Selasa, 09 September 2025

Apa Itu Harga Diri: Faktor, Aspek, dan Cara Meningkatkannya

Apa Itu Harga Diri: Faktor, Aspek, dan Cara Meningkatkannya
apa itu harga diri

Apa itu harga diri sering ditanyakan saat seseorang mulai belajar mencintai diri, percaya diri, dan mulai menghargai dirinya sepenuh hati.

Banyak saran yang beredar agar kita lebih yakin terhadap kemampuan diri dan lebih menghormati nilai-nilai dalam hidup. Memiliki rasa hormat terhadap diri sendiri yang kuat diyakini sebagai fondasi utama untuk mencapai kebahagiaan dan keberhasilan.

Namun, bagaimana cara kita mengetahui bahwa kita sudah memiliki harga diri yang kuat? Untuk memahaminya, kita perlu benar-benar mengerti makna dari harga diri atau yang dalam istilah psikologi dikenal sebagai self-esteem.

Baca Juga

iPhone 17 Tetap Diburu Meski Daya Beli Turun

Rasa hormat terhadap diri sendiri adalah salah satu nilai penting yang sebaiknya dimiliki oleh setiap orang. Nilai ini memiliki peran besar dalam membentuk semangat, prinsip hidup, dan kualitas keseharian seseorang. 

Dalam kajian psikologi, konsep harga diri erat kaitannya dengan cara seseorang memahami dirinya sendiri serta mencintai siapa dirinya sebenarnya.

Harga diri bukanlah sesuatu yang statis, melainkan terbentuk dari berbagai aspek dan pengalaman hidup. Kesadaran terhadap nilai diri membawa dampak besar terhadap cara kita mengambil keputusan sehari-hari dan arah hidup secara keseluruhan.

Ada kalanya seseorang merasa rendah diri, namun di saat lain bisa merasa sangat berharga. Perasaan ini bisa berubah, tergantung dari banyak hal. 

Yang pasti, harga diri adalah sesuatu yang bisa ditingkatkan apabila seseorang memiliki kemauan untuk berkembang dan mengubah pandangannya terhadap diri sendiri.

Pada akhirnya, memahami secara mendalam apa itu harga diri dapat membantu seseorang menjalani hidup dengan lebih penuh makna dan keyakinan.

Apa Itu Harga Diri?

Pertanyaan mengenai apa itu harga diri merujuk pada penilaian menyeluruh yang dimiliki seseorang terhadap dirinya sendiri. Umumnya, individu akan memberi nilai lebih pada hal-hal yang dianggap penting dalam hidupnya. 

Harga diri mencerminkan sejauh mana seseorang memandang dirinya sebagai individu yang kompeten, bernilai, dan memiliki potensi untuk berhasil.

Istilah harga diri juga sering diidentikkan dengan citra diri. Contohnya, seorang anak dengan tingkat harga diri yang tinggi tidak hanya memahami dirinya sebagai individu, tetapi juga menganggap dirinya sebagai sosok yang baik.

Namun, ketika rasa rendah diri berlangsung lama dan berlebihan, hal tersebut dapat berkontribusi terhadap berbagai masalah seperti penurunan performa, munculnya depresi, gangguan dalam pola makan, hingga kecenderungan melakukan pelanggaran hukum. 

Tingkat keparahan dari dampak-dampak tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh seberapa besar rasa rendah diri itu, tetapi juga oleh faktor-faktor lain seperti masalah dalam keluarga atau kesulitan dalam menghadapi masa transisi hidup.

Nilai harga diri turut memengaruhi bagaimana seseorang bertindak. Mereka yang memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri umumnya menunjukkan perilaku yang positif. 

Sebaliknya, individu dengan citra diri yang rendah lebih cenderung memperlihatkan perilaku negatif.

Orang yang memiliki persepsi positif terhadap dirinya akan mampu mengenali kelebihan serta manfaat dari keberadaannya. 

Saat menghadapi hambatan atau kejadian yang tidak menyenangkan, mereka biasanya lebih kuat dalam beradaptasi dan tetap bisa mengelola keadaan.

Di sisi lain, seseorang dengan penilaian negatif terhadap dirinya akan lebih sering terfokus pada kekurangan yang dimiliki, merasa tidak layak, tidak disayangi, dan tidak memiliki nilai. 

Rasa tak berharga tersebut kerap membuat mereka enggan berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan menarik diri dari kehidupan sosial.

Pengertian Harga Diri Menurut Para Ahli

Santrock

Menurut Santrock (2012), salah satu perubahan psikologis yang terjadi pada masa remaja berkaitan dengan aspek sosial dan emosional, termasuk cara individu menilai harga dirinya. 

