Pakar kesehatan Profesor Tikki Pangestu mengidentifikasi tiga faktor utama yang menghambat penurunan prevalensi merokok secara global
- Selasa, 15 April 2025

JAKARTA - Faktor pertama adalah penolakan dari kelompok pengendalian antitembakau terhadap pendekatan pengurangan risiko tembakau. Mereka cenderung fokus pada kebijakan larangan dan pembatasan tanpa mempertimbangkan perlindungan kesehatan bagi perokok yang ingin beralih ke produk dengan risiko lebih rendah. Profesor Tikki menekankan bahwa pendekatan ini tidak selalu berhasil dan sering dikaitkan dengan kekambuhan yang tinggi.
Faktor kedua terkait dengan posisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Profesor Tikki mengamati bahwa banyak negara berpenghasilan menengah ke bawah cenderung mengikuti sikap WHO yang menolak pendekatan pengurangan risiko tembakau. Akibatnya, negara-negara tersebut seringkali tidak dapat menilai manfaat dari implementasi pendekatan ini melalui penggunaan produk tembakau alternatif.
Faktor ketiga adalah misinformasi mengenai produk tembakau alternatif. Profesor Tikki menyebut bahwa salah satu bentuk misinformasi yang umum adalah anggapan bahwa produk tersebut memiliki risiko kesehatan yang setara dengan rokok konvensional. Padahal, produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin terbukti memiliki potensi risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok yang dibakar. Profesor Tikki menegaskan bahwa produk tembakau alternatif bahkan lebih efektif daripada terapi pengganti nikotin (NRT) dalam membantu perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaan merokok mereka.
Baca Juga
Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, Profesor Tikki mengusulkan penerapan kebijakan komplementer yang berbasis bukti ilmiah. Kebijakan ini harus rasional, proporsional, dan berbasis risiko, serta mempertimbangkan ilmu pengetahuan, sumber daya, situasi politik, ekonomi, dan budaya lokal. Dengan demikian, implementasinya dapat lebih tepat sasaran. Profesor Tikki menambahkan bahwa kajian ilmiah menjadi bagian integral dalam mencari solusi untuk mengurangi prevalensi merokok di Indonesia.
Sebagai contoh keberhasilan, Jepang telah mengimplementasikan kebijakan berbasis bukti ilmiah dengan mendorong pemanfaatan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan. Berkat kebijakan tersebut, angka perokok di Jepang mengalami penurunan. Hasil survei Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang menunjukkan bahwa jumlah perokok pria turun 3,4 poin menjadi 25,4 persen, sedangkan perokok wanita turun 1,1 poin menjadi 7,7 persen pada tahun 2022.
Profesor Tikki menekankan pentingnya mempromosikan produk tembakau alternatif untuk menurunkan jumlah perokok dan beban biaya kesehatan di Indonesia. Ia berharap pemerintah dapat mengoptimalkan potensi produk tembakau alternatif sebagai salah satu solusi efektif untuk membantu perokok dewasa beralih dari kebiasaan merokok mereka. Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang bahaya merokok dan penyediaan berbagai metode berhenti merokok yang adil dan rasional juga dianggap penting. Hal ini membutuhkan kemauan dan komitmen politik, sumber daya, serta dukungan dari semua pemangku kepentingan.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan berbasis bukti ilmiah, diharapkan prevalensi merokok dapat diturunkan secara signifikan, sehingga mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan beban biaya kesehatan.

David
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Sinergi BRIN dan UBSI Dorong Riset Inovasi Indonesia
- 11 September 2025
2.
Yamaha Uji Pasar Kendaraan Listrik Swap Battery
- 11 September 2025
3.
Jepang Masih Jadi Destinasi Wisata Favorit Global
- 11 September 2025
4.
Jadwal Pelni KM Nggapulu September Oktober 2025
- 11 September 2025
5.
HUT KAI 2025 Hadirkan Promo Diskon Tiket Spesial
- 11 September 2025