Rabu, 29 Oktober 2025

GAPKI Pastikan Industri Sawit Siap Hadapi EUDR dari Uni Eropa

GAPKI Pastikan Industri Sawit Siap Hadapi EUDR dari Uni Eropa
GAPKI Pastikan Industri Sawit Siap Hadapi EUDR dari Uni Eropa

JAKARTA - Langkah cepat Uni Eropa memangkas masa penundaan European Union Deforestation Regulation (EUDR) dari satu tahun menjadi enam bulan tidak membuat pelaku industri sawit nasional gentar. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menegaskan bahwa sektor sawit Indonesia telah bersiap menghadapi implementasi penuh aturan antideforestasi tersebut, meski tantangan di lapangan masih ada, terutama di tingkat petani kecil.

Penundaan Diperpendek, GAPKI Tegaskan Kesiapan Industri Sawit

Ketua Umum GAPKI Eddy Martono menyampaikan, sebagian besar perusahaan sawit di Indonesia sudah menyiapkan diri untuk menghadapi regulasi EUDR. Aturan itu menuntut para eksportir komoditas seperti minyak sawit, kopi, dan kakao yang masuk ke pasar Eropa agar memastikan rantai pasoknya bebas dari praktik deforestasi.

Baca Juga

SKK Migas Siapkan Strategi Terpadu untuk Keamanan Hulu Migas Nasional

“Kalau kita lihat, kita sendiri Indonesia, sebenarnya kalau secara perusahaan mereka siap-siap untuk menghadapi EUDR hampir bisa dikatakan siap walaupun tidak semua, tapi siap,” ujar Eddy dalam konferensi pers di Jakarta.

Eddy menjelaskan bahwa mayoritas perusahaan sawit nasional telah mematuhi ketentuan utama EUDR, termasuk larangan membuka lahan baru setelah 31 Desember 2020. Namun, ia menilai persoalan utama bukan berada pada perusahaan besar, melainkan pada petani kecil yang belum memiliki regulasi ketat terkait pembukaan lahan.

“Yang menjadi masalah kita adalah petani-petani ini tidak ada aturan untuk melarang membuka [lahan hutan],” kata Eddy.

Padahal, sesuai aturan EUDR, pelaku usaha wajib memastikan bahwa seluruh rantai pasok mereka tidak bersumber dari area yang berpotensi menyebabkan deforestasi.

Tantangan bagi Petani dan Upaya Pemerintah Indonesia

Meskipun industri besar telah menerapkan praktik berkelanjutan, GAPKI mengingatkan bahwa petani kecil masih menghadapi tantangan besar untuk menyesuaikan diri dengan standar tinggi EUDR. Menurut Eddy, keterbatasan akses informasi dan pendampingan membuat sebagian petani belum memahami kewajiban pelacakan asal-usul lahan.

Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia telah mengantisipasi hal ini melalui kebijakan nasional. Salah satunya tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2019, yang melarang pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit.

“Dalam aturan itu, pengusaha juga tidak boleh menolak bermitra dengan petani rakyat meski terindikasi melanggar aturan EUDR,” jelas Eddy.

Kebijakan tersebut menjadi bagian penting dalam menjaga keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan dan perlindungan terhadap petani rakyat yang menjadi tulang punggung industri sawit Indonesia.

Eddy menambahkan, pemerintah dan pelaku industri kini sedang mencari solusi terbaik untuk membantu petani agar bisa memenuhi standar yang ditetapkan Uni Eropa. Pendampingan teknis dan peningkatan kapasitas akan menjadi langkah penting untuk memastikan keberlanjutan rantai pasok di masa depan.

“Khusus di 2026 seharusnya belum terlalu bermasalah, belum bermasalah. Apabila itu diterapkan, apabila kondisinya masih ada seperti itu,” katanya.

EUDR: Regulasi Global Antideforestasi yang Menuai Kontroversi

Keputusan Komisi Eropa untuk memperpendek masa penundaan EUDR menjadi enam bulan memunculkan beragam reaksi dari negara-negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Sebelumnya, Uni Eropa sempat mempertimbangkan penundaan selama satu tahun penuh sebelum akhirnya memilih periode yang lebih singkat.

