Mengurai Problematika PT Garuda Indonesia: Mengapa Kebijakan Lama Masih Dijalankan?
- Minggu, 16 Februari 2025

JAKARTA - PT Garuda Indonesia, maskapai penerbangan nasional Indonesia, tengah menghadapi krisis yang diakibatkan oleh terus berlanjutnya penerapan Program Kerja lama yang dibangun berdasarkan Visi dan Strategi Garuda pada tahun 2009. Meskipun sudah lebih dari satu dekade berlalu dan situasi sudah berubah drastis, perusahaan dilaporkan belum memperbarui visinya. Kritik ini datang dari berbagai pihak, termasuk pengamat kebijakan publik Bachrul Hakim, yang menganggap kebijakan ini sudah saatnya dihentikan.
Pada 2009, Garuda Indonesia menetapkan visi untuk menjadi maskapai global dengan layanan kelas dunia. Strategi untuk mencapai visi tersebut adalah meningkatkan armada dengan menambah jumlah, membangun armada pesawat terbang yang mewah dan mahal dari berbagai merek dan tipe. Langkah ini pun diaplikasikan dengan menambah jumlah pesawat dari 61 unit menjadi 116 unit, termasuk pembelian model terkemuka seperti Boeing B737-800NG, B737 Max-8, B777-300ER, hingga Airbus A330-900 dan Bombardier CRJ-1000.
Namun, pendakian Garuda menuju kelas dunia tersebut terantuk oleh kenyataan yang menyakitkan. Pada 1998 saja, Garuda sudah membeli pesawat Airbus A330-300 seharga USD 214 juta per unit, meski harga pasaran hanya USD 130 juta. Pada 2009, Garuda menyewa pesawat Boeing B777-300ER dengan harga USD 1.6 juta per bulan, meskipun harga normal di pasaran hanya USD 880 ribu. Anomali harga ini menjadi salah satu contoh keputusan bisnis yang memberatkan Garuda.
Ketika pesawat-pesawat ini mulai berdatangan pada awal 2013, banyak yang dioperasikan dalam kondisi kosong penumpang. Beberapa pesawat lainnya bahkan hanya menunggu di hanggar menanti kepastian penerbangan. Kondisi ini mencapai puncaknya pada 2014 dengan laporan kerugian sebesar USD 372 juta. "Setiap keputusan salah pada masa lalu adalah pelajaran mahal. Ini adalah saat untuk membangun kembali Garuda dengan strategi baru yang lebih realistis," ujar Bachrul Hakim.
Penyebab utama mengapa strategi lama masih dijalankan, menurut beberapa analis, adalah ketidakmampuan manajemen saat itu untuk adaptasi dan menerapkan perubahan yang diperlukan. Hal ini, tentu saja, berakibat buruk pada finansial perusahaan. Status negatif ekuitas Garuda, di mana utangnya jauh melebihi asetnya, adalah bukti perlunya restrukturisasi total.
Pada saat yang sama, pasar transportasi udara global berubah sangat dinamis. Kebijakan lama yang diimplementasikan oleh Garuda tidak lagi tepat seiring perubahan pasar dan preferensi konsumen. Memaksa pesawat berbadan besar beroperasi di rute yang tidak padat atau menggunakan pesawat jarak jauh untuk terbang di rute pendek adalah bentuk inefisiensi yang berarti dari sisi operasional.
Mengelola perusahaan sekompleks Garuda membutuhkan strategi yang tidak hanya canggih, tetapi juga sesuai dengan kodrat bisnis transportasi udara. Prinsip "Ship Follow the Trade" dan "The Right Planes on the Right Routes" seharusnya menjadi pedoman utama. Dengan demikian, perbaikan di sektor operasional harus sejalan dengan transformasi di level manajerial.
Bachrul Hakim, pengamat kebijakan publik, menekankan bahwa kegagalan Garuda di masa lampau seharusnya menjadi referensi dalam penyusunan strategi baru. "It doesn't take a rocket science to see what needs to be done," ungkapnya. Ia mengingatkan pentingnya evaluasi menyeluruh atas program lama dan menyiapkan rencana baru yang lebih relevan demi keberlanjutan perusahaan.
Langkah mendesak yang harus diambil adalah membangun visi dan strategi baru yang mampu membawa Garuda keluar dari krisis. Ini harus dilakukan dengan pendekatan pragmatis dan segera, tanpa menunggu lebih lama lagi. "Keputusan yang salah lebih baik daripada tidak membuat keputusan sama sekali," tambah Bachrul.
Dengan perpaduan dari disiplin strategi yang tepat dan pembaruan visi yang jelas, Garuda Indonesia memiliki peluang untuk bangkit dari keterpurukan. Sementara itu, penting juga untuk mencatat bahwa masa depan Garuda tidak hanya bergantung pada arah kebijakan manajemen tetapi juga pada dukungan pemangku kepentingan untuk menghidupkan kembali ikon nasional ini ke jalur kejayaannya. Mengingat peran penting Garuda sebagai pembawa bendera Merah Putih, pembaruan strategi korporat harus menjadi agenda prioritas bagi seluruh komponen yang terlibat.
Kesimpulannya, untuk benar-benar menjadikan Garuda Indonesia sebagai maskapai yang dapat bersaing di panggung internasional, kecepatan dan ketepatan dalam mengambil keputusan strategis adalah kunci utama. Masa depan akan menantang, tetapi dengan visi baru yang berlandaskan realitas, Garuda memiliki potensi untuk pulih dan berjaya sekali lagi.

Regan
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Libur Maulid, Puncak Bogor Ramai Kendaraan
- 06 September 2025
2.
Praktis Daftar Visa Waiver Jepang Online
- 06 September 2025
3.
Cara Mencairkan Dana BPJS Ketenagakerjaan Praktis
- 06 September 2025
4.
Praktis Cek Jadwal Kapal Pelni Nggapulu September 2025
- 06 September 2025
5.
KAI Layani 138 Ribu Penumpang Libur Maulid
- 06 September 2025