
JAKARTA - PT Fast Food Indonesia Tbk. (FAST), emiten ayam goreng hasil kolaborasi Grup Salim dan Gelael, membuka alasan kenaikan liabilitas hingga menyentuh Rp3,97 triliun pada semester I/2025. Kenaikan ini memicu sorotan publik dan investor, terutama terkait pengelolaan utang serta strategi perusahaan menghadapi tekanan ekonomi dan operasional.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, liabilitas FAST meningkat 16,84% secara year-to-date dibandingkan akhir 2024 yang tercatat Rp3,4 triliun. Utang bank jangka pendek tercatat Rp420,3 miliar, naik dari Rp377,58 miliar di Desember 2024. Sementara utang bank jangka panjang melonjak signifikan menjadi Rp931,79 miliar, dibandingkan Rp353,6 miliar pada akhir tahun lalu.
“Perubahan [liabilitas] itu terjadi karena kami pada 2025 melakukan refinancing atas liabilitas yang ada. Fasilitas di 2024 dibayarkan secara penuh ke kewajibannya, kemudian di-rollover ke sifatnya yang lebih panjang,” ujar Wachjudi Martono, Direktur FAST, dalam public expose insidentil.
Baca JugaZoomlion Gandeng Mitra Lokal Tingkatkan Pertambangan Nasional
Langkah refinancing ini dianggap sebagai strategi manajemen keuangan untuk menyesuaikan struktur liabilitas dengan kebutuhan operasional perusahaan, sehingga tekanan pembayaran jangka pendek dapat dikurangi. Meskipun liabilitas membengkak, FAST tetap mencatat ekuitas positif sebesar Rp129,94 miliar, naik dari Rp127,73 miliar pada akhir 2024.
“Peningkatan ekuitas yang tercatat kami lakukan dengan cara improve bisnis itu sendiri,” tambah Wachjudi, menekankan bahwa pertumbuhan modal sendiri berasal dari penguatan kinerja internal dan efisiensi operasional.
Selain liabilitas, total aset FAST juga mengalami kenaikan, menjadi Rp4,1 triliun pada periode yang berakhir 30 Juni 2025, dibandingkan Rp3,52 triliun pada akhir 2024. Peningkatan aset ini menunjukkan adanya investasi berkelanjutan pada gerai, inventaris, dan fasilitas pendukung operasional.
Namun, kinerja operasional FAST masih menghadapi tantangan. Pada paruh pertama 2025, perseroan membukukan rugi bersih Rp138,75 miliar, meski menurun signifikan dari periode sama tahun sebelumnya yang mencatat kerugian Rp348,83 miliar. Di sisi pendapatan, FAST mengalami penurunan 3,12% secara tahunan, menjadi Rp2,4 triliun pada semester I/2025, dibandingkan Rp2,48 triliun pada semester I/2024.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, FAST melakukan langkah-langkah efisiensi yang cukup signifikan. Sampai September 2025, perseroan menutup 19 gerai restoran yang dinilai kurang optimal. Selain itu, FAST melakukan PHK terhadap 400 karyawan, menyesuaikan jumlah staf dengan kebutuhan operasional dan volume transaksi per gerai.
“Kami melakukan efisiensi di segala bidang dan operasi. Sesuaikan jumlah crew dengan transaksi, sehingga ada performa gerai yang efisien,” jelas Wachjudi, menekankan strategi penyesuaian sumber daya manusia dengan kondisi pasar.
Kebijakan ini bagian dari upaya FAST untuk menyeimbangkan struktur biaya dengan pendapatan, sekaligus menjaga kelangsungan bisnis di tengah fluktuasi permintaan pasar. Meskipun terjadi penyesuaian drastis, manajemen yakin langkah ini akan menguatkan profitabilitas jangka menengah dan memperbaiki kinerja keuangan.
Secara keseluruhan, strategi FAST tahun ini terlihat menitikberatkan pada tiga hal: manajemen liabilitas melalui refinancing, efisiensi operasional gerai, dan penyesuaian sumber daya manusia. Langkah-langkah tersebut dinilai penting untuk mengatasi tekanan finansial akibat turunnya pendapatan dan menjaga ekuitas tetap positif.
Ke depan, manajemen FAST menegaskan akan tetap fokus pada penguatan kinerja gerai yang ada, ekspansi selektif, dan peningkatan layanan pelanggan sebagai strategi untuk mempertahankan daya saing di industri makanan cepat saji. Dengan demikian, meski liabilitas meningkat, perusahaan optimistis dapat memperbaiki kinerja keuangan secara berkelanjutan.
Wachjudi menambahkan, “Meningkatkan efisiensi dan menyesuaikan skala operasi bukan hanya untuk menekan biaya, tetapi juga untuk menjamin keberlangsungan bisnis di masa depan.”
Langkah FAST ini menjadi contoh bagaimana perusahaan yang menghadapi tekanan keuangan tetap mengutamakan strategi struktural dan operasional, bukan sekadar menunda kewajiban. Penyesuaian ini diproyeksikan dapat memberikan efek positif terhadap profitabilitas jangka menengah, sekaligus memastikan kelangsungan merek KFC di Indonesia

Wildan Dwi Aldi Saputra
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
BSU Oktober 2025 Belum Dicairkan, Ini Cara Cek Status
- 03 Oktober 2025
2.
DPR Sahkan RUU, Kementerian Resmi Berganti BP BUMN
- 03 Oktober 2025
3.
Pemerintah Wajib Lindungi Petani Tembakau Gagal Panen
- 03 Oktober 2025
4.
BP BUMN Resmi Dibentuk, Tata Kelola BUMN Diperkuat
- 03 Oktober 2025
5.
Zoomlion Gandeng Mitra Lokal Tingkatkan Pertambangan Nasional
- 03 Oktober 2025