Psikolog Ungkap Cara Tepat Hadapi Remaja yang Sering Ngegas Saat Tegur

Selasa, 14 Oktober 2025 | 14:01:31 WIB
Psikolog Ungkap Cara Tepat Hadapi Remaja yang Sering Ngegas Saat Tegur

JAKARTA - Memiliki anak remaja yang tiba-tiba ngegas saat ditegur kerap membuat orangtua bingung dan khawatir. 

Namun, psikolog anak dan play therapy, Anastasia Satriyo, M.Psi, menjelaskan bahwa fenomena ini bukan semata-mata sikap kurang ajar.

Remaja mengalami perubahan biologis yang signifikan pada masa pubertas, terutama perubahan hormon yang memengaruhi emosi dan perilaku. "Jadi kalau itu mirip kayak di film Inside Out, pada saat teenager (remaja) awal itu lagi ada perubahan hormon di otak mereka," ujar Anastasia.

Karena perubahan ini, remaja sering berbicara dengan nada tinggi dan terkesan marah, padahal sebenarnya mereka hanya merespons emosi yang muncul secara spontan. Bagian otak yang mengatur emosi pada masa ini belum matang sehingga mereka sulit mengontrol reaksi.

Sering kali remaja juga tidak sadar bahwa nada suara mereka terdengar kasar bagi orangtua. Mereka hanya mengekspresikan apa yang dirasakan, tanpa maksud untuk menyakiti atau melawan.

Remaja Masih Belajar Mengenal dan Mengelola Emosi

Banyak remaja belum bisa menamai perasaan yang muncul sehingga mereka bereaksi dengan cara yang tampak meledak-ledak. "Anak remaja tuh juga nggak aware (sadar) sama emosinya kan. Kayak, 'Oh yaudah kesel aja'," jelas Anastasia.

Saat mereka merasa kesal atau frustrasi, remaja mungkin ngegas sebagai bentuk pelepasan emosi sementara. Namun, mereka sering berusaha belajar mengontrol diri dan mencoba lagi di lain waktu.

Orangtua harus memahami bahwa masa remaja adalah fase adaptasi emosi yang berat bagi anak. Daripada marah balik, orangtua disarankan memberikan ruang dan dukungan agar remaja belajar mengenali dan mengatur perasaannya.

Penting bagi orangtua untuk sabar dan tidak menghakimi ketika remaja ngegas. Respon yang penuh pengertian membantu membangun komunikasi yang sehat dan menghindari konflik yang berkepanjangan.

Inner Teenager Orangtua dan Dampaknya pada Konflik

Sering kali orangtua ikut terpancing ketika anak remaja berbicara dengan nada tinggi. Hal ini bisa terjadi karena “inner teenager” dalam diri orangtua ikut terpicu oleh kenangan masa kecil dan pengalaman serupa.

Inner teenager adalah bagian batin yang menyimpan perasaan dan pengalaman masa remaja dulu. Ketika mendengar nada tinggi anak, orangtua kadang bereaksi emosional yang sama karena luka lama yang belum sembuh.

“Kadang-kadang kan orangtuanya jadi bereaksi juga, inner teenager kita ke-trigger (kepicu) karena dulu kita dimarahi orangtua,” ucap Anastasia. Kondisi ini membuat suasana jadi lebih panas dan konflik mudah berulang.

Anastasia mengingatkan bahwa orangtua harus berlatih mengendalikan diri agar tidak memperburuk situasi. “Gimana mau ngajarin remaja enggak reaktif, kalau kita juga reaktif,” tegasnya.

Strategi Efektif Menghadapi Anak yang Ngegas

Cara utama menghadapi anak remaja yang ngegas adalah dengan meregulasi diri terlebih dahulu. Teknik sederhana seperti pernapasan dalam dan berjalan kaki bisa membantu menenangkan sistem saraf sebelum menanggapi anak.

“Jadi makin ke sini aku makin melihat penting banget latihan meregulasi sistem saraf, sesederhana latihan napas sama jalan kaki. Jadi kitanya napas dulu,” jelas Anastasia. Dengan menenangkan diri, orangtua dapat merespons dengan tenang dan penuh empati.

Jika nada suara anak mulai meninggi, orangtua bisa menggunakan kalimat yang mengakui perasaan anak tanpa menyalahkan. Contohnya, “Mama ngerasa tersinggung nih pas kamu nada suaranya gede, tapi mama tahu ini karena kamu lagi masuk masa remaja awal ya.”

Pendekatan seperti ini membuat remaja merasa didengar dan dipahami, bukan dihakimi. Dengan komunikasi yang lembut, konflik dapat diminimalkan dan hubungan orangtua-anak menjadi lebih harmonis.

Parenting adalah Proses Belajar yang Berkelanjutan

Tidak ada orangtua yang sempurna dan selalu sabar menghadapi anak remaja. Namun, yang membedakan adalah kemauan orangtua untuk belajar mengenali dan mengatur reaksinya sendiri.

“Kenapa namanya parenting (pengasuhan orangtua), bukan childing (pengasuhan anak), karena kuncinya ada di orangtuanya. Yang mesti kerja keras tuh kita,” kata Anastasia. Pengasuhan yang efektif dimulai dari kesadaran dan kematangan emosional orangtua.

Orangtua yang mampu mengelola emosinya dengan baik mengajarkan anak bahwa marah itu wajar, tapi cara mengekspresikannya bisa lebih sehat. Hal ini membantu remaja belajar mengekspresikan perasaannya tanpa meledak-ledak.

Kesabaran dan latihan pengendalian diri menjadi kunci sukses dalam membangun komunikasi yang positif. Orangtua pun perlu menyadari bahwa perubahan tidak terjadi instan, melainkan melalui proses perbaikan diri setiap hari.

Masa remaja adalah periode yang penuh tantangan emosional bagi anak dan orangtua. Perubahan hormon dan belum matangnya kontrol emosi menjadi penyebab utama reaksi ngegas yang sering muncul.

Orangtua perlu mengubah perspektif dari marah dan menghakimi menjadi pengertian dan empati. Dengan cara ini, mereka dapat membantu anak melewati masa transisi ini dengan lebih baik.

Melalui proses belajar bersama dan komunikasi yang terbuka, hubungan orangtua dan remaja akan semakin kuat dan harmonis. Parenting bukan hanya soal mengatur anak, tapi juga tentang memahami dan mengelola diri sendiri.

Terkini