Rabu, 15 Oktober 2025

UU KIP Digugat, KIP Tegaskan Batas Keterbukaan dan Privasi

UU KIP Digugat, KIP Tegaskan Batas Keterbukaan dan Privasi
UU KIP Digugat, KIP Tegaskan Batas Keterbukaan dan Privasi

JAKARTA - Uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang kini bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) mengangkat kembali perdebatan klasik dalam demokrasi: sampai di mana batas keterbukaan informasi, dan sejauh mana hak atas privasi individu harus dilindungi?

Isu tersebut mengemuka dalam gugatan yang diajukan oleh seorang warga bernama Komardin, yang meminta agar dokumen seperti ijazah dan skripsi pejabat maupun mantan pejabat negara tidak lagi masuk dalam kategori informasi yang dikecualikan. 

Gugatan ini, menurutnya, didorong oleh kekhawatiran atas kebenaran data pendidikan pejabat publik yang selama ini menjadi polemik di masyarakat.

Baca Juga

Kenduri Budaya Pangan Lokal Perkuat Kedaulatan Pangan

Gugatan terhadap UU KIP ini mendapat tanggapan dari Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP), Arya Sandhiyudha. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara hak publik untuk tahu dan perlindungan data pribadi setiap warga negara.

"Komisi Informasi Pusat menghormati setiap inisiatif masyarakat yang menggunakan jalur konstitusional untuk memperkuat keterbukaan informasi publik. Gugatan terhadap UU KIP adalah bagian dari dinamika demokrasi yang kami pandang positif sepanjang bertujuan memperbaiki tata kelola keterbukaan," kata Arya.

Arya menyatakan bahwa prinsip keterbukaan dalam UU KIP bersifat "maximum access, limited exception", namun ia juga menegaskan bahwa keterbukaan tetap memiliki batasan hukum. Salah satu batasan tersebut adalah perlindungan atas informasi yang bersifat pribadi.

"Prinsip kami adalah maximum access, limited exception, keterbukaan adalah asas utama, namun tetap harus menghormati perlindungan data pribadi dan martabat individu," ujarnya.

Ia mengakui bahwa informasi seperti ijazah pejabat memang memiliki keterkaitan dengan aspek akuntabilitas publik, namun pembukaannya tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Perlu ada pertimbangan terhadap konteks jabatan, relevansi informasi, serta aspek hukum lainnya yang diatur dalam UU KIP dan UU Perlindungan Data Pribadi.

"Komisi Informasi Pusat akan terus menjadi penjaga keseimbangan antara hak publik untuk tahu dan hak warga negara untuk dilindungi. Semua pihak kami dorong menempuh mekanisme resmi, baik melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi maupun sengketa informasi di Komisi Informasi agar setiap langkah hukum tetap dalam koridor berkeadilan dan beretika," tambah Arya.

Lebih jauh, ia berharap agar momentum ini tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik atau bentuk lain dari penyalahgunaan informasi. Menurutnya, keterbukaan informasi harus dibangun sebagai bagian dari budaya demokrasi yang beradab, bukan justru menjadi alat untuk menciptakan kegaduhan.

"KIP berharap isu tersebut menjadi momentum refleksi bersama untuk memperkuat budaya transparansi yang beradab, bukan membuka ruang politisasi data pribadi," katanya.

Detail Gugatan dan Sidang Perdana di Mahkamah Konstitusi

Sebagaimana diketahui, gugatan terhadap UU KIP ini telah diajukan ke Mahkamah Konstitusi oleh pemohon bernama Komardin. Ia menguji materi Pasal 17 huruf g, Pasal 17 huruf h angka 5, dan Pasal 18 ayat 2 huruf a dari UU Nomor 14 Tahun 2008.

Dalam sidang pendahuluan yang digelar pada Jumat, 10 Oktober 2025, Komardin meminta agar ijazah dan skripsi pejabat atau mantan pejabat negara, termasuk mereka yang dibiayai dengan uang negara, tidak lagi dikecualikan dari akses publik.

"Menyatakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 7 huruf g yang berbunyi, 'Informasi publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang adalah informasi yang dikecualikan,' tetapi skripsi, ijazah seseorang, pejabat, mantan pejabat negara dan/atau semua yang telah digaji dengan menggunakan uang negara tidak termasuk dokumen yang dikecualikan dan dapat diminta jika dibutuhkan keabsahannya oleh publik," ungkap Komardin di hadapan panel hakim MK.

Komardin menuturkan bahwa isu ijazah para pejabat negara telah menyebabkan kegaduhan sosial yang cukup signifikan. Ia mengklaim bahwa gejolak ini bahkan berdampak pada stabilitas ekonomi.

"Terjadi gaduh di mana-mana yang menyebabkan usaha-usaha kami itu sulit. Ya, sering ada demo, kemudian ada perdebatan, dan sebagainya," ujar Komardin.

Pernyataan ini sempat ditanggapi dengan pertanyaan dari Hakim Konstitusi Saldi Isra.

"Jadi gara-gara ijazah ini, terganggu ekonomi Pak? ya?" tanya Saldi.

"Ya, betul," jawab Komardin.

Tak hanya itu, dalam positanya, Komardin juga menyinggung isu ijazah Strata 1 milik Presiden Joko Widodo. Ia menyebut bahwa permasalahan ini diperparah oleh ketidaksediaan pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam memberikan informasi atau klarifikasi.

"Karena itu, pemohon melakukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada UGM di Pengadilan Negeri Sleman dengan tujuan kegaduhan dapat dicegah agar tuntutan pemohon tidak dilanjutkan," jelasnya.

Refleksi Demokrasi dan Tantangan Regulasi Informasi

Gugatan ini menjadi cerminan nyata dari dinamika demokrasi yang terus berkembang di Indonesia. Kebutuhan masyarakat akan transparansi makin meningkat, namun di sisi lain, perlindungan terhadap data pribadi juga menjadi perhatian utama, terutama sejak disahkannya UU Perlindungan Data Pribadi beberapa waktu lalu.

Komisi Informasi Pusat berada di posisi yang tak mudah. Mereka harus menjaga keseimbangan antara kepentingan publik dan hak individu dalam konteks keterbukaan informasi. Proses uji materi di MK ini akan menjadi rujukan penting untuk memperkuat praktik keterbukaan informasi di masa depan—baik dari sisi legalitas maupun etika.

Sebagaimana dikatakan Arya, keterbukaan informasi harus terus dijaga sebagai bagian dari penguatan demokrasi. Namun keterbukaan itu tetap harus dibingkai oleh aturan hukum yang melindungi kehormatan serta martabat setiap warga negara.

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Menteri Imipas Dorong Warga Lapor Layanan Tidak PRIMA

Menteri Imipas Dorong Warga Lapor Layanan Tidak PRIMA

Menko PM Dorong Sinergi Infrastruktur Aman Pesantren

Menko PM Dorong Sinergi Infrastruktur Aman Pesantren

Kemendukbangga Rilis Buku Saku Tingkatkan Literasi Finansial

Kemendukbangga Rilis Buku Saku Tingkatkan Literasi Finansial

Heboh Isu Kenaikan Gaji Pensiun PNS, Faktanya

Heboh Isu Kenaikan Gaji Pensiun PNS, Faktanya

BPJS Kesehatan Bahas Pemutihan Tunggakan Peserta

BPJS Kesehatan Bahas Pemutihan Tunggakan Peserta