JAKARTA - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Maluku Utara tengah menyelidiki dugaan tindakan ilegal yang dilakukan oleh PT Wana Kencana Mineral (WKM). Perusahaan tambang tersebut diduga menjual bijih nikel yang telah disita oleh negara sebelumnya. Kasus ini menambah deretan permasalahan tambang yang sudah lama menjadi perhatian publik di Maluku Utara.
Dugaan Penjualan Bijih Nikel Sitaan
Penyelidikan ini diumumkan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Maluku Utara, Kombes Pol Edy Wahyu dalam sebuah konferensi pers yang diadakan pada Rabu, 19 Februari 2025. "Kami akan mulai melakukan penyelidikan terkait dugaan jual bijih nikel yang dilakukan oleh PT WKM," ungkapnya. Penyelidikan ini didorong oleh laporan dari Koordinator Konsorsium Advokasi Tambang (KATAM) Maluku Utara, Muhlis Ibrahim, mengenai penjualan bijih nikel berstatus sitaan oleh PT WKM.
Muhlis Ibrahim menjelaskan bahwa bijih nikel tersebut awalnya merupakan sitaan pengadilan yang keputusannya menyerahkan kepada pemerintah daerah. Data menunjukkan bahwa terdapat sekitar 90 ribu metrik ton ore nikel yang telah dijual. "Ore itu adalah milik PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT), yang telah siap untuk diproduksi," kata Muhlis.
Konflik Perizinan dan Kepemilikan
Masalah ini semakin rumit setelah izin usaha pertambangan (IUP) dari PT KPT, yang dikeluarkan oleh Pemda Halmahera Timur, dicabut oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan kemudian diserahkan kepada PT WKM. Perubahan ini memicu konflik yang intens antar kedua perusahaan, yang kemudian berujung pada putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia, menyatakan bahwa PT WKM secara hukum sah untuk mendapatkan IUP tersebut.
Namun, tindakan PT WKM menjual bijih nikel sitaan negara memicu reaksi keras dari masyarakat dan aktivis lingkungan. "Hal ini penting untuk disuarakan. Masyarakat Maluku Utara harus mempertanyakan 90 ribu ton lebih ore nikel yang telah menjadi aset pemerintah itu," ujar Muhlis. Berdasarkan estimasi KATAM, kerugian pemerintah daerah dari penjualan ore nikel ini diperkirakan mencapai sekitar Rp 30 miliar.
Pertanyaan Seputar Dana Jaminan Reklamasi
Selain dugaan penjualan bijih nikel ilegal, KATAM juga menyoroti ketidakpatuhan PT WKM dalam menyetor dana jaminan reklamasi selama empat tahun. Sejak mengoperasikan tambangnya pada tahun 2018 hingga 2022, PT WKM diduga belum menyetorkan dana jaminan reklamasi yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Maluku Utara melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral pada tahun 2018 senilai Rp 13.454.525.148.
"Hasil investigasi kami menunjukkan bahwa pemerintah telah menetapkan dana jaminan reklamasi, namun faktanya, PT WKM hanya melakukan sekali penyetoran pada tahun 2018, itu pun hanya sebesar Rp 124.120.000," tambah Muhlis. Kondisi ini semakin memperburuk citra perusahaan di mata masyarakat dan memicu pertanyaan serius mengenai tata kelola lingkungan pertambangan di Maluku Utara.
Langkah-Langkah Hukum Selanjutnya
Dalam konteks ini, KATAM mendesak pemerintah untuk segera menagih dan menindak tegas PT WKM sesuai dengan hukum yang berlaku, terutama terkait penyetoran dana jaminan reklamasi yang belum terpenuhi. "Pemerintah penting untuk menagih dan menindak tegas pihak PT WKM. Jika kewajiban ini tidak dipatuhi, sesuai dengan peraturan yang