
JAKARTA - Isu tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali menjadi sorotan. Kali ini, perhatian publik tertuju pada praktik pemberian bonus kepada jajaran direksi perusahaan pelat merah yang masih mencatatkan kerugian. DPR RI melalui Komisi VI menegaskan, kebijakan semacam itu harus dihentikan agar tidak menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap BUMN yang semestinya menjadi motor penggerak perekonomian nasional.
Anggota Komisi VI DPR, Rivqy Abdul Halim, menekankan pentingnya penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, serta mekanisme reward and punishment yang adil. Ia menegaskan, BUMN yang merugi tidak boleh memberikan bonus kepada direksinya.
“BUMN yang rugi tidak boleh memberikan bonus kepada direksinya. Bonus hanya boleh diberikan apabila key performance indicator (KPI) tercapai,” ujar Gus Rivqy, sapaan akrabnya, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis 2 Oktober 2025.
Baca Juga
Bonus Tanpa Kinerja, Cederai Kepercayaan Publik
Menurut Rivqy, praktik pemberian bonus di perusahaan yang merugi justru memunculkan persepsi negatif di tengah masyarakat. Publik bisa menganggap BUMN hanya mengutamakan kepentingan internal, bukan menjalankan mandat untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada negara dan rakyat.
Ia menambahkan, kepercayaan publik terhadap perusahaan pelat merah bisa terkikis apabila tata kelola tidak dijalankan dengan baik. Oleh sebab itu, DPR mendorong sistem yang lebih ketat agar direksi hanya mendapatkan bonus ketika KPI benar-benar tercapai.
“Kalau KPI tidak tercapai, tidak ada bonus. Kalau tercapai, barulah ada hak bagi direksi untuk mendapatkan bonus atas kinerjanya,” tegas politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Dukungan pada Putusan MK soal Rangkap Jabatan
Selain bicara mengenai bonus direksi, Gus Rivqy juga menyinggung soal rangkap jabatan Wakil Menteri sebagai Komisaris BUMN. Ia mendukung penuh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang praktik tersebut.
Menurutnya, rangkap jabatan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Wakil Menteri yang sekaligus menjadi komisaris bisa berada pada posisi dilematis karena berperan sebagai pembuat kebijakan sekaligus pengawas operasional.
“Larangan rangkap jabatan adalah keniscayaan. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih kepentingan antara pembuat kebijakan dan pelaksana operasional,” jelasnya.
Pemerintah, sambungnya, telah diberikan waktu dua tahun untuk menyesuaikan aturan ini. DPR memastikan akan mengawal implementasinya agar tidak hanya sebatas formalitas, melainkan benar-benar dijalankan secara konsisten.
Peran DPR dalam Penguatan Tata Kelola
Rivqy menegaskan bahwa Komisi VI DPR akan terus mengawasi pelaksanaan kebijakan yang berkaitan dengan tata kelola BUMN. Hal ini sejalan dengan mandat utama BUMN, yaitu memberikan kontribusi nyata kepada negara, bukan menjadi sumber keuntungan pribadi bagi pejabat atau pengurusnya.
“Pada akhirnya, BUMN harus kembali ke mandat utamanya, yaitu berkontribusi sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi pejabatnya,” ucapnya.
Tata Kelola BUMN sebagai Pilar Ekonomi
BUMN memegang peran strategis dalam menopang perekonomian nasional, baik sebagai penyedia layanan publik maupun sebagai penyumbang dividen bagi negara. Karena itu, setiap praktik yang menciderai integritas BUMN berpotensi melemahkan fondasi keuangan negara dan merugikan rakyat.
Dengan mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan pada aturan, BUMN diharapkan dapat meningkatkan kinerja serta memperluas manfaat bagi masyarakat. Kebijakan larangan bonus bagi perusahaan yang merugi adalah salah satu instrumen untuk mendorong efisiensi dan tanggung jawab direksi.
Menjaga Kesehatan Keuangan Perusahaan Negara
DPR menilai bahwa penguatan tata kelola keuangan BUMN menjadi syarat penting untuk memastikan keberlanjutan perusahaan negara. Bonus yang diberikan tanpa mempertimbangkan kinerja bukan hanya membebani keuangan perusahaan, tetapi juga memberi sinyal buruk bagi investor maupun publik.
Kebijakan tegas terkait bonus serta larangan rangkap jabatan diharapkan bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat. Pada akhirnya, hal ini menjadi langkah penting untuk memastikan BUMN benar-benar menjadi agen pembangunan dan bukan sekadar instrumen politik atau kepentingan kelompok tertentu.
Publik Menunggu Tindakan Nyata
Meski DPR sudah menyuarakan dukungan terhadap kebijakan penghapusan bonus di BUMN merugi, masyarakat masih menunggu tindakan nyata di lapangan. Transparansi laporan keuangan dan kinerja BUMN akan menjadi indikator apakah kebijakan tersebut benar-benar dijalankan.
Ke depan, keberhasilan tata kelola BUMN akan sangat bergantung pada konsistensi penerapan aturan. Jika DPR dan pemerintah berkomitmen mengawal implementasi keputusan ini, maka peluang untuk memperbaiki citra dan kinerja BUMN semakin besar.

Wildan Dwi Aldi Saputra
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
BSU Oktober 2025 Belum Dicairkan, Ini Cara Cek Status
- 03 Oktober 2025
2.
DPR Sahkan RUU, Kementerian Resmi Berganti BP BUMN
- 03 Oktober 2025
3.
Pemerintah Wajib Lindungi Petani Tembakau Gagal Panen
- 03 Oktober 2025
4.
BP BUMN Resmi Dibentuk, Tata Kelola BUMN Diperkuat
- 03 Oktober 2025
5.
Zoomlion Gandeng Mitra Lokal Tingkatkan Pertambangan Nasional
- 03 Oktober 2025