Senin, 20 Oktober 2025

Harga Minyak Dunia Melemah Tertekan Konflik Dagang Global

Harga Minyak Dunia Melemah Tertekan Konflik Dagang Global
Harga Minyak Dunia Melemah Tertekan Konflik Dagang Global

JAKARTA - Pasar minyak internasional kembali menghadapi tekanan berat. Awal pekan ini, harga minyak dunia mencatat penurunan yang dipicu kekhawatiran mengenai kelebihan pasokan global serta ancaman perlambatan ekonomi akibat meningkatnya tensi dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Pergerakan harga ini memperlihatkan bagaimana geopolitik dan dinamika perdagangan global masih menjadi faktor dominan yang membentuk arah komoditas energi strategis tersebut. Kondisi ini memberi sinyal bahwa ketidakpastian pasar energi belum akan mereda dalam waktu dekat.

Penurunan Harga di Awal Pekan

Baca Juga

Bappenas Dorong Bali Jadi Model Ekonomi Berkelanjutan Nasional

Mengutip laporan Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent turun 24 sen atau 0,4 persen menjadi US$61,05 per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) melemah 21 sen atau 0,4 persen ke posisi US$57,33 per barel.

Penurunan harga di awal pekan ini menambah deretan tren negatif. Kedua acuan harga minyak tersebut tercatat turun lebih dari 2 persen sepanjang pekan lalu, menandai penurunan selama tiga minggu berturut-turut. Tekanan harga semakin kuat setelah International Energy Agency (IEA) merilis proyeksi bahwa kelebihan pasokan minyak akan meningkat pada 2026.

Analis Fujitomi Securities, Toshitaka Tazawa, menilai kombinasi dari meningkatnya produksi minyak dan memanasnya tensi dagang antara AS dan China membuat harga sulit bangkit.

“Kekhawatiran terhadap kelebihan pasokan dari peningkatan produksi negara-negara penghasil minyak, ditambah potensi perlambatan ekonomi akibat memanasnya tensi dagang AS-China, menekan harga minyak,” jelas Tazawa.

Geopolitik dan Tekanan Dagang

Pasar energi semakin sulit ditebak di tengah memanasnya hubungan AS dan China. Kedua negara yang juga merupakan konsumen minyak terbesar dunia kembali terlibat aksi balas kebijakan dagang. Belum lama ini, AS dan China memberlakukan biaya tambahan di pelabuhan terhadap kapal pengangkut kargo antar kedua negara. Kebijakan tersebut menimbulkan kekhawatiran serius akan terganggunya arus perdagangan global.

Dampak dari langkah itu tidak hanya terbatas pada aktivitas perdagangan barang konsumsi, tetapi juga berimbas ke sektor energi. Pasalnya, perlambatan ekonomi global akibat hambatan dagang otomatis akan menurunkan permintaan minyak, sementara produksi terus meningkat.

Kepala World Trade Organization (WTO) bahkan memperingatkan bahwa pemisahan ekonomi antara AS dan China bisa memangkas output ekonomi global hingga 7 persen dalam jangka panjang. Seruan agar kedua negara menurunkan tensi dagang kembali dilontarkan pekan lalu, meski hingga kini belum ada sinyal peredaan konflik.

Pertemuan Trump dan Putin Jadi Sorotan

Selain faktor dagang, situasi politik internasional juga menambah ketidakpastian pasar energi. Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin dijadwalkan menggelar pertemuan untuk membahas konflik Ukraina. Namun, langkah ini tetap dibayangi sikap Washington yang memperketat tekanan terhadap pembeli minyak asal Rusia.

Di sisi lain, AS dan Eropa terus berupaya menekan India serta China agar menghentikan impor minyak dari Rusia. Upaya ini, jika berlanjut, berpotensi memengaruhi keseimbangan pasokan global sekaligus mengganggu jalur distribusi energi.

Pasar melihat perkembangan ini sebagai faktor yang memperbesar risiko ketidakstabilan harga minyak. Sebab, Rusia masih menjadi salah satu pemain utama dalam produksi energi global, terutama setelah sanksi internasional membuat distribusi minyak dari negara tersebut semakin rumit.

Pasokan Melimpah Menjadi Tantangan

Tekanan harga minyak tidak hanya datang dari sisi permintaan, tetapi juga dipengaruhi pasokan yang melimpah. Data mingguan Baker Hughes menunjukkan bahwa perusahaan energi AS pekan lalu menambah jumlah rig minyak dan gas untuk pertama kalinya dalam tiga pekan terakhir.

Tambahan rig ini menandakan bahwa produksi AS bisa kembali meningkat, memperbesar potensi kelebihan pasokan global. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi harga minyak untuk kembali stabil dalam waktu dekat, mengingat permintaan energi global justru tengah dibayangi ketidakpastian ekonomi.

Arah Pasar Masih Penuh Ketidakpastian

Melihat berbagai faktor yang ada, mulai dari memanasnya perang dagang AS-China, tekanan geopolitik Rusia-Ukraina, hingga kelebihan pasokan global, pasar minyak dunia masih akan sulit mendapatkan kestabilan harga.

Penurunan harga dalam tiga pekan berturut-turut menjadi cerminan bahwa sentimen negatif lebih dominan dibandingkan potensi rebound jangka pendek. Selama belum ada kejelasan mengenai arah kebijakan perdagangan global, pasar energi diperkirakan masih akan menghadapi tekanan.

Situasi ini sekaligus menjadi pengingat bahwa harga minyak sangat rentan terhadap dinamika geopolitik. Kelebihan pasokan di satu sisi, dan pelemahan permintaan akibat ketidakpastian ekonomi di sisi lain, menciptakan kondisi yang sulit diprediksi bagi pelaku pasar.

Wildan Dwi Aldi Saputra

Wildan Dwi Aldi Saputra

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Harga Sawit Jambi Tembus Rp3.666 per Kg Oktober 2025

Harga Sawit Jambi Tembus Rp3.666 per Kg Oktober 2025

Jember Dapat Tambahan 10 Ribu Rumah Subsidi Oktober 2025

Jember Dapat Tambahan 10 Ribu Rumah Subsidi Oktober 2025

Harga Gabah Tetap Tinggi Meski Panen Raya Indramayu Tiba

Harga Gabah Tetap Tinggi Meski Panen Raya Indramayu Tiba

Pertamina Tekan Emisi Lewat PLTS Rokan Berkapasitas 25,7 MWp

Pertamina Tekan Emisi Lewat PLTS Rokan Berkapasitas 25,7 MWp

Tarif Token Listrik PLN Terbaru Berlaku Mulai 20-26 Oktober 2025

Tarif Token Listrik PLN Terbaru Berlaku Mulai 20-26 Oktober 2025