
JAKARTA - Menjelang akhir pekan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan mengalami pergerakan fluktuatif.
Mata uang Garuda diproyeksi akan bergerak di rentang Rp16.580 hingga Rp16.620 pada perdagangan Jumat, 17 Oktober 2025.
Data penutupan perdagangan Kamis, 16 Oktober 2025, menunjukkan rupiah mengalami pelemahan tipis. Rupiah terdepresiasi sebesar 0,03% atau 5 poin dan ditutup pada level Rp16.581 per dolar AS.
Baca Juga
Sementara itu, indeks dolar AS yang menjadi acuan global juga mengalami penurunan sebesar 0,16% ke posisi 98,63. Hal ini menandakan bahwa tekanan terhadap mata uang global cukup merata dalam beberapa hari terakhir.
Mata uang dari beberapa negara Asia juga mencatat pelemahan terhadap dolar AS. Di antaranya yen Jepang yang melemah 0,11%, dolar Taiwan turun 0,24%, dan peso Filipina melemah 0,15%.
Mata Uang Asia Tunjukkan Pola Campuran
Di sisi lain, beberapa mata uang Asia lainnya justru mencatat penguatan terhadap dolar AS. Misalnya, dolar Hong Kong yang terapresiasi 0,04% dan rupee India naik 0,24%.
Won Korea Selatan menjadi yang paling menonjol dengan penguatan sebesar 0,31% terhadap dolar AS. Perbedaan ini menunjukkan dinamika yang kompleks dalam pasar mata uang kawasan.
Pelemahan nilai tukar rupiah masih tergolong wajar dalam konteks tekanan global yang terjadi saat ini. Pergerakan ini sejalan dengan tren pasar keuangan internasional yang masih diliputi ketidakpastian.
Fluktuasi rupiah dianggap sebagai respons pasar atas kondisi makroekonomi global dan regional. Meski demikian, pelaku pasar tetap optimis stabilitas nilai tukar akan terjaga dalam jangka menengah.
Proyeksi Pelemahan dari Pengamat Komoditas
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, turut memberikan pandangan terkait kondisi rupiah saat ini. Ia memproyeksikan bahwa rupiah masih berpotensi melemah pada perdagangan hari ini.
Menurutnya, salah satu faktor utama yang menekan rupiah berasal dari sentimen eksternal. Ekspektasi pelaku pasar terhadap penurunan suku bunga oleh The Fed menjadi sorotan utama.
“Beige Book Federal Reserve, yang dirilis pada hari Rabu, menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi AS hanya sedikit berubah dalam beberapa pekan terakhir, dengan para pelaku bisnis menyebutkan permintaan yang lebih lambat dan tekanan biaya yang masih ada,” ujar Ibrahim. Ia menekankan bahwa kondisi ini membuka ruang bagi pemangkasan suku bunga lebih lanjut.
Diprediksi The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada Oktober ini. Penurunan berikutnya juga diperkirakan terjadi pada Desember, menandai tren pelonggaran kebijakan moneter AS.
Ketidakpastian Global Masih Menekan Pasar
Selain ekspektasi kebijakan suku bunga, tekanan global lainnya datang dari ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China. Isu ini terus menjadi perhatian pasar karena berdampak luas pada stabilitas ekonomi global.
Ketegangan yang belum mereda membuat investor cenderung bersikap hati-hati terhadap aset berisiko. Dampaknya terasa pada pasar uang, termasuk terhadap pergerakan mata uang negara berkembang seperti Indonesia.
Selain itu, ketidakpastian juga dipicu oleh situasi politik dalam negeri Amerika Serikat. Pemerintahan AS yang masih mengalami shutdown hingga pekan ketiga membuat banyak agenda ekonomi tertunda.
Hal ini menyebabkan sejumlah data penting ekonomi AS belum dirilis secara resmi. Minimnya data ekonomi membuat pelaku pasar kesulitan membaca arah perekonomian AS secara akurat.
Data Domestik dan Prospek Stabilitas Rupiah
Dari dalam negeri, pasar saat ini menantikan sejumlah indikator ekonomi yang dirilis oleh Bank Indonesia. Salah satu yang menjadi perhatian adalah data utang luar negeri (ULN) Indonesia per akhir Agustus 2025.
Bank Indonesia mencatat posisi ULN Indonesia pada Agustus 2025 sebesar US$431,9 miliar. Angka ini menurun dibandingkan dengan posisi ULN pada bulan Juli yang tercatat sebesar US$432,5 miliar.
Jika dilihat secara tahunan, pertumbuhan ULN Indonesia pada Agustus tercatat 2% year-on-year (YoY). Ini menurun dari laju pertumbuhan pada Juli 2025 yang mencapai 4,2% YoY.
Data ini mencerminkan penurunan dalam laju pertumbuhan utang luar negeri. Meski demikian, angka tersebut masih berada dalam batas aman dan terpantau stabil.
Fokus pasar kini tertuju pada langkah lanjutan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas rupiah. Kebijakan moneter yang konsisten dan komunikasi yang baik dari otoritas akan sangat dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan pasar.

Sutomo
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Victoria Insurance Tingkatkan Modal Lewat Private Placement 146 Juta Saham
- Jumat, 17 Oktober 2025
Salesforce Andalkan Agentic AI untuk Transformasi Layanan Pelanggan
- Jumat, 17 Oktober 2025
Berita Lainnya
Penerimaan Pajak Melemah, Shortfall Berpotensi Kian Melebar Tahun Ini
- Jumat, 17 Oktober 2025
Terpopuler
1.
BYD Perkuat Komitmen Keselamatan Lewat Penarikan 115 Ribu Mobil
- 17 Oktober 2025
2.
3.
4.
GTS International Siap Perkuat Armada dengan Kapal LNG Baru
- 17 Oktober 2025