Sabtu, 11 Oktober 2025

Harga Minyak Global Jatuh Drastis, Dampak Panasnya Perang Dagang AS–China

Harga Minyak Global Jatuh Drastis, Dampak Panasnya Perang Dagang AS–China
Harga Minyak Global Jatuh Drastis, Dampak Panasnya Perang Dagang AS–China

JAKARTA - Fluktuasi tajam kembali terjadi di pasar energi global. Harga minyak mentah dunia mengalami penurunan signifikan pada perdagangan Jumat (Sabtu waktu Jakarta), seiring meningkatnya tensi hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Sentimen negatif ini semakin menekan harga minyak yang sebelumnya sempat menguat akibat ekspektasi pemulihan ekonomi global.

Menurut laporan CNBC, harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) anjlok hingga 4,24% atau USD 2,61, ditutup pada USD 58,90 per barel. Sementara itu, harga patokan internasional Brent juga melemah USD 2,49 atau 3,82%, menjadi USD 62,73 per barel.

Baca Juga

Update Terbaru Harga BBM Pertamina di SPBU 11 Oktober 2025

Penurunan tersebut menjadi salah satu yang terbesar dalam beberapa bulan terakhir, menandakan kekhawatiran pasar terhadap risiko perlambatan ekonomi global akibat ketegangan perdagangan dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu.

Ancaman Tarif Baru dari Trump Tekan Harga Minyak

Kejatuhan harga minyak kali ini dipicu oleh pernyataan Presiden AS Donald Trump, yang kembali menyoroti kebijakan perdagangan Tiongkok. Ia mengancam akan menerapkan kenaikan tarif besar-besaran terhadap produk-produk asal Tiongkok sebagai respons atas kebijakan Beijing yang memperketat ekspor mineral tanah jarang komponen penting dalam industri teknologi dan pertahanan.

“Sebagai Presiden Amerika Serikat, saya akan dipaksa untuk melawan langkah mereka secara finansial,” kata Trump melalui platform media sosialnya, Truth Social.

Ia menambahkan bahwa pemerintahannya tengah mempertimbangkan sejumlah kebijakan balasan. “Salah satu kebijakan yang sedang kami perhitungkan saat ini adalah kenaikan tarif besar-besaran terhadap produk-produk Tiongkok yang masuk ke Amerika Serikat. Ada banyak langkah balasan lain yang juga sedang dipertimbangkan secara serius,” lanjutnya.

Pernyataan ini sontak menimbulkan kepanikan di pasar, karena pelaku industri khawatir perang dagang yang memanas dapat menekan aktivitas manufaktur global — sektor yang paling banyak menyerap energi, termasuk minyak mentah.

Pasar Saham Ikut Tertekan

Tak hanya komoditas energi, pasar saham global juga ikut terpukul akibat komentar Trump tersebut. Investor mulai mengurangi eksposur terhadap aset berisiko dan beralih ke instrumen yang lebih aman seperti obligasi pemerintah dan emas.

“Ketika pasar menyaksikan aksi saling balas ini, bagi pasar minyak, hal ini berdampak pada pertumbuhan yang lebih lambat dan bahkan mungkin penurunan permintaan,” ujar Andy Lipow, Presiden Lipow Oil Associates.

Lipow menilai bahwa hubungan dagang AS–Tiongkok yang kembali memanas bisa memperburuk prospek ekonomi global, terutama jika ekspor dan impor kedua negara terus dibatasi. Kondisi tersebut dapat menekan konsumsi energi, termasuk bahan bakar minyak, dalam beberapa bulan ke depan.

OPEC+ dan Lonjakan Pasokan Menambah Tekanan

Selain faktor geopolitik, pelemahan harga minyak juga disebabkan oleh meningkatnya pasokan dari kelompok produsen minyak OPEC+ selama beberapa bulan terakhir. Organisasi tersebut memangkas pembatasan produksi untuk merespons permintaan yang sempat meningkat di awal tahun, namun langkah itu justru menciptakan kelebihan suplai di pasar global.

“Minyak di perairan melonjak bulan lalu, permintaan minyak mentah turun signifikan di tengah pemeliharaan kilang, dan penumpukan inventaris akan segera dimulai,” kata Matt Smith, analis minyak dari Kpler.