Penilaian ini merupakan pendekatan menyeluruh dalam melihat diri sendiri, di mana seseorang membandingkan gambaran ideal dirinya dengan kenyataan yang sedang dialami.

Rosenberg

Rosenberg (1965) menjelaskan bahwa harga diri merupakan sikap seseorang terhadap dirinya sendiri, yang dapat muncul dalam bentuk persepsi positif maupun negatif tergantung pada penilaian individu tersebut terhadap dirinya.

Coopersmith

Sebagaimana dikemukakan oleh Coopersmith (dalam Lestari & Koentjoro, 2002), harga diri terbentuk dari hasil refleksi pribadi atas diri sendiri. 

Refleksi ini tercermin dari bagaimana seseorang bersikap terhadap dirinya sendiri, apakah ia merasa mampu dan bernilai sesuai dengan standar serta pandangan pribadi yang dianutnya. 

Sikap yang muncul bisa berupa penerimaan atau justru penolakan terhadap diri sendiri.

Verkuyten

Berdasarkan pandangan Verkuyten (2003), harga diri merupakan konsep menyeluruh tentang individu yang mencerminkan sejauh mana seseorang menilai dirinya secara keseluruhan. 

Konsep ini berhubungan dengan perasaan umum terhadap diri sendiri dalam bentuk evaluasi pribadi yang menyeluruh.

Baron & Byrne

Baron dan Byrne (2012) menyatakan bahwa harga diri adalah sikap seseorang terhadap dirinya sendiri yang dapat berada dalam rentang sangat negatif hingga sangat positif. 

Ketika individu memiliki pandangan yang positif terhadap dirinya, hal itu mencerminkan tingginya harga diri. Penilaian ini terbentuk melalui pandangan orang lain serta pengalaman pribadi yang pernah dialami. 

Proses ini dimulai sejak hubungan awal bayi dengan ibu atau pengasuhnya, dan faktor budaya juga berperan dalam membentuk aspek-aspek yang dianggap penting dalam menentukan nilai diri seseorang.

Menurut mereka, cara untuk mengukur harga diri adalah dengan menggunakan skala dari rendah hingga tinggi atau dari negatif ke positif. 

Metode lain adalah dengan meminta seseorang menggambarkan seperti apa dirinya yang ideal dan seperti apa dirinya saat ini, lalu membandingkan keduanya. 

Semakin besar jarak antara keadaan diri saat ini dan gambaran ideal, maka semakin rendah tingkat harga dirinya.

Kwan dan Singelis

Kwan dan Singelis (dalam Baron & Byrne, 2012) menekankan bahwa keharmonisan dalam hubungan sosial menjadi aspek yang sangat diperhatikan dalam budaya yang mengutamakan individualisme. 

Mereka juga menyampaikan bahwa perilaku dari individu dengan tingkat harga diri rendah cenderung lebih mudah diprediksi karena pandangan negatif terhadap diri sendiri lebih terstruktur dibandingkan dengan pandangan positif.

Marsh & Pelham

Menurut pandangan Marsh dan Pelham (dalam Baron & Byrne, 2012), seseorang biasanya melakukan penilaian terhadap dirinya berdasarkan berbagai bidang dalam kehidupan, seperti kemampuan di bidang olahraga, prestasi akademik, dan hubungan sosial. 

Keseluruhan penilaian dari berbagai aspek ini kemudian membentuk pandangan menyeluruh mengenai nilai diri yang disebut harga diri.

Minchinton

Dalam penjelasannya (dalam Lestari & Koentjoro, 2002), Minchinton menyatakan bahwa harga diri merupakan penilaian subjektif terhadap diri sendiri yang berakar pada sejauh mana seseorang menerima dirinya, bagaimana perilaku yang ia tampilkan, serta keyakinan yang dimiliki mengenai dirinya sendiri. 

Pandangan terhadap diri tersebut berpengaruh besar terhadap cara individu menjalin hubungan dengan orang lain serta berdampak pada berbagai aspek kehidupan yang dijalaninya.

Straumann

Straumann (dalam Baron & Byrne, 2012) berpendapat bahwa meskipun terdapat beragam perbedaan yang spesifik antara gambaran diri ideal dan kenyataan diri seseorang, perbedaan tersebut cenderung tetap stabil dari waktu ke waktu. 

Seseorang akan merasa bahagia apabila orang lain menunjukkan penghargaan terhadap sisi ideal dirinya. Sebaliknya, ia akan merasa tidak puas jika orang lain tidak melihat adanya sisi ideal dalam dirinya (Eisenstadt & Leippe dalam Baron & Byrne, 2012).

