Kenaikan Free Float Diproyeksi Dongkrak Pasar Modal Indonesia
- Rabu, 24 September 2025

JAKARTA - Pasar modal Indonesia berpeluang memasuki fase baru yang lebih atraktif bagi investor global.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji rencana peningkatan batas minimum saham beredar di publik atau free float dari 7,5% menjadi 10%. Langkah ini dipandang sebagai strategi untuk meningkatkan likuiditas pasar sekaligus memperkuat daya tarik pasar saham domestik di mata investor internasional.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, menekankan bahwa kenaikan free float akan berdampak signifikan terhadap likuiditas pasar. “Kalau free float besar, otomatis likuiditas pasarnya juga meningkat. Ini membuat pasar Indonesia lebih atraktif bagi investor global,” ujarnya.
Baca Juga
Menurut Nafan, pasar saham di negara maju umumnya memiliki porsi free float yang jauh lebih tinggi dibanding Indonesia. Kondisi tersebut membuat saham unggulan sangat likuid, sehingga investor institusi internasional merasa lebih nyaman untuk bertransaksi. Dengan kata lain, peningkatan free float dapat menjadi katalis untuk memperkuat kepercayaan investor, terutama investor asing.
Lebih jauh, Nafan menambahkan bahwa langkah ini juga menjadi bagian dari penerapan prinsip good corporate governance (GCG). Dengan mendorong emiten untuk menjaga fundamental perusahaan sekaligus memberi ruang pergerakan harga saham yang lebih sehat, investor dapat melihat transparansi dan kredibilitas pasar yang meningkat.
Kebijakan free float yang baru direncanakan ini berlaku tidak hanya bagi perusahaan yang sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), tetapi juga calon emiten yang akan melantai. Saat ini, OJK menargetkan peningkatan free float minimum menjadi 10% secara bertahap dalam tiga tahun ke depan, dari batas sebelumnya 7,5%.
Data menunjukkan bahwa rata-rata free float perusahaan di Indonesia masih rendah, hanya sekitar 24,95%, menempati posisi terendah di antara negara Asia Tenggara. Sebagai perbandingan, Singapura mencapai 69%, Thailand 46%, Malaysia 46,52%, Vietnam 50,21%, dan Filipina 41,49%.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menjelaskan bahwa meskipun kapitalisasi pasar Indonesia merupakan yang terbesar di ASEAN, posisi free float justru hanya menempati peringkat ketiga setelah Singapura dan Thailand.
“Target kami adalah secara bertahap meningkatkan minimum free float menjadi 10% dalam tiga tahun ke depan,” ujar Inarno dalam rapat dengan DPR. Dia menambahkan, jika aturan ini diterapkan, pasar harus menyerap tambahan saham senilai Rp36,64 triliun. Bila free float dinaikkan ke 15%, kebutuhan dana melonjak hingga Rp232,12 triliun.
Strategi OJK Dukung Kenaikan Free Float
OJK menyiapkan berbagai strategi untuk mendukung kebijakan ini. Langkah-langkah tersebut meliputi penguatan basis investor domestik melalui peran bank, asuransi, BPJS, dana pensiun, hingga reksa dana. Selain itu, OJK mendorong konektivitas pasar saham Indonesia dengan indeks global seperti MSCI dan FTSE, sehingga saham domestik semakin diminati investor asing.
Tidak hanya itu, OJK juga tengah mengkaji insentif fiskal untuk mendorong emiten meningkatkan free float. Insentif tersebut antara lain berupa diskon biaya pencatatan tahunan dan initial listing fee, serta perluasan keringanan pajak penghasilan (PPh) secara bertingkat. Saat ini, insentif pajak berlaku untuk free float 40% dengan potongan 3%, dan diharapkan bisa diperluas untuk mendorong kepatuhan dan likuiditas yang lebih tinggi.
Nafan menegaskan, peningkatan free float bukan sekadar formalitas, melainkan langkah strategis untuk memperkuat daya saing pasar modal Indonesia. Dengan likuiditas yang lebih besar, saham unggulan Indonesia akan lebih mudah diperdagangkan, sehingga meningkatkan kepercayaan investor institusi internasional.
Manfaat Bagi Pasar Modal Indonesia
Secara garis besar, kenaikan free float diproyeksikan memberikan beberapa manfaat penting:
Likuiditas yang lebih tinggi – Saham lebih mudah diperjualbelikan, harga lebih stabil, dan investor global lebih tertarik.
Peningkatan kredibilitas pasar – Emiten terdorong menjaga fundamental, transparansi, dan tata kelola yang baik.
Daya tarik investor asing meningkat – Dengan pasar yang lebih likuid, dana global berpotensi masuk ke Indonesia.
Kesehatan pergerakan harga saham – Kenaikan free float membantu meminimalkan manipulasi harga dan volatilitas ekstrem.
Dengan proyeksi likuiditas yang lebih baik, pasar modal Indonesia berpotensi menjadi salah satu destinasi investasi unggulan di kawasan Asia Tenggara. Keputusan ini sejalan dengan upaya OJK untuk mengokohkan posisi Indonesia di pasar global sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pasar saham yang lebih dinamis.
Rencana peningkatan batas minimum saham beredar atau free float menjadi 10% dipandang sebagai langkah strategis yang akan meningkatkan likuiditas, kredibilitas, dan daya tarik pasar modal Indonesia.
Dukungan dari OJK, investor domestik, serta konektivitas dengan indeks global diharapkan mendorong arus modal asing masuk lebih signifikan. Seiring implementasi kebijakan ini, pasar saham Indonesia diprediksi akan lebih aktif, sehat, dan kompetitif, menjadikan bursa Tanah Air semakin menarik bagi investor global maupun lokal.

Mazroh Atul Jannah
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Harga Emas Antam Menguat, Rekor Tertinggi Dicetak Hari Ini
- 24 September 2025
2.
IHSG Rabu 24 September 2025, Saham Unggulan Diperhatikan
- 24 September 2025
3.
Sequis Life Luncurkan Produk Asuransi Dwiguna Untuk Semua Usia
- 24 September 2025
4.
Pemutihan Pajak Kendaraan Bali Diberlakukan Hingga November
- 24 September 2025
5.
Cara Praktis Gunakan ShopeePay Untuk Bayar Tagihan Listrik
- 24 September 2025