JAKARTA - Dalam upaya memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar minyak (BBM), Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menginstruksikan PT Pertamina (Persero) untuk meningkatkan produksi minyak nasional. Langkah ini, menurutnya, selaras dengan arahan Presiden RI Prabowo Subianto dalam program Astacita yang bertujuan mewujudkan swasembada energi.
Ketahanan energi merupakan isu strategis yang kian mendesak di tengah kebutuhan energi yang terus bertumbuh. "Ketahanan energi nasional adalah hal yang sangat penting untuk dicapai. Ini menyangkut kondisi terjaminnya ketersediaan energi yang dapat diakses masyarakat dengan harga terjangkau, berjangka panjang, dan tetap memperhatikan perlindungan lingkungan hidup," ungkap Yuliot dalam sebuah pernyataan di Jakarta, Kamis.
Salah satu strategi yang diharapkan dapat membantu mengurangi ketergantungan pada impor adalah melalui implementasi bahan bakar nabati dengan program biofuel B40. Program ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam mengoptimalkan sumber daya energi terbarukan sekaligus mengurangi tekanan terhadap impor minyak.
Namun, tantangan besar yang dihadapi saat ini adalah disparitas yang signifikan antara produksi dan konsumsi minyak nasional. Pada tahun 1997, Indonesia sempat menjadi negara pengekspor minyak dengan produksi yang melebihi kebutuhan domestik. Namun, kini situasinya berbalik drastis. "Saat ini, produksi minyak bumi dalam negeri hanya sekitar 600.000 barel per hari, sementara tingkat konsumsi lebih dari 1,5 juta barel per hari. Akibatnya, kita harus memenuhi kebutuhan tersebut melalui impor," jelas Yuliot.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah terus mendorong peningkatan produksi minyak dan gas nasional, dengan Pertamina memegang peranan krusial. Sebagai perusahaan BUMN terbesar di sektor energi, Pertamina kini menyumbang 60 persen dari total produksi minyak nasional atau sekitar 400.000 barel per hari.
Pemerintah telah menetapkan target ambisius untuk meningkatkan produksi minyak nasional menjadi 700.000 barel per hari pada periode 2025-2026. Diharapkan, kontribusi Pertamina tetap mendominasi dengan proyeksi mencapai 480.000 barel per hari, meningkat sekitar 20 persen dari produksi saat ini. "Pemerintah menargetkan peningkatan produksi minyak nasional hingga 700.000 barel per hari pada 2025-2026. Dengan kontribusi Pertamina yang diproyeksikan tetap 60 persen, target produksi Pertamina diharapkan mencapai 480.000 barel per hari, meningkat sekitar 20 persen dari produksi saat ini," tegas Yuliot.
Pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam upaya mencapai target ketahanan energi juga disoroti Yuliot. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, badan usaha, dan BUMN seperti Pertamina. "Kementerian ESDM dan Pertamina memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga ketahanan energi nasional. Hal ini membutuhkan kolaborasi yang kuat agar arahan Presiden untuk mewujudkan swasembada energi dapat terwujud," tambahnya.
Keberhasilan peningkatan produksi minyak tak hanya bergantung pada upaya teknis dan operasional semata, namun juga dukungan regulasi dan kebijakan yang mendukung percepatan investasi dan pengembangan ladang-ladang minyak baru. Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam menghadapi dinamika kebutuhan energi yang makin kompleks.
Dengan demikian, akselerasi produksi minyak nasional oleh Pertamina serta implementasi program-program nasional seperti biofuel B40 tak hanya diharapkan dapat memangkas ketergantungan pada impor, namun juga memperkuat posisi Indonesia dalam peta ketahanan energi global.