Regulasi ini mewajibkan eksportir yang mengirim produk seperti minyak sawit, kedelai, kakao, kopi, dan daging sapi ke pasar Eropa untuk membuktikan bahwa rantai pasok mereka bebas dari aktivitas perusakan hutan. Aturan ini disebut sebagai regulasi pertama di dunia yang secara langsung menargetkan deforestasi akibat konsumsi global.

Tujuan utama EUDR adalah untuk menghentikan sekitar 10% deforestasi global yang disebabkan oleh permintaan impor Uni Eropa. Namun, di sisi lain, kebijakan ini memicu perdebatan karena dianggap memberatkan negara berkembang dan petani kecil, termasuk di Indonesia, Brasil, dan Malaysia—tiga negara eksportir minyak sawit terbesar di dunia.

Komisaris Lingkungan Uni Eropa Jessika Roswall menegaskan bahwa Uni Eropa tetap berkomitmen menjalankan kebijakan hijau ini dengan efektif. “Kami sangat berkomitmen pada tujuan memerangi deforestasi, namun kami juga harus memastikan regulasi ini dapat dijalankan secara efektif,” ujarnya.

Meski demikian, rencana perubahan penundaan EUDR ini masih harus mendapatkan persetujuan Parlemen Eropa dan negara-negara anggota sebelum diterapkan sepenuhnya. Beberapa pihak juga mengusulkan adanya amandemen tambahan untuk memperjelas mekanisme penerapan di lapangan.

GAPKI Dorong Kolaborasi Global dan Keberlanjutan Industri Sawit

Menanggapi dinamika tersebut, GAPKI menilai bahwa dialog konstruktif antara Indonesia dan Uni Eropa sangat penting untuk memastikan penerapan EUDR berjalan adil bagi semua pihak. Eddy menegaskan bahwa industri sawit Indonesia selama ini telah berupaya menjalankan praktik berkelanjutan dan berkomitmen terhadap pengurangan deforestasi.

Menurutnya, kerja sama antara pelaku industri, pemerintah, dan petani menjadi kunci utama dalam menjaga keberlanjutan sektor sawit nasional sekaligus memenuhi tuntutan pasar global.

“Kalau dilihat, perusahaan besar di Indonesia sebenarnya sudah menerapkan prinsip no deforestation, no peat, no exploitation. Jadi, kita tinggal memperkuat sistem pelacakan dan pembinaan petani,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa keberhasilan Indonesia dalam menghadapi EUDR tidak hanya akan berdampak pada keberlanjutan ekspor minyak sawit, tetapi juga akan meningkatkan citra positif Indonesia sebagai produsen komoditas berkelanjutan di pasar internasional.

Dengan kesiapan industri dan dukungan regulasi nasional, GAPKI optimistis bahwa Indonesia mampu menavigasi tantangan EUDR tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan petani kecil.

Wildan Dwi Aldi Saputra

Wildan Dwi Aldi Saputra

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Lonjakan Pendapatan Cisadane Sawit Kuartal III-2025 Berkat Strategi Berkelanjutan

Lonjakan Pendapatan Cisadane Sawit Kuartal III-2025 Berkat Strategi Berkelanjutan

MMKSI dan Transcosmos Dorong Era Hyper-Personalization untuk Pengalaman Pelanggan Optimal

MMKSI dan Transcosmos Dorong Era Hyper-Personalization untuk Pengalaman Pelanggan Optimal

AirAsia Indonesia Fokus Perluas Rute dan Efisiensi Operasional di Tengah Kenaikan Pendapatan

AirAsia Indonesia Fokus Perluas Rute dan Efisiensi Operasional di Tengah Kenaikan Pendapatan

Pertamina Dorong Ketahanan Energi Nasional Lewat Inovasi Biofuel Sawit

Pertamina Dorong Ketahanan Energi Nasional Lewat Inovasi Biofuel Sawit

Produksi Sawit Melonjak, Konsumsi Biodiesel Jadi Kunci Pertumbuhan Industri

Produksi Sawit Melonjak, Konsumsi Biodiesel Jadi Kunci Pertumbuhan Industri