
JAKARTA - Pemerintah menunda penerapan pajak 0,5 persen pada pedagang online, keputusan yang diapresiasi oleh kalangan legislatif sebagai langkah untuk memberi ruang bernapas bagi UMKM di tengah pemulihan ekonomi nasional.
Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menegaskan pemerintah belum menunjuk platform e-commerce yang akan memungut PPh sesuai Pasal 22 0,5 persen bagi pedagang online. Penundaan ini dianggap realistis mengingat kondisi ekonomi Indonesia yang belum sepenuhnya pulih.
Dukungan Komisi XI
Baca Juga
Ketua Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun, menyambut baik kebijakan tersebut. Menurutnya, langkah ini memberikan kelonggaran bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah agar tidak terbebani dalam situasi ekonomi yang masih rapuh.
“Penundaan ini akan memberi ruang bernapas kepada pelaku usaha agar tidak terbebani di saat ekonomi belum sepenuhnya pulih,” ujar Misbakhun dalam keterangan pers.
Misbakhun menilai, keputusan pemerintah menunjukkan kesadaran akan tahap pemulihan ekonomi nasional. Penarikan pajak pada pedagang online tidak hanya soal meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga soal membangun sistem perpajakan modern, memperkuat data fiskal, dan memastikan perlakuan adil bagi usaha online maupun offline.
“Di sinilah pentingnya desain kebijakan pajak yang tidak mematikan UMKM,” tambah Misbakhun.
Pengawasan dan Penataan Sistem
Politikus Partai Golkar itu menyatakan, Komisi XI akan memantau masa penundaan pajak 0,5 persen agar pemerintah dapat menata ulang sistem perpajakan digital. Penataan ini meliputi integrasi marketplace, penyederhanaan administrasi, serta sosialisasi kepada pedagang.
“Kalau komunikasi terbuka dan roadmap jelas, saya yakin kebijakan pajak digital ini bisa diterapkan tanpa mengganggu pertumbuhan ekonomi, bahkan bisa jadi instrumen keadilan yang kuat,” kata Misbakhun.
Selain itu, penundaan ini memberikan kesempatan untuk memastikan bahwa perusahaan e-commerce tetap memberikan kontribusi sepadan tanpa membebani UMKM.
Keseimbangan Antara Penerimaan Negara dan Perlindungan UMKM
Misbakhun menegaskan, kebijakan pajak digital seharusnya seimbang: memperkuat penerimaan negara sambil tetap mendukung pertumbuhan UMKM. “Kebijakan fiskal digital harus dirancang agar UMKM tetap bisa tumbuh, bukan justru menjadi beban tambahan,” ujarnya.
Pemerintah pun menekankan pentingnya dialog aktif dengan asosiasi e-commerce dan komunitas UMKM. Langkah ini diharapkan dapat menghasilkan implementasi pajak digital yang lebih transparan dan berkeadilan, sekaligus mendorong UMKM memanfaatkan platform digital secara optimal.
Penundaan Hingga Ekonomi Kondusif
Menurut Purbaya, pemerintah akan menunggu kondisi ekonomi nasional lebih kondusif sebelum melanjutkan penerapan pungutan pajak bagi pedagang online. Ia menilai, pemberlakuan kebijakan saat ekonomi belum stabil dapat menimbulkan resistensi dari pelaku UMKM dan berdampak negatif terhadap pertumbuhan usaha.
“Saya lihat begini, ini kan baru ribut-ribut kemarin nih (penolakan dari UMKM), kita tunggu dulu deh,” katanya saat media briefing di kantornya.
Keputusan ini juga menjadi sinyal bagi pasar bahwa pemerintah memperhatikan kondisi UMKM, sekaligus menekankan perlunya penataan sistem perpajakan digital agar lebih efisien, terintegrasi, dan ramah bagi pelaku usaha kecil.
Kesiapan Pemerintah dan Peluang UMKM
Penundaan pajak 0,5 persen memberikan waktu bagi pemerintah untuk menyiapkan mekanisme pemungutan yang tepat, termasuk menyesuaikan dengan karakteristik pelaku usaha online. Di sisi lain, UMKM dapat memanfaatkan waktu ini untuk mengoptimalkan operasional dan strategi digital mereka sebelum pajak diberlakukan.
Misbakhun berharap, dengan strategi ini, pajak digital akan menjadi instrumen keadilan fiskal, bukan beban tambahan, dan mampu mendorong UMKM berkembang dalam ekosistem digital yang sehat.
Penundaan pajak toko online oleh Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa disambut positif sebagai langkah strategis untuk memberi ruang bernapas bagi UMKM. Dukungan dari legislatif, pengawasan ketat, serta integrasi sistem digital diharapkan memastikan kebijakan ini dapat berjalan efektif di masa depan. Dengan pendekatan yang bijaksana, pemerintah dapat menyeimbangkan kebutuhan penerimaan negara dan perlindungan pelaku usaha mikro, sehingga UMKM tetap menjadi tulang punggung ekonomi nasional di era digital.

Wildan Dwi Aldi Saputra
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
BSU Oktober 2025 Belum Dicairkan, Ini Cara Cek Status
- 03 Oktober 2025
2.
DPR Sahkan RUU, Kementerian Resmi Berganti BP BUMN
- 03 Oktober 2025
3.
Pemerintah Wajib Lindungi Petani Tembakau Gagal Panen
- 03 Oktober 2025
4.
BP BUMN Resmi Dibentuk, Tata Kelola BUMN Diperkuat
- 03 Oktober 2025
5.
Zoomlion Gandeng Mitra Lokal Tingkatkan Pertambangan Nasional
- 03 Oktober 2025