Robinson

Robinson (dalam Aditomo & Retnowati, 2004) menjelaskan bahwa harga diri dapat dianggap sebagai bagian dari konsep diri, yaitu persepsi tentang diri sendiri yang mencakup proses penilaian terhadap diri. 

Menurutnya, sejumlah tokoh dalam teori kepribadian, seperti Carl Rogers, melihat konsep diri sebagai elemen yang sangat penting dalam struktur kepribadian seseorang. 

Konsep ini berfungsi sebagai kerangka berpikir yang mengarahkan bagaimana seseorang memahami dirinya serta menyaring informasi terkait dengan dirinya sendiri (Aditomo & Retnowati, 2004).

On My Own Two Feet: Identity and Self-Esteem (1997)

Buku On My Own Two Feet: Identity and Self-Esteem (1997) menyebutkan bahwa rendahnya harga diri pada seseorang bisa ditelusuri dari berbagai pengalaman yang dialami selama masa pertumbuhan, antara lain: kurangnya kasih sayang, motivasi, dan tantangan; tidak adanya penerimaan dan cinta dari lingkungan; sering menjadi sasaran kritik, ejekan, maupun sarkasme; mengalami kekerasan fisik maupun pelecehan; tidak mendapatkan apresiasi atas prestasi; serta merasa tidak dihargai meskipun memiliki keunikan dan kemampuan tertentu.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa kondisi sistem yang bermasalah juga dapat menjadi pemicu rendahnya harga diri. 

Sistem yang seperti ini ditandai oleh ketidakkonsistenan aturan, hukuman yang terus-menerus atas kesalahan kecil, pola komunikasi yang tidak sehat, serta tekanan untuk terus mematuhi aturan secara mutlak (On My Own Two Feet: Identity and Self-Esteem, 1997).

Pelham & Swan

Menurut Pelham dan Swan (dalam Aditomo & Retnowati, 2004), harga diri memainkan peran yang cukup penting dalam konteks kesehatan mental. Individu yang memiliki tingkat harga diri tinggi biasanya memandang dirinya secara positif. 

Mereka mampu mengenali kelebihan yang dimiliki dan menganggap hal tersebut lebih berarti dibandingkan dengan kekurangan yang ada.

Sementara itu, individu dengan tingkat harga diri rendah cenderung menilai dirinya secara negatif dan lebih sering berfokus pada kelemahannya. 

Dalam situasi sulit, seperti menghadapi kegagalan, orang yang memiliki harga diri tinggi akan lebih mudah menerima dan memahami pengalaman tersebut. Adanya dua jenis harga diri dapat menghasilkan dampak yang berbeda. 

Harga diri secara menyeluruh lebih berhubungan erat dengan kesejahteraan psikologis, sedangkan harga diri yang bersifat spesifik lebih berpengaruh terhadap perilaku individu.

Temuan tersebut mengindikasikan bahwa harga diri umum memiliki kaitan kuat dengan kesejahteraan psikologis, sedangkan harga diri spesifik, terutama dalam bidang akademik, lebih berkaitan dengan performa belajar dan praktik.

Penelitian juga memperlihatkan bahwa tingkat harga diri akademik bisa memengaruhi harga diri secara keseluruhan, khususnya pada aspek-aspek positif. 

Hal ini juga mencerminkan sejauh mana individu menilai harga dirinya sendiri (Rosenberg et al., 1995).

Cast & Burke

Kajian yang dilakukan oleh Cast dan Burke (2002) menunjukkan bahwa konsep harga diri biasanya dibentuk melalui tiga pendekatan yang masing-masing berkembang secara terpisah. 

Pertama, harga diri terbentuk berdasarkan pengalaman perilaku yang dilakukan individu. 

Kedua, harga diri berperan sebagai pendorong motivasi, yang mendorong seseorang untuk terus menunjukkan perilaku yang mendukung dan memperkuat pandangan positif terhadap diri sendiri.

Ketiga, harga diri juga dilihat sebagai mekanisme pertahanan diri yang berfungsi melindungi individu dari pengalaman yang bersifat negatif atau merugikan.

Dari berbagai teori yang telah disampaikan para ahli psikologi mengenai konsep harga diri, dapat ditarik kesimpulan bahwa harga diri merupakan bentuk evaluasi pribadi yang menjadi pijakan utama individu dalam memandang dirinya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri

Terdapat empat aspek yang diyakini dapat memengaruhi pembentukan harga diri seseorang:

Penerimaan atau Penolakan Diri

Seseorang yang merasa dirinya bermanfaat akan lebih mungkin memiliki pandangan positif terhadap dirinya dibandingkan mereka yang merasa tidak memiliki nilai. 