Smith menjelaskan, banyak kilang di Asia dan Eropa saat ini tengah menjalani pemeliharaan rutin, sehingga permintaan jangka pendek terhadap minyak mentah berkurang drastis. Kondisi itu membuat pasokan menumpuk, memperburuk tekanan harga di pasar spot.

Faktor Geopolitik: Gencatan Senjata Israel–Hamas Meredakan Ketegangan

Selain faktor ekonomi dan pasokan, harga minyak dunia juga dipengaruhi oleh perkembangan politik di Timur Tengah. Kali ini, pasar merespons positif kabar gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza, yang sebelumnya menjadi sumber ketidakpastian geopolitik.

Meski demikian, meredanya konflik justru memicu pelepasan posisi spekulatif di pasar minyak. Banyak investor yang sebelumnya membeli kontrak berjangka sebagai lindung nilai (hedging) kini memilih untuk menjual kembali, menyebabkan penurunan harga lebih dalam.

“Pelaku pasar memanfaatkan kesempatan ini untuk pada dasarnya mengatakan, kita bisa beralih dari geopolitik dan kembali fokus pada kondisi pasokan,” ungkap Helima Croft, Kepala Strategi Komoditas Global di RBC Capital Markets.

Croft menambahkan, selama dua tahun terakhir, pasar minyak kerap bereaksi sensitif terhadap eskalasi konflik Gaza yang dikhawatirkan dapat meluas menjadi perang regional. Namun kali ini, stabilitas yang tercipta justru mengalihkan perhatian pelaku pasar ke masalah fundamental — yakni kelebihan pasokan dan lemahnya permintaan global.

Kekhawatiran Terhadap Permintaan Global Masih Tinggi

Kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih membuat prospek permintaan minyak tetap rapuh. Ketegangan perdagangan AS–Tiongkok berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia, terutama di sektor industri dan transportasi.

Hubungan dagang antara kedua negara sebelumnya menunjukkan tanda-tanda perbaikan, namun pernyataan terbaru dari Trump menimbulkan kekhawatiran baru di kalangan analis. Jika tarif baru benar-benar diterapkan, ekspor dan produksi manufaktur global bisa kembali tertekan, berdampak langsung pada konsumsi energi.

Analis memperkirakan harga minyak masih akan bergerak fluktuatif dalam beberapa pekan ke depan, seiring investor menunggu langkah lanjutan dari Washington maupun Beijing.

Outlook Harga Minyak: Antara Risiko dan Harapan

Meski kondisi saat ini cenderung bearish, beberapa pengamat tetap melihat adanya peluang pemulihan harga minyak jika ketegangan geopolitik dapat diredam dan permintaan industri mulai pulih menjelang musim dingin.

Namun, dengan OPEC+ masih menambah pasokan dan potensi perlambatan ekonomi global di depan mata, pasar minyak berpotensi menghadapi tekanan jangka menengah.

“Selama ketidakpastian politik dan ekonomi masih tinggi, sulit bagi harga minyak untuk kembali stabil di atas USD 70 per barel,” tulis salah satu laporan analis energi internasional.

Dengan situasi global yang dinamis, para pelaku pasar kini lebih berhati-hati dalam mengambil posisi, sambil terus memantau perkembangan kebijakan perdagangan AS–Tiongkok dan arah produksi dari negara-negara anggota OPEC+.

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Solusi Logistik Terpadu Linc Dorong Efisiensi Industri Indonesia

Solusi Logistik Terpadu Linc Dorong Efisiensi Industri Indonesia

Indonesia Targetkan Tambah 500 MW Listrik Panas Bumi 2027

Indonesia Targetkan Tambah 500 MW Listrik Panas Bumi 2027

Pemadaman Listrik Terjadwal Yogyakarta Sabtu 11 Oktober 2025

Pemadaman Listrik Terjadwal Yogyakarta Sabtu 11 Oktober 2025

PGN Percepat Revitalisasi Tangki LNG Arun Dukung Energi Nasional

PGN Percepat Revitalisasi Tangki LNG Arun Dukung Energi Nasional

PLN Indonesia Power Tingkatkan Keandalan PLTU Batubara Nasional

PLN Indonesia Power Tingkatkan Keandalan PLTU Batubara Nasional