
JAKARTA - Harga emas kembali mencatat lonjakan signifikan, menembus level US$4.050 per troy ounce, terdorong oleh meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global.
Reli logam mulia ini diperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), sehingga investor semakin memilih emas sebagai aset safe haven. Para analis menilai momentum penguatan emas masih terbuka lebar hingga 2026, bahkan menargetkan level US$5.000 per troy ounce.
Berdasarkan data Reuters pada Kamis, 9 Oktober 2025, harga emas di pasar spot naik 1,7% ke US$4.050,24 per troy ounce. Sementara itu, harga emas berjangka AS pengiriman Desember 2025 juga menguat 1,7% ke US$4.070,5 per troy ounce.
Baca JugaPatriot Bond Dinilai Untungkan Danantara untuk Proyek Energi
“Penguatan emas mencerminkan latar belakang makroekonomi dan geopolitik yang sangat positif bagi aset safe haven, ditambah dengan kekhawatiran terhadap aset lindung nilai tradisional lainnya,” ujar Matthew Piggott, Direktur Emas dan Perak Metals Focus.
Sepanjang 2025, harga emas telah melonjak 54% setelah naik 27% pada 2024, menjadikannya salah satu aset dengan kinerja terbaik. Kenaikan ini melampaui penguatan pasar saham global maupun bitcoin, serta kontras dengan pelemahan dolar AS dan harga minyak mentah.
Faktor Pendorong Reli:
Penguatan emas didorong oleh kombinasi sejumlah faktor, antara lain ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, ketidakpastian politik dan ekonomi global, pembelian masif oleh bank sentral, derasnya arus dana masuk ke exchange-traded fund (ETF), hingga pelemahan dolar AS.
“Dengan faktor-faktor ini yang masih berlanjut hingga 2026, kami belum melihat adanya katalis signifikan yang dapat membuat emas terkoreksi. Karena itu, kami memperkirakan emas akan terus menanjak sepanjang tahun untuk mencoba menantang level US$5.000 per troy ounce,” tambah Piggott.
Selain itu, penutupan sebagian pemerintahan AS (government shutdown) yang memasuki hari kedelapan menunda rilis data ekonomi penting. Kondisi ini memaksa investor mengandalkan data non-pemerintah untuk menilai arah kebijakan suku bunga The Fed. Pasar kini memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan berikutnya, dengan peluang pemangkasan serupa pada Desember.
Risalah rapat The Fed 16–17 September menunjukkan sebagian besar pejabat bank sentral menilai risiko pasar tenaga kerja cukup meningkat untuk memicu penurunan suku bunga, meskipun inflasi tetap menjadi perhatian utama.
Geopolitik dan Safe Haven:
Ketegangan global turut memicu permintaan emas. Konflik di Timur Tengah dan perang Ukraina membuat investor menempatkan dana pada logam mulia. Gejolak politik di Prancis dan Jepang juga memperkuat arus pelarian modal ke emas.
Menurut data World Gold Council, aliran dana masuk ke ETF emas telah mencapai US$64 miliar sepanjang tahun ini, dengan rekor bulanan US$17,3 miliar pada September. Para analis mencatat fenomena fear of missing out (FOMO) juga ikut mempercepat reli emas.
Logam Mulia Lain Mengikuti:
Momentum penguatan emas juga menyeret logam mulia lain. HSBC pada Rabu (8/10/2025) menaikkan proyeksi rata-rata harga perak menjadi US$38,56 per troy ounce untuk 2025 dan US$44,50 pada 2026, didukung ekspektasi harga emas tinggi, meningkatnya permintaan investor, dan volatilitas perdagangan.
Harga perak mencatat rekor dengan kenaikan 3,2% ke level US$49,39 per troy ounce, setelah sempat menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa di US$49,57. Sejauh tahun ini, harga perak sudah melesat 71%, didorong faktor serupa dengan emas serta kondisi pasar fisik yang kian ketat.
“Pasar perak terus mengetat dengan kenaikan biaya sewa, sementara stok di Comex mencatat rekor tinggi dan permintaan musiman India tetap kuat. Reli belakangan ini juga didukung arus masuk dana besar ke produk ETP,” kata Suki Cooper, Kepala Riset Komoditas Global Standard Chartered Bank.
Selain itu, harga platinum naik 3% ke US$1.666,47 per troy ounce, level tertinggi sejak Februari 2013. Palladium melonjak 8,4% ke US$1.449,69 per troy ounce, level tertinggi dalam lebih dari dua tahun terakhir.
Secara teknikal, indikator Relative Strength Index (RSI) emas berada di level 87, menandakan kondisi overbought. Namun, para analis menilai sentimen geopolitik dan ekspektasi suku bunga masih menjadi pendorong utama, sehingga tren penguatan kemungkinan besar berlanjut dalam jangka menengah.
Dengan kombinasi faktor makro, geopolitik, dan ketertarikan investor terhadap aset safe haven, pasar logam mulia diperkirakan akan terus mengalami momentum positif hingga tahun depan, menjadikan emas dan perak pilihan investasi yang tetap menarik di tengah ketidakpastian global.

Mazroh Atul Jannah
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
15 Rekomendasi Kuliner Sarapan Ringan Banjarmasin Legendaris dan Murah
- Kamis, 09 Oktober 2025
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Isaac Okoro Jadi Pilar Pertahanan Baru Chicago Bulls
- 09 Oktober 2025
2.
Persik Kediri Pulihkan Pemain Cedera Jelang Hadapi Borneo
- 09 Oktober 2025
3.
Cristiano Ronaldo Jadi Pesepak Bola Miliarder Pertama di Dunia
- 09 Oktober 2025
4.
Carlos Delfino Pensiun, Akhiri Era Generasi Emas Argentina
- 09 Oktober 2025
5.
Trey Lyles Optimistis Real Madrid di Jalur Tepat EuroLeague
- 09 Oktober 2025