JAKARTA - Peran Indonesia dalam rantai pasok industri teknologi global kian strategis. Di tengah dominasi produsen Asia seperti China dan Korea Selatan, kini Tanah Air diam-diam menjadi salah satu lokasi penting dalam proses produksi ponsel pintar internasional.
Bukan dari raksasa teknologi ternama, melainkan dari Unplugged, startup asal Limassol, Siprus, yang baru saja mencuri perhatian dunia lewat peluncuran UP Phone—ponsel dengan klaim keamanan data tingkat tinggi.
Produk ini bukan sekadar ponsel biasa. UP Phone disebut-sebut sebagai perangkat dengan privasi terbaik di pasaran saat ini, bahkan diklaim melampaui standar keamanan iPhone 16 Pro dan Galaxy S25. Yang menarik, proses produksinya dilakukan di Indonesia, menjadikan negeri ini bagian dari rantai produksi teknologi tingkat global.
Tampilan Elegan, Klaim Keamanan Tinggi
Secara desain, UP Phone sekilas mengingatkan pada iPhone. Ponsel ini hadir dengan modul kamera bergaya “boba”, tepian layar melengkung, dan bezel tipis. Namun, Unplugged sengaja tidak mengadopsi fitur Dynamic Island yang menjadi ciri khas iPhone terbaru.
Perusahaan menegaskan, UP Phone memberikan keamanan lebih tinggi dibandingkan iPhone 16 Pro maupun Galaxy S25. Klaim itu didasarkan pada jumlah permintaan DNS pihak ketiga: iPhone 16 Pro tercatat 3.181 permintaan, Galaxy S25 sebanyak 1.368, sementara UP Phone tidak memiliki satu pun permintaan DNS pihak ketiga, membuat datanya jauh lebih tertutup.
Dari sisi spesifikasi, ponsel ini ditenagai chip MediaTek Dimensity 1200 dengan layar AMOLED 6,67 inci. Kapasitas RAM-nya 8GB dan penyimpanan internal 256GB, dapat diperluas hingga 1TB. Kamera utama 108MP dilengkapi lensa makro 5MP dan wide 8MP, sedangkan kamera depannya 32MP mendukung kebutuhan selfie dan video call.
Baterainya berkapasitas 4.300 mAh dengan pengisian cepat 33W (kabel) dan 15W (tanpa kabel). Tak ketinggalan fitur pendukung seperti IP53, Wi-Fi 6, NFC, eSIM, jaringan 5G, USB Type-C 2.0, serta speaker ganda.
Produk “Made in Indonesia” untuk Pasar Amerika
Berdasarkan laporan Reuters Agustus 2025, Unplugged secara terbuka menyebut bahwa UP Phone diproduksi di Indonesia sebelum dikirim ke pasar Amerika Serikat dan Kanada. Langkah ini menunjukkan bahwa Indonesia mulai dilirik sebagai lokasi strategis bagi industri perakitan ponsel dunia—tak hanya sebagai pasar konsumen.
Joe Weil, CEO Unplugged, menjelaskan bahwa kemitraan manufaktur di Indonesia memungkinkan perusahaan menekan biaya produksi agar harga jual tetap kompetitif. Saat ini, UP Phone dijual US$989 atau sekitar Rp16 juta, harga yang relatif terjangkau untuk ponsel premium dengan fitur keamanan tinggi.
Tekanan Politik Trump: Produksi Harus Pindah ke AS
Namun, langkah Unplugged tak lepas dari sorotan politik di Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump kembali menegaskan tekanannya agar lebih banyak produsen smartphone memproduksi perangkat langsung di dalam negeri. Dalam beberapa pernyataannya, Trump menyasar sejumlah perusahaan besar, termasuk Apple, untuk membawa proses manufaktur pulang ke AS.
Unplugged pun ikut terdampak dari kebijakan ini. Menurut Reuters, perusahaan berencana membangun fasilitas perakitan di Nevada, AS, setelah sebelumnya sepenuhnya mengandalkan fasilitas di Indonesia.
Meskipun produksi dalam negeri akan meningkatkan ongkos tenaga kerja, Unplugged berupaya mempertahankan harga UP Phone di bawah US$1.000, hanya sedikit lebih tinggi dari harga produksi di Indonesia.
“Langkah pertama yang dilakukan adalah perakitan, bertahap melakukan pengadaan komponen,” ujar Joe Weil kepada Reuters.
Tantangan Besar Produksi di AS
Keputusan ini bukan tanpa konsekuensi. Biaya perakitan ponsel di AS tergolong tinggi karena dua faktor utama: rantai pasok komponen yang masih terpusat di Asia dan harga tenaga kerja dalam negeri yang jauh lebih mahal. Karena itu, Unplugged berencana memulai produksi dalam skala kecil dan stabil, bukan dengan merilis model baru setiap tahun seperti kebanyakan produsen besar lainnya.
Strategi ini mencerminkan kehati-hatian perusahaan dalam menjaga efisiensi biaya sambil memenuhi tekanan politik AS. Weil sendiri tidak merinci berapa banyak unit yang akan dirakit atau siapa mitra kerja perusahaan di Nevada. Ia juga belum mengungkapkan besaran dana investasi untuk pabrik perakitan tersebut.
Indonesia di Panggung Industri Teknologi Dunia
Fakta bahwa Unplugged mempercayakan produksi awal UP Phone di Indonesia menjadi sinyal penting. Ini menunjukkan kepercayaan industri teknologi global terhadap kemampuan manufaktur Tanah Air. Selama ini, negara-negara seperti China, Vietnam, dan India mendominasi sektor produksi smartphone dunia.
Masuknya Indonesia dalam daftar negara produsen untuk pasar Amerika menjadi momentum besar untuk memperkuat industri manufaktur teknologi nasional.
Keunggulan Indonesia antara lain terletak pada biaya tenaga kerja yang lebih kompetitif, ketersediaan kawasan industri, serta kedekatan dengan jalur pasok komponen Asia. Faktor-faktor ini memberi nilai tambah strategis di mata produsen global.
Persaingan Global dan Arah Kebijakan
Di sisi lain, tekanan politik dari Amerika Serikat berpotensi mengubah peta rantai pasok global. Jika kebijakan proteksionis Trump berlanjut, perusahaan-perusahaan seperti Unplugged harus mengatur ulang strategi produksinya. Sebagian mungkin tetap mempertahankan manufaktur di Asia, termasuk Indonesia, untuk menekan biaya.
Namun sebagian lainnya bisa terdorong membangun fasilitas produksi di AS demi menghindari tarif tinggi.
Situasi ini mencerminkan bagaimana politik dan industri teknologi saling berkelindan. Indonesia, dalam posisi ini, berada di tengah pusaran persaingan antara efisiensi biaya produksi dan tekanan geopolitik dari negara tujuan ekspor.
Momentum Emas bagi Indonesia
Kendati ada kemungkinan sebagian produksi akan berpindah ke Nevada, peluang Indonesia untuk terus menjadi basis manufaktur teknologi tidak serta merta hilang. Justru, langkah Unplugged bisa membuka jalan bagi perusahaan teknologi lain untuk melirik Indonesia sebagai basis produksi.
Dengan dukungan regulasi yang tepat, peningkatan SDM, dan insentif investasi, Indonesia berpotensi memperkuat posisinya dalam rantai pasok global. Dari sekadar lokasi perakitan, Indonesia bisa naik kelas menjadi pusat produksi bernilai tambah tinggi.