
JAKARTA - Pasar emas global kembali mencetak rekor baru pada awal perdagangan Selasa, 14 Oktober 2025. Momentum penguatan harga logam mulia tidak terbendung, meski ketidakpastian global masih menghantui. Faktor utama yang menjaga tren positif ini adalah sentimen bullish yang tetap dominan di tengah isu perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, serta ekspektasi pasar menjelang pidato Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell.
Kenaikan harga emas juga dipandang sebagai bukti bahwa logam mulia tetap menjadi aset lindung nilai utama bagi investor, terutama saat ketidakpastian ekonomi dan geopolitik meningkat.
Emas Masih Jadi Pilihan Utama Investor
Baca Juga
Di pasar, emas tetap dipandang sebagai instrumen yang aman untuk dibeli saat terjadi koreksi (buy on dip). Rebound Dolar AS (USD) yang terjadi pada perdagangan sebelumnya terbukti tidak cukup kuat untuk menahan laju penguatan emas.
Kementerian Perdagangan Tiongkok dalam keterangannya di awal pekan mengonfirmasi bahwa pihaknya telah memberi tahu AS mengenai kebijakan kontrol ekspor tanah jarang yang baru. Bahkan, kedua negara menggelar perundingan tingkat kerja pada Senin melalui saluran konsultasi perdagangan yang sudah ada.
Langkah ini menjadi sinyal bahwa tensi dagang antara kedua kekuatan ekonomi terbesar dunia itu masih tinggi. Kondisi ini justru memperkuat posisi emas sebagai aset lindung nilai, karena investor cenderung menghindari risiko (risk-off) saat ketidakpastian global meningkat.
Faktor Fundamental yang Menguatkan Sentimen
Tak hanya faktor geopolitik, beberapa isu fundamental lain juga mendukung reli emas. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengungkapkan pada Senin bahwa Presiden Donald Trump tetap berkomitmen bertemu dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, di Korea Selatan pada akhir Oktober. Pasar memandang pertemuan ini bisa menjadi titik penting untuk arah kebijakan perdagangan global.
Selain itu, ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali lagi tahun ini masih menjadi penggerak utama. Investor meyakini langkah tersebut akan melemahkan USD dan memberi ruang lebih besar bagi penguatan harga emas.
Tidak kalah penting, penutupan pemerintah AS yang berkepanjangan juga menambah kekhawatiran pasar, sehingga emas semakin diburu. Dengan kombinasi faktor-faktor tersebut, reli emas masih ditopang oleh inersia bullish tanpa adanya fundamental yang benar-benar bearish.
Menunggu Arahan Powell
Kini, fokus investor tertuju pada pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell. Ia dijadwalkan menyampaikan pidato bertema “Prospek Ekonomi dan Kebijakan Moneter” dalam forum National Association for Business Economics (NABE) di Philadelphia.
Pasar menilai pidato Powell akan menjadi kunci untuk mencari kejelasan arah kebijakan suku bunga hingga akhir 2025. Jika Powell memberi sinyal lebih dovish, peluang emas untuk memperpanjang reli semakin besar. Sebaliknya, jika Powell lebih berhati-hati atau hawkish, emas bisa mengalami tekanan korektif.
Analisis Teknis: Menguji Level Penting
Dari sisi teknikal, grafik harian emas menunjukkan kondisi yang cukup ekstrem. Relative Strength Index (RSI) 14 hari kini berada di zona jenuh beli (overbought) dengan level 82,50. Kondisi ini biasanya menjadi sinyal potensi koreksi jangka pendek.
Harga emas saat ini sedang menantang batas atas rising channel yang sudah terbentuk selama sebulan terakhir, yakni di sekitar level $4.162 per troy ounce. Jika gagal menembus area ini, pullback korektif bisa saja terjadi.
Dalam skenario koreksi, target penurunan berada di batas bawah channel di $4.014. Penutupan harian di bawah level ini akan mengonfirmasi terjadinya penembusan sisi bawah channel, membuka peluang koreksi lebih lanjut menuju level psikologis $3.950.
Lebih jauh lagi, zona support berikutnya ada di $3.895, yang merupakan level tertinggi pada 1 dan 2 Oktober lalu.
Namun, jika emas berhasil menembus dan bertahan di atas $4.162, reli berpotensi berlanjut. Target terdekat ada di angka bulat $4.200, yang akan menjadi rekor baru dan memperkuat dominasi tren bullish.
Prospek ke Depan
Dengan kondisi fundamental dan teknikal yang ada, emas tetap dipandang positif dalam jangka pendek. Kombinasi risiko geopolitik, kebijakan perdagangan AS-Tiongkok, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, hingga ketidakpastian politik domestik di AS menjadi faktor pendukung yang sulit diabaikan.
Meski begitu, investor juga perlu mewaspadai risiko koreksi jangka pendek akibat kondisi teknikal yang jenuh beli. Strategi yang umum digunakan adalah buy on dip, yakni membeli emas saat harga terkoreksi, karena tren jangka menengah hingga panjang masih dinilai bullish.
Bagi trader, momentum menjelang pernyataan Powell akan menjadi titik krusial. Arah kebijakan moneter The Fed hingga akhir 2025 sangat mungkin menentukan apakah emas akan terus mencetak rekor atau justru mengalami konsolidasi.
Harga emas dunia kembali menorehkan pencapaian penting dengan menguji level $4.162 pada awal pekan ini. Dukungan dari faktor fundamental seperti risiko perdagangan AS-Tiongkok, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, hingga ketidakpastian politik AS membuat logam mulia tetap menjadi aset favorit investor.
Meski ada potensi koreksi karena kondisi teknikal yang jenuh beli, tren besar emas masih bullish. Fokus utama pasar kini tertuju pada pernyataan Jerome Powell yang bisa menjadi katalis berikutnya bagi arah harga emas.
Jika Powell memberikan sinyal lebih dovish, target $4.200 bukan hal yang mustahil dicapai dalam waktu dekat.

Wildan Dwi Aldi Saputra
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
GWM Indonesia Perluas Dealer ke Batam dengan Fasilitas Lengkap
- 14 Oktober 2025
2.
Alamtri Minerals Siapkan Rp513 Miliar untuk Eksplorasi Batu Bara
- 14 Oktober 2025
3.
Gen Z Lebih Prioritaskan Self-Care Dibanding Baby Boomer
- 14 Oktober 2025
4.
Krisis Global: Kematian Generasi Muda Terus Meningkat
- 14 Oktober 2025