JAKARTA - Kementerian Kehutanan Republik Indonesia memastikan seluruh kayu yang diproduksi dan diperdagangkan berasal dari sumber yang legal, lestari, dan terverifikasi.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kemenhut, Laksmi Wijayanti, menegaskan bahwa pemanfaatan hasil hutan kayu dilakukan berdasarkan kerangka hukum yang ketat. Skema Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), Perhutanan Sosial, dan Hak Pengelolaan di kawasan hutan menjadi rujukan utama, ditambah izin pemanfaatan kayu non-kehutanan (PKKNK) untuk Areal Penggunaan Lain (APL).
Laksmi menjelaskan, “Berdasarkan peraturan perundangan, kayu yang dihasilkan dari PBPH di kawasan hutan maupun dari izin PKKNK di areal penggunaan lain merupakan hasil dari proses legal yang diawasi dan diverifikasi ketat oleh Pemerintah melalui Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian [SVLK].”
Baca Juga
Pemanfaatan kayu ini dimaksudkan untuk menjaga karakter hutan sebagai sumber daya alam yang dapat diperbarui (renewable natural resources), sekaligus memberikan manfaat optimal bagi masyarakat dan ekonomi nasional.
Deforestasi vs Pemanfaatan Legal Kayu
Laksmi menekankan perbedaan antara deforestasi ilegal dan pembukaan lahan yang dilakukan sesuai izin resmi. “Makna deforestasi dalam kebijakan kehutanan di Indonesia adalah perubahan permanen dari area berhutan menjadi tidak berhutan,” jelasnya.
Menurut Kemenhut, kegiatan pemanfaatan kayu melalui mekanisme perizinan resmi, seperti hutan tanaman, pembangunan fasilitas umum, atau pemanfaatan kawasan untuk kepentingan nasional, tidak otomatis dikategorikan sebagai deforestasi ilegal.
Perbedaan ini penting untuk dipahami publik dan investor global yang menaruh perhatian pada perdagangan kayu bebas deforestasi. Proses pembukaan lahan yang legal selalu disertai rencana pengelolaan hutan lestari, termasuk reforestasi dan konservasi keanekaragaman hayati.
SVLK: Jaminan Legalitas dan Kelestarian Kayu
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan (BPPHH), Erwan Sudaryanto, menambahkan bahwa seluruh kayu yang beredar dari kegiatan berizin wajib memiliki dokumen verifikasi dalam skema SVLK. Sistem ini memastikan kayu tidak hanya legal, tetapi juga diproduksi dan diperdagangkan dengan prinsip kelestarian lingkungan dan keterlacakan (traceability).
“Indonesia menjadi salah satu negara dengan sistem verifikasi kayu paling transparan di dunia,” ujar Erwan. Ia menekankan bahwa SVLK terus diperkuat agar selaras dengan regulasi global, termasuk kebijakan perdagangan bebas deforestasi, sambil tetap menjaga keadilan bagi pelaku usaha lokal dan masyarakat yang bergantung pada pemanfaatan hasil hutan.
Hasil dari kegiatan penyiapan lahan PBPH maupun PKKNK dikenal sebagai kayu konversi atau kayu hasil land clearing. Selama berasal dari pemegang izin sah dan diproses melalui SVLK, kayu ini diakui sepenuhnya legal. Dengan mekanisme ini, pemerintah menegaskan bahwa produksi kayu Indonesia bukan ancaman bagi hutan, tetapi bagian dari pengelolaan lanskap yang berkelanjutan.
Kegiatan Pemegang Izin: Reforestasi dan Pelibatan Masyarakat
Peraturan perundangan menuntut setiap pemegang izin PBPH untuk melakukan penanaman kembali, konservasi keanekaragaman hayati, dan pelibatan masyarakat sekitar. Laksmi menjelaskan, “Pembukaan lahan pada areal PBPH Hutan Tanaman dan PKKNK merupakan bagian dari proses pengelolaan lanskap yang legal dan terukur. Dalam konteks PBPH Hutan Tanaman, kegiatan tersebut diikuti oleh penanaman kembali [reforestasi] sehingga fungsi hutan tetap terjaga dalam siklus pengelolaan yang berkelanjutan.”
Dengan mekanisme ini, aktivitas pemanfaatan kayu tidak merusak ekosistem hutan, melainkan mendukung pertumbuhan industri kehutanan yang produktif dan bertanggung jawab. Kegiatan tersebut juga memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat lokal, termasuk lapangan kerja dan akses terhadap sumber daya hutan secara berkelanjutan.
Indonesia Siap Hadapi Standar Global
Kemenhut menegaskan bahwa sistem legalitas dan kelestarian kayu Indonesia siap menghadapi tuntutan regulasi internasional, termasuk dari pasar Eropa yang mewajibkan kayu bebas deforestasi. Dengan SVLK, setiap kayu yang diekspor memiliki sertifikasi legalitas, kelestarian, dan keterlacakan penuh.
Erwan menambahkan, SVLK tidak hanya sebagai alat verifikasi domestik, tetapi juga sebagai jaminan bagi pasar global bahwa Indonesia mengelola hutan secara bertanggung jawab. Hal ini memungkinkan industri kayu Indonesia tetap kompetitif, sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem hutan dan keberlanjutan sumber daya alam.
Dengan pengawasan ketat, sistem perizinan yang jelas, dan penerapan prinsip pengelolaan hutan lestari, Kemenhut memastikan bahwa kayu Indonesia bukan hanya legal, tetapi juga ramah lingkungan. Indonesia menunjukkan bahwa pengelolaan hutan dapat berkelanjutan sekaligus mendukung perekonomian, melawan persepsi deforestasi, dan memperkuat posisi di pasar kayu global.
Wildan Dwi Aldi Saputra
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Rumah Subsidi Jadi Solusi Nyata, Bukan Sekadar Angan Masyarakat Indonesia
- Jumat, 24 Oktober 2025
Terpopuler
1.
2.
3.
4.
PLTA Poso, Energi Hijau yang Menyala dari Jantung Sulawesi
- 24 Oktober 2025
5.
Sinergi Energi Hijau, PLN Mantapkan Arah Proyek WTE Nasional
- 24 Oktober 2025









