden yang nihil.
Ia mencontohkan, “seseorang yang sehat bukan berarti tidak pernah sakit, tetapi dapat dilihat dari upaya untuk menjadi sehat, seperti seberapa sering ia berolahraga.” Begitu juga perusahaan; tidak terjadinya kecelakaan kerja bukan berarti sistem K3-nya sempurna. Menaker menekankan pentingnya evaluasi berkelanjutan terhadap program-program K3, sehingga setiap tindakan pencegahan dapat dijalankan secara optimal.
Manusia sebagai Solusi, Bukan Masalah
Pola pikir berikutnya yang perlu diubah adalah pandangan terhadap pekerja. Menaker Yassierli menegaskan, manusia bukanlah masalah, melainkan solusi. Pekerja sehari-hari memiliki wawasan yang tak tergantikan mengenai risiko, potensi bahaya, dan kondisi lingkungan kerja. Dengan melibatkan mereka dalam perencanaan K3, perusahaan dapat membangun ketahanan dan resiliensi yang nyata di tempat kerja.
“Kalau kita mau membangun resiliensi, libatkan para pekerja dan bangun hubungan baik dengan mereka. Mereka yang sehari-hari tahu di mana potensi kecelakaan kerja, risiko, dan daerah yang berbahaya,” jelas Menaker. Pendekatan ini menekankan kolaborasi antara manajemen dan pekerja, bukan hierarki top-down yang sering menimbulkan jarak komunikasi.
Faktor Manusia sebagai Proaktif dan Preventif
Selain mengubah paradigma keselamatan dan hubungan dengan pekerja, Menaker menyoroti pentingnya melihat kesalahan manusia secara konstruktif. Kesalahan tidak semata-mata untuk disalahkan, tetapi sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki sistem. Pendekatan ini mengedepankan proaktivitas dan pencegahan, sehingga setiap pekerja menjadi bagian aktif dalam menjaga keselamatan dan kesehatan di lingkungan kerja.
Melalui penerapan pola pikir ini, Menaker berharap perusahaan dapat membangun budaya K3 yang kuat, berkelanjutan, dan mampu meningkatkan kepatuhan sekaligus produktivitas di tempat kerja. “Sehingga (pada akhirnya mampu) meningkatkan kepatuhan dan produktivitas di tempat kerja,” tuturnya.
Implementasi dan Manfaat Jangka Panjang
Mengadopsi budaya K3 berbasis manusia bukan hanya bermanfaat bagi keselamatan pekerja, tetapi juga memberi dampak positif bagi perusahaan secara keseluruhan. Lingkungan kerja yang aman dan sehat mendorong kinerja lebih baik, mengurangi risiko kecelakaan, serta menumbuhkan rasa kepemilikan pekerja terhadap proses kerja.
Menaker Yassierli menekankan pentingnya konsistensi dan pengawasan, agar budaya K3 yang baru ini bisa diterapkan dengan maksimal. Evaluasi berkelanjutan, pelatihan, serta komunikasi terbuka antara manajemen dan pekerja menjadi kunci sukses. Dengan pendekatan ini, K3 tidak lagi dilihat sebagai kewajiban administratif, tetapi sebagai bagian integral dari pengelolaan perusahaan yang berkelanjutan dan manusiawi.
Perubahan pola pikir K3 ini juga menjadi investasi jangka panjang. Pekerja yang sehat, terlibat, dan memiliki kesadaran tinggi terhadap keselamatan akan membawa manfaat bagi produktivitas perusahaan, kualitas kerja, dan reputasi bisnis. Menaker menekankan bahwa budaya K3 yang matang lahir dari keterlibatan semua pihak, bukan hanya penerapan aturan formal semata.
Dengan langkah-langkah ini, Menaker Yassierli berharap perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat membangun budaya K3 yang adaptif, human-centered, dan produktif, sehingga keselamatan kerja menjadi bagian dari DNA organisasi yang tidak terpisahkan.
Mazroh Atul Jannah
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
DPR Tegaskan Kualitas Layanan Haji Tetap Optimal Meski Biaya Dipangkas
- Kamis, 30 Oktober 2025
Kemenko dan BGN Mantapkan Sinergi Sukseskan Program Makan Bergizi Gratis
- Kamis, 30 Oktober 2025
Menhan Sjafrie dan David Hurley Teguhkan Persahabatan Militer Indonesia–Australia
- Kamis, 30 Oktober 2025
Bansos PKH dan BLT Rp 900 Ribu dari Pemerintah Prabowo Cair, Simak Jadwalnya
- Kamis, 30 Oktober 2025













