JAKARTA - Lonjakan harga emas dalam dua tahun terakhir bukan sekadar hasil dari sentimen pasar atau perilaku investor individu. Di balik kenaikan spektakuler tersebut, terdapat peran besar bank-bank sentral dunia yang secara sistematis menambah cadangan emas mereka. Fenomena ini menjadikan emas kembali menempati posisi strategis dalam stabilitas keuangan global.
Selama ini, cadangan devisa negara-negara di dunia lebih banyak tersimpan dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS) dan obligasi pemerintah AS. Namun, perubahan geopolitik dan ekonomi global yang semakin dinamis membuat banyak negara mulai mengurangi ketergantungan terhadap dolar. Dalam upaya mencari aset yang lebih aman dan stabil, emas pun menjadi pilihan utama.
Ketika nilai dolar menghadapi tekanan, inflasi merangkak naik, dan ketegangan antarnegara meningkat, emas tampil sebagai “mata uang universal” yang tidak bergantung pada janji atau kebijakan suatu pemerintahan.
Baca JugaHutama Karya Tunjuk Mardiansyah, Perkuat Tata Kelola Perusahaan
Dari Kekhawatiran Global ke Aksi Kolektif Bank Sentral
Langkah bank sentral membeli emas dalam jumlah besar bukan tanpa alasan. Kekhawatiran terhadap risiko nilai tukar dolar, sanksi ekonomi, dan ketegangan geopolitik mendorong banyak negara untuk memperkuat posisi cadangan mereka dengan logam mulia.
Emas dianggap mampu menjaga nilai kekayaan nasional di tengah kondisi global yang tidak menentu. Akibatnya, permintaan emas fisik melonjak tajam dan turut mendongkrak harga di pasar dunia.
Berdasarkan data terkini, harga emas global (XAU) telah naik signifikan hingga 66% pada 20 Oktober 2025, ketika menembus level US$4.355,25 per troy ons — salah satu rekor tertinggi sepanjang sejarah perdagangan emas.
Pembelian Emas Bank Sentral Naik 81% dalam Satu Dekade
Menurut laporan World Gold Council (WGC), pembelian emas tahunan oleh bank sentral meningkat drastis hingga 81% dalam kurun 2014–2024. Kenaikan ini menjadi salah satu tren paling menonjol dalam sektor keuangan global dekade terakhir.
Periode setelah 2018 menjadi titik balik penting, di mana pembelian emas mulai naik signifikan. Walau sempat melambat pada 2020 akibat pandemi global, permintaan kembali melonjak pada 2022 hingga 2024 — bahkan melampaui 1.000 ton per tahun.
Jika dibandingkan, dari tahun 2014–2016 total pembelian hanya sekitar 1.575,7 ton, sedangkan periode 2022–2024 mencapai 3.220,2 ton — dua kali lipat dari dekade sebelumnya.
Siapa Pembeli Terbesar? Dominasi Polandia, China, dan Turki
Memasuki semester pertama 2025, sejumlah negara mencatat pembelian signifikan. Polandia memimpin dengan pembelian 67,2 ton emas, disusul Azerbaijan (34,5 ton) dan Kazakhstan (22,1 ton). China, yang dikenal memiliki strategi diversifikasi agresif, menambahkan 19 ton, sementara Turki membeli 17,2 ton.
Negara-negara lain seperti Republik Ceko, Kamboja, Qatar, India, dan Ghana juga ikut menambah cadangan emas mereka. Secara keseluruhan, 23 negara tercatat melakukan peningkatan cadangan di paruh pertama 2025 — menunjukkan partisipasi global yang luas terhadap tren penguatan aset emas.
Dengan meningkatnya permintaan dari sektor resmi, harga emas pun semakin terdorong, menciptakan siklus positif antara sentimen pasar dan kebijakan moneter global.
Cadangan Emas Dunia Capai 36.359 Ton
Hingga September 2025, total cadangan emas resmi global diperkirakan mencapai 36.359 ton, berdasarkan data International Monetary Fund (IMF). Namun, World Gold Council mencatat angka yang bahkan lebih tinggi dari data IMF, menandakan bahwa beberapa negara mungkin tidak secara penuh melaporkan pembelian mereka.
Jika dibandingkan dengan satu dekade sebelumnya, estimasi pembelian emas dalam tiga tahun terakhir meningkat 104% dari periode 2014–2016. Angka ini menegaskan pergeseran besar dalam cara negara-negara mengelola risiko ekonomi dan geopolitik.
Emas: Aset Aman di Tengah Dunia yang Tidak Pasti
Bank sentral bukan sekadar lembaga keuangan biasa. Mereka adalah pengendali arah ekonomi dunia, dengan kekuasaan atas suku bunga, kebijakan moneter, dan kini—komposisi cadangan emas global. Dengan mengatur keseimbangan antara uang fiat dan logam mulia, mereka pada dasarnya menentukan peta kekayaan dan kekuasaan global.
Bagi investor, fenomena ini adalah sinyal kuat. Lonjakan pembelian emas oleh bank sentral menandakan pergeseran strategi global menuju aset lindung nilai. Ketika bahkan otoritas moneter memilih emas dibandingkan dolar, pasar merespons dengan peningkatan harga yang konsisten.
Prospek ke Depan: Emas Tetap Jadi Pelindung Kekayaan
Melihat tren ini, permintaan emas diperkirakan akan tetap kuat di masa mendatang. Dunia saat ini menghadapi pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, inflasi yang sulit dikendalikan, dan gejolak geopolitik yang berulang. Dalam situasi seperti ini, volatilitas pasar berpotensi tetap tinggi.
Dengan kondisi tersebut, emas batangan tetap menjadi aset yang kredibel untuk diversifikasi portofolio, terutama bagi mereka yang menginginkan perlindungan terhadap ketidakpastian ekonomi.
Ketika bank sentral terus menambah cadangan, pesan yang tersirat bagi dunia jelas: emas bukan hanya simbol kekayaan masa lalu, tetapi juga jaminan stabilitas masa depan di tengah ekonomi global yang rapuh.
Wildan Dwi Aldi Saputra
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
BRI Peduli Salurkan Perahu Literasi Tingkatkan Pendidikan Anak Pulau Pesisir Tolitoli
- Sabtu, 25 Oktober 2025
Berita Lainnya
MIND ID Perkuat Komitmen Pendidikan Lewat Pengembangan Pemali Boarding School
- Sabtu, 25 Oktober 2025
Terpopuler
1.
BCA Weekend Banking 2025: Daftar Cabang Buka Sabtu Minggu
- 25 Oktober 2025
2.
Lowongan BNI Fresh Graduate Tersedia Hingga Akhir Oktober 2025
- 25 Oktober 2025
3.
Saldo Minimum Nasabah Prioritas Bank Nasional Terbaru Tahun 2025
- 25 Oktober 2025
4.
5.
BTN Dorong Inovasi Properti Lewat Kompetisi Housingpreneur 2025
- 25 Oktober 2025













