JAKARTA - Pasar energi global menutup perdagangan dengan pergerakan terbatas namun tetap mengarah naik.
Harga minyak mentah dunia mencatat penguatan tipis seiring pelaku pasar menimbang berbagai faktor geopolitik yang berpotensi mengganggu pasokan dalam waktu dekat.
Sentimen utama datang dari kekhawatiran terhadap sanksi lanjutan atas Rusia serta risiko pasokan akibat blokade kapal tanker minyak Venezuela. Kedua isu tersebut dinilai dapat memengaruhi keseimbangan pasokan global secara bertahap.
Baca JugaDampak Investasi Asing Dorong Perluasan Program KLIK Kawasan Industri Nasional
Investor cenderung berhati hati namun tetap responsif terhadap setiap perkembangan. Fluktuasi harga yang terjadi mencerminkan pasar yang masih mencari arah di tengah ketidakpastian global.
Pergerakan Harga Brent Dan WTI Di Akhir Pekan
Pada penutupan perdagangan Jumat, minyak mentah Brent tercatat naik tipis. Harga Brent menguat 14 sen atau setara 0,2 persen dan ditutup di level US$ 59,82 per barel.
Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate juga mencatatkan kenaikan. WTI bertambah 21 sen atau 0,4 persen sehingga berada di posisi US$ 56,15 per barel.
Kenaikan ini tergolong moderat dan menunjukkan pasar belum sepenuhnya yakin terhadap kekuatan tren naik. Namun, sinyal penguatan tetap terbaca jelas dalam pergerakan harga harian.
Pelaku pasar menilai bahwa meski kenaikan relatif kecil, arah pergerakan mencerminkan meningkatnya kewaspadaan terhadap potensi gangguan pasokan di berbagai kawasan produsen utama.
Blokade Venezuela Dan Risiko Produksi Regional
Salah satu faktor yang memberi dukungan pada harga minyak adalah blokade kapal tanker minyak Venezuela. Kondisi ini dinilai dapat berdampak serius apabila berlangsung dalam jangka waktu panjang.
“Kontrak minyak mencoba mendapatkan dukungan dari blokade ekspor minyak Venezuela, yang jika berlanjut berpotensi menghentikan produksi di kawasan tersebut karena tidak ada tujuan pengiriman,” kata Senior Vice President BOK Financial, Dennis Kissler, seperti dilansir dari Reuters.
Blokade tersebut berpotensi memengaruhi sekitar 600.000 barel per hari ekspor minyak Venezuela. Sebagian besar ekspor tersebut selama ini ditujukan ke China.
Di sisi lain, sekitar 160.000 barel per hari ekspor ke Amerika Serikat diperkirakan masih dapat berjalan. Chevron dilaporkan tetap mengirimkan kapal ke AS di bawah otorisasi sebelumnya.
Venezuela juga mengizinkan dua kapal besar yang tidak terkena sanksi untuk berlayar menuju China. Kebijakan ini sedikit meredam dampak langsung, meski risiko jangka panjang tetap membayangi.
Sanksi Rusia Dan Ketegangan Geopolitik Global
Selain Venezuela, pasar juga mencermati perkembangan terkait Rusia. Presiden AS Donald Trump menyebut pembicaraan untuk mengakhiri perang di Ukraina mulai menunjukkan kemajuan.
Pernyataan tersebut muncul menjelang rencana pertemuan dengan pejabat Rusia pada akhir pekan. Namun, Amerika Serikat tetap menyiapkan sanksi tambahan terhadap sektor energi Rusia.
“Jika tidak ada kesepakatan Rusia-Ukraina, serangan terhadap Rusia bisa meningkat, memperketat pasokan. Ditambah blokade minyak Venezuela, harga minyak bisa sedikit undervalued saat ini,” ujar Kissler.
Analis ING menilai bahwa langkah lanjutan terhadap minyak Rusia berpotensi menciptakan risiko pasokan yang lebih besar. Dampaknya dinilai bisa melampaui efek blokade kapal tanker Venezuela.
Inggris juga mengambil langkah dengan menjatuhkan sanksi terhadap 24 individu dan entitas. Di antaranya termasuk perusahaan minyak Rusia Tatneft dan Russneft.
Langkah sanksi tersebut menambah lapisan ketidakpastian di pasar energi. Investor pun terus memantau bagaimana respons Rusia dan mitra dagangnya terhadap tekanan tersebut.
Prospek Produksi Dan Perkiraan Jangka Menengah
Di tengah harga minyak yang relatif rendah, sejumlah lembaga mulai mengkaji dampaknya terhadap produksi global. Bank of America memprediksi tekanan harga dapat menurunkan produksi dalam beberapa tahun mendatang.
Jika harga WTI rata rata berada di kisaran US$ 57 per barel pada 2026, produksi minyak serpih Amerika Serikat diperkirakan turun sekitar 70.000 barel per hari.
Penurunan produksi ini berpotensi menjadi faktor penyeimbang di pasar. Pasokan yang lebih ketat dapat memberikan dukungan tambahan terhadap harga dalam jangka menengah.
Namun, prospek tersebut tetap bergantung pada dinamika geopolitik dan kebijakan energi global. Perubahan kecil dalam kebijakan dapat memicu reaksi besar di pasar minyak.
Untuk saat ini, pasar masih berada dalam fase menunggu. Harga bergerak tipis, sementara investor terus menimbang risiko pasokan, sanksi, dan arah kebijakan negara negara produsen utama.
Enday Prasetyo
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
BABY Siapkan Rights Issue untuk Mendukung Akuisisi Saham PT Emway Globalindo
- Jumat, 19 Desember 2025
Baramulti BSSR Tebar Dividen Interim Sebesar Rp127 Per Saham Januari 2026
- Jumat, 19 Desember 2025
Sime Darby Property Perkuat Ketangguhan Kota Lewat Tata Kelola ESG
- Jumat, 19 Desember 2025
Semen Indonesia SMGR Perkuat Tata Kelola Demi Transparansi Informasi Publik
- Jumat, 19 Desember 2025
Polri Distribusikan Ratusan Tandon Air Bersih Bagi Warga Pascabencana Aceh
- Jumat, 19 Desember 2025
Berita Lainnya
Prediksi Pergerakan Masyarakat Nataru 2025 Terpadat Dipusatkan Di Jawa Tengah
- Jumat, 19 Desember 2025
Daftar Harga BBM Pertamina 19 Desember 2025 Terbaru Di Seluruh Indonesia
- Jumat, 19 Desember 2025
Panas Bumi Jadi Penggerak Utama Transisi Energi Baru Terbarukan Indonesia
- Jumat, 19 Desember 2025
Terpopuler
1.
Cara Tepat Kompres Saat Demam Agar Tubuh Cepat Pulih
- 19 Desember 2025
2.
Kenali Gejala Rosacea dan Cara Tepat Merawat Kulit Sensitif
- 19 Desember 2025
3.
Emily in Paris Season 5 Tampil Segar dengan Gaya Rambut Bob Baru
- 19 Desember 2025
4.
Kenali Dampak Kelebihan Gula dan Tanda Tubuh Mengalami Gangguan
- 19 Desember 2025
5.
Yoga Praktis Tanpa Matras untuk Redakan Pegal Karyawan Kantoran
- 19 Desember 2025