Individu dengan persepsi diri yang sehat umumnya bisa menghargai, menerima, serta tidak merendahkan diri mereka sendiri. 

Mereka juga menyadari keterbatasan yang dimiliki sambil tetap memiliki semangat untuk berkembang serta mampu memahami potensi dalam dirinya. 

Sebaliknya, mereka yang memiliki pandangan negatif terhadap diri sendiri cenderung merasa tidak puas, menarik diri, bahkan membutuhkan dorongan dari luar.

Kemampuan Memimpin atau Tingkat Kepopuleran

Salah satu bentuk harga diri dapat terlihat dari kemampuan individu untuk membedakan dirinya dari orang lain dan lingkungan sekitar. 

Dalam kondisi yang menuntut persaingan, individu dengan harga diri tinggi mampu menerima diri mereka dan menunjukkan bahwa mereka memiliki pengaruh serta dapat diterima oleh orang lain. 

Pengalaman yang muncul dari kondisi seperti ini biasanya membuat individu lebih paham terhadap dirinya sendiri, berani tampil sebagai pemimpin, atau sebaliknya menghindari konflik dan kompetisi.

Peran Keluarga dan Orang Tua

Lingkungan keluarga, terutama orang tua, memberikan dampak besar terhadap pembentukan harga diri. Keluarga merupakan sumber utama dalam proses meniru perilaku dan pembentukan nilai. 

Selain itu, perasaan dihargai dalam lingkungan keluarga menjadi aspek penting yang sangat berpengaruh terhadap bagaimana seseorang menilai dirinya sendiri.

Tingkat Keterbukaan dan Rasa Cemas

Seseorang akan lebih terbuka terhadap nilai-nilai, keyakinan, sikap, serta norma dari lingkungan ketika merasa diterima dan dihargai. 

Sebaliknya, individu yang merasa ditolak oleh lingkungannya rentan mengalami frustrasi yang dapat berpengaruh terhadap harga dirinya.

Aspek dari Harga Diri

Menurut pandangan Coopersmith (dalam Tyas, 2010: 33–35), terdapat empat komponen penting yang menjadi bagian dari harga diri seseorang:

Pengaruh (Power)

Komponen ini menggambarkan sejauh mana individu mampu mengatur tindakan dirinya sendiri serta bagaimana ia mendapatkan pengakuan atas perilaku yang dilakukannya dari orang-orang di sekitarnya. 

Rasa pengaruh ini tampak dari penghormatan yang diberikan oleh orang lain serta sejauh mana pandangan individu tersebut diakui atau dihargai oleh lingkungan sosialnya.

Makna Diri (Significance)

Aspek ini mencerminkan besarnya perhatian, rasa kasih sayang, dan kepedulian yang diberikan orang lain kepada individu sebagai bentuk penerimaan dirinya di tengah lingkungan sosial. 

Ketika seseorang merasa diterima dengan hangat, mendapatkan respons yang positif, dan kehadirannya disenangi oleh lingkungan sebagaimana adanya, hal tersebut menunjukkan bahwa individu memiliki nilai keberadaan yang penting di mata orang lain.

Nilai Moral (Virtue)

Aspek ini menitikberatkan pada komitmen individu terhadap prinsip-prinsip moral, norma sosial, serta keyakinan agama. 

Orang yang menjaga perilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut akan menghindari tindakan yang dianggap menyimpang serta cenderung melakukan perbuatan yang dianggap benar menurut panduan etika, sosial, dan kepercayaan. 

Hal ini akan membentuk penilaian positif terhadap diri sendiri, yang menjadi fondasi dari harga diri yang sehat.

Kecakapan (Competence)

Komponen ini merujuk pada kemampuan individu dalam menunjukkan performa yang memadai untuk mencapai keberhasilan dalam berbagai aspek kehidupan, baik akademik, sosial, maupun pribadi. 

Tingkatan tugas serta kemampuan ini akan bervariasi tergantung pada tahapan usia, namun pada dasarnya menunjukkan bahwa individu memiliki kapasitas untuk mencapai tujuan secara efektif.

Cara Meningkatkan Harga Diri

Terdapat sejumlah strategi yang dapat diterapkan untuk membangun rasa percaya diri terhadap diri sendiri. Langkah pertama adalah dengan mengenali potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya secara konsisten. 

Rasa percaya diri seseorang akan lebih mudah tumbuh apabila individu mampu menunjukkan keahlian dan pencapaian yang berarti dalam hidupnya. Dengan demikian, kapasitas diri dapat diasah dan kesempatan untuk menampilkannya bisa lebih terbuka.

Selanjutnya, penting untuk berhenti terlalu memikirkan penilaian orang lain terhadap diri sendiri. 

Ketika seseorang terus-menerus terjebak dalam kekhawatiran terhadap pendapat orang lain, maka ruang untuk bertindak dan berkembang akan menjadi sangat terbatas. 

Maka dari itu, berusaha untuk tidak terfokus pada opini eksternal, dan lebih menekankan perhatian pada apa yang ingin dicapai, bisa menjadi langkah efektif untuk membentuk rasa percaya diri yang lebih kuat.

Cara lain yang juga tak kalah penting adalah menghindari kebiasaan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Perlu disadari bahwa orang lain tidak bisa dijadikan tolak ukur kehidupan kita secara mutlak. 

Apa yang mereka tampilkan di media sosial sering kali hanya sisi terbaik dari hidup mereka, bukan keseluruhan realita. Oleh karena itu, alih-alih terus melihat ke luar, lebih baik berfokus pada proses perkembangan pribadi. 

Mengetahui kelebihan sekaligus keterbatasan diri juga merupakan bagian penting dalam membangun penghargaan terhadap diri sendiri.

Pengukuran Harga Diri

Penilaian terhadap harga diri umumnya dilakukan dengan menggunakan alat ukur khusus, salah satunya adalah Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) yang dikenal luas. 

Instrumen ini terdiri atas 10 pernyataan yang harus dijawab oleh peserta dengan menunjukkan tingkat persetujuan terhadap berbagai pernyataan mengenai diri mereka. 

Selain itu, terdapat juga alat bernama Coopersmith Inventory yang menggunakan 50 pertanyaan mencakup berbagai aspek kehidupan individu.

Pada metode ini, peserta akan diberi pertanyaan mengenai apakah mereka melihat seseorang memiliki kesamaan atau perbedaan dengan diri mereka. 

Bila jawaban yang diberikan menunjukkan tingkat kepercayaan diri yang tinggi, maka dapat diasumsikan individu tersebut memiliki kesesuaian sebagai pasangan sosial. 

Sebaliknya, jika tanggapan menunjukkan perasaan rendah diri, maka kemungkinan individu tersebut lebih rentan terhadap penyimpangan perilaku sosial ketika berinteraksi dengan orang lain.

Konsep pengukuran harga diri yang bersifat laten pertama kali diperkenalkan pada dekade 1980-an. Biasanya, metode ini mengandalkan pendekatan tidak langsung terhadap pemrosesan kognitif yang diyakini berkaitan dengan harga diri implisit. 

Contoh dari pendekatan ini termasuk tugas yang berfokus pada nama pribadi atau tes dengan hubungan implisit terhadap konsep diri.

Sebagian dari tes tidak langsung ini memang dirancang untuk meminimalisir kesadaran peserta saat proses penilaian berlangsung. 

Dalam pengaplikasiannya, psikolog memberikan rangsangan tertentu yang berkaitan dengan individu, lalu mengukur kecepatan reaksi peserta dalam menilai apakah rangsangan tersebut bersifat positif atau negatif. 

Sebagai ilustrasi, apabila seorang perempuan menerima stimulus yang relevan dengan dirinya, psikolog akan menilai seberapa cepat ia dapat mengidentifikasi apakah rangsangan tersebut membawa konotasi positif atau justru negatif.

Sebagai penutup, apa itu harga diri adalah cerminan bagaimana seseorang menilai dirinya sendiri, yang berperan penting dalam membentuk sikap, keputusan, dan relasi pribadi.

Bru

Bru

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Samsung Galaxy S25 FE: AI, Kamera, dan Desain Premium

Samsung Galaxy S25 FE: AI, Kamera, dan Desain Premium

Samsung Galaxy S25 FE, Alternatif Flagship untuk Content Creator

Samsung Galaxy S25 FE, Alternatif Flagship untuk Content Creator

Oppo F31 Series 5G Resmi Rilis dengan Baterai 7.000mAh

Oppo F31 Series 5G Resmi Rilis dengan Baterai 7.000mAh

Oppo A6 GT 5G Hadir, Usung Snapdragon 7 Gen 3

Oppo A6 GT 5G Hadir, Usung Snapdragon 7 Gen 3

Xiaomi 13T Resmi Hadir dengan 5G Super Cepat

Xiaomi 13T Resmi Hadir dengan 5G Super Cepat