
JAKARTA — Bank Indonesia (BI) resmi akan membatasi sementara pemberian izin baru bagi usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB), atau yang lebih dikenal sebagai money changer, di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Kebijakan ini mulai berlaku pada 1 Juli 2025 hingga 31 Desember 2026, sebagai bagian dari strategi penguatan tata kelola industri dan upaya menjaga persaingan usaha yang sehat.
Kebijakan tersebut diumumkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta, dengan tujuan utama menata ulang struktur industri money changer di ibu kota. Langkah ini diambil menyusul pertumbuhan jumlah money changer yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir, namun belum diimbangi dengan efisiensi operasional dan tata kelola yang optimal.
Fokus pada Efisiensi dan Persaingan Usaha Sehat
Baca Juga
Dalam keterangannya, pihak Bank Indonesia menyatakan bahwa pembatasan izin usaha baru akan memberi ruang bagi penguatan pelaku usaha yang sudah ada. Dengan jumlah KUPVA BB yang memadai, efisiensi usaha dan pengawasan regulasi dinilai akan lebih mudah dilakukan, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan penukaran uang resmi.
“Pembatasan ini dilakukan demi menjaga efisiensi industri dan menciptakan persaingan usaha yang sehat dalam sektor jasa penukaran valuta asing,” ujar perwakilan dari Bank Indonesia Jakarta.
Selain menjaga efisiensi dan integritas sistem, BI juga ingin memastikan bahwa industri money changer tidak berkembang secara berlebihan yang bisa memicu praktik bisnis yang tidak sehat, seperti perang harga yang tidak terkendali atau praktik bisnis yang mengabaikan prinsip tata kelola yang baik.
Tidak Berlaku Nasional
Pembatasan izin usaha baru ini hanya berlaku di wilayah Provinsi DKI Jakarta, dan tidak berdampak pada wilayah lainnya di Indonesia. Dengan demikian, pelaku usaha di luar Jakarta masih dapat mengajukan izin usaha baru sesuai ketentuan yang berlaku.
Kebijakan tersebut bersifat sementara, dan selama masa pembatasan ini, BI akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap struktur industri, tingkat kebutuhan masyarakat, serta efektivitas pengawasan terhadap KUPVA BB yang sudah beroperasi.
Izin Tetap Bisa Diperpanjang dan Diperbarui
Meski izin baru dibatasi, Bank Indonesia menegaskan bahwa pelaku usaha KUPVA BB yang sudah berizin tetap dapat melanjutkan usahanya seperti biasa. Mereka juga bisa melakukan perpanjangan izin usaha atau penggantian lokasi usaha, selama sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kami pastikan bahwa pelaku usaha yang sudah terdaftar dan mematuhi regulasi tetap dapat melanjutkan operasinya. Yang dibatasi adalah pemberian izin baru, bukan operasional usaha yang sudah ada,” jelas BI.
Langkah ini sejalan dengan upaya Bank Indonesia untuk menciptakan ekosistem jasa keuangan non-bank yang lebih sehat dan terkelola secara baik, khususnya dalam segmen penukaran valuta asing. Pihak BI juga membuka ruang dialog dengan asosiasi penyelenggara jasa penukaran uang agar tetap ada transparansi dan akuntabilitas dalam proses evaluasi industri.
Dampak terhadap Pelaku Usaha Baru
Bagi calon pelaku usaha money changer yang berencana memulai bisnis di Jakarta, kebijakan ini akan menjadi tantangan tersendiri. Mereka harus menunda rencana ekspansi atau pembukaan kantor baru setidaknya hingga awal 2027, atau menyesuaikan lokasi usaha di luar Jakarta jika ingin segera beroperasi.
Namun demikian, BI menilai bahwa penundaan ini justru memberi waktu bagi calon pelaku usaha untuk mempersiapkan diri lebih matang, termasuk dari sisi modal, sumber daya manusia, hingga sistem kepatuhan dan pelaporan transaksi.
Penguatan Pengawasan dan Kepatuhan
Kebijakan pembatasan ini juga didukung oleh langkah strategis Bank Indonesia dalam meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan usaha KUPVA BB, terutama dalam upaya pencegahan praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme (APU-PPT). BI telah memperkuat kerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta lembaga penegak hukum untuk memastikan bahwa seluruh transaksi valuta asing dilakukan secara sah dan terpantau.
Bank Indonesia juga menekankan pentingnya seluruh pelaku usaha mematuhi prinsip kehati-hatian, transparansi, dan pelaporan rutin. Hal ini akan menjadi salah satu tolok ukur dalam penilaian keberlanjutan izin usaha pada masa mendatang.
Upaya Menjaga Stabilitas Sektor Jasa Keuangan
Pembatasan ini menjadi bagian dari rangkaian kebijakan makroprudensial BI yang bertujuan menjaga stabilitas sektor jasa keuangan nasional secara menyeluruh. Dengan memperketat izin usaha dan memperkuat pengawasan, BI berharap bisa membentuk industri penukaran uang yang lebih kokoh, efisien, dan terpercaya.
“Kita ingin mendorong industri penukaran valuta asing yang tidak hanya tumbuh dalam jumlah, tetapi juga berkualitas dalam pelayanan dan integritas usaha,” tambah pejabat BI dalam keterangannya.
Langkah ini juga diharapkan bisa mendorong digitalisasi layanan penukaran uang yang lebih modern dan terintegrasi, sekaligus meningkatkan literasi keuangan masyarakat dalam menggunakan layanan penukaran uang yang resmi dan terdaftar.
Kebijakan Bank Indonesia membatasi izin baru bagi usaha money changer di Jakarta hingga akhir 2026 menjadi sinyal kuat bahwa regulasi dan efisiensi menjadi prioritas utama dalam pengelolaan sektor keuangan non-bank. Meski bersifat sementara, langkah ini diharapkan mampu menciptakan iklim usaha yang lebih sehat, terawasi, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Sutomo
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
8 Mobil Listrik Modern Hadir dengan Aplikasi Canggih
- 10 September 2025
2.
Makanan Tradisional Jepang Mendukung Umur Panjang Sehat
- 10 September 2025
3.
Daftar Harga BBM Pertamina Seluruh Indonesia Hari Ini
- 10 September 2025
4.
PLN Pastikan Tarif Listrik September 2025Tetap Stabil
- 10 September 2025
5.
Harga Minyak Naik, Prospek Ekonomi Tetap Menjanjikan
- 10 September 2025