Efisiensi Anggaran Pemerintah, Prediksi Dampak Signifikan pada Sektor Pariwisata DIY
- Rabu, 05 Februari 2025

JAKARTA - Pemotongan anggaran yang diumumkan Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini diprediksi akan berdampak signifikan pada industri pariwisata di Indonesia, khususnya dalam segmen perjalanan pemerintahan. Kebijakan penghematan ini tercantum dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 1/2025 yang bertujuan mengurangi belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hingga Rp50,59 triliun. Namun, hal ini memunculkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri pariwisata terkait penurunan kunjungan dan kegiatan yang biasanya melibatkan aparatur pemerintah.
Trianto Sunarjati, Ketua Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) DIY, menilai bahwa pemangkasan anggaran ini berpotensi merugikan sektor pariwisata, terutama bagi biro perjalanan yang bergantung pada kunjungan kerja dan kegiatan resmi pemerintahan. "Secara angka kami belum bisa sampaikan dampaknya terhadap operasional ke depan," ujar Trianto saat ditemui di Kompleks Kepatihan. Meskipun demikian, ia yakin bahwa seperti pada 2014 ketika kebijakan serupa diterapkan di awal masa jabatan Presiden Jokowi, penurunan sektor ini tidak dapat dihindari.
Trianto menjelaskan lebih lanjut bahwa pemotongan anggaran tidak hanya akan memengaruhi biro perjalanan, tetapi juga sektor-sektor lain yang terkait. "Penurunan ini tidak hanya dirasakan oleh biro perjalanan, tetapi juga berdampak pada pedagang suvenir dan pelaku usaha lain yang bergantung pada pengeluaran wisatawan," tambahnya. ASITA DIY, dengan lebih dari 150 anggota, merasakan tidak meratanya dampak pemotongan anggaran di seluruh lini pasar. Hampir setengah dari anggota mereka berfokus pada operator inbound atau wisatawan asing yang datang untuk berlibur dan mengikuti tur di Indonesia. Segmen ini, menurut Trianto, tetap menunjukkan performa yang baik.
Di sisi lain, biro perjalanan yang menangani wisatawan domestik dan kegiatan umrah serta segmen lainnya mulai merasakan dampak penurunan. Trianto menyatakan bahwa "Segmen Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) yang selama ini merupakan pasar besar juga berpotensi terdampak oleh kebijakan ini." Hal ini mengarah pada berkurangnya kegiatan atau event besar yang sebelumnya diadakan untuk memenuhi permintaan ini, mengurangi arus masuk wisatawan yang memiliki keperluan bisnis dan acara sejenis.
Meskipun tantangan ini nyata, Trianto optimis bahwa solusi dapat ditemukan melalui kolaborasi dan strategi pemasaran yang lebih agresif. "Secara keseluruhan, wisata di Jogja pasti terpengaruh. Harapannya ada kebijakan lain yang bisa menstimulasi pasar agar dampak ini bisa tergantikan. Misalnya, promosi yang lebih gencar untuk menarik wisatawan mancanegara karena promosi harus dilakukan secara terus-menerus," jelasnya. Sebagai respons, ASITA berkomitmen untuk bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah setempat dan pelaku industri lainnya, demi mempertahankan dan mengembangkan sektor pariwisata di masa sulit ini.
Sementara itu, pemerintah diharapkan mengembangkan kebijakan-kebijakan alternatif yang bisa membangkitkan kembali semangat industri pariwisata di Indonesia, terutama di kawasan Yogyakarta yang sangat bergantung pada kunjungan wisata. Trianto menggarisbawahi pentingnya menciptakan dampak jangka panjang yang positif melalui inisiatif-inisiatif yang lebih proaktif.
Di tengah kekhawatiran ini, pelaku industri pariwisata diminta untuk tetap optimis dan terus berinovasi dalam memberikan layanan yang terbaik untuk wisatawan, baik domestik maupun internasional. "Kami yakin bahwa dengan promosi yang tepat dan kerjasama antara pemerintah dan pelaku usaha, pariwisata di Yogyakarta serta daerah lainnya dapat bangkit dan berkembang lebih kuat di masa depan," tutup Trianto dengan penuh harap.
Selain inisiatif promosi, penting juga bagi biro wisata untuk memberikan perhatian lebih pada pengembangan paket-paket wisata yang menarik serta memanfaatkan teknologi digital untuk menembus pasar internasional. Sebuah strategi berkelanjutan yang dapat membantu industri ini bertahan adalah terus meningkatkan pelayanan dan memberikan pengalaman wisata yang berkualitas tinggi, sehingga dapat menarik lebih banyak wisatawan dari luar negeri yang siap berinvestasi.
Kebijakan pemotongan anggaran sekali lagi menjadi ujian bagi daya tahan dan inovasi industri pariwisata Indonesia. Di tengah tantangan ini, sektor ini terus berupaya menemukan keseimbangan antara efisiensi dan kualitas layanan bagi para pelanggannya. Dengan strategi yang tepat dan kerjasama berbagai pihak, diharapkan industri pariwisata dapat bangkit kembali dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian negara.

David
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Mitsubishi Destinator: SUV 7 Penumpang Bertenaga dengan Efisiensi Tinggi
- Selasa, 09 September 2025
Terpopuler
1.
8 Manfaat Parkour Bagi Kesehatan Fisik dan Mental
- 09 September 2025
2.
Coba Bungee Jumping Lambat, Adrenalin Tetap Terasa
- 09 September 2025
3.
Bersepeda Menjadi Solusi Tubuh Sehat dan Bugar
- 09 September 2025
4.
Nikmati Laut, Rasakan Manfaat Diving Untuk Tubuh
- 09 September 2025
5.
Mengenal Taekwondo, Latihan Fisik dan Mental Optimal
- 09 September 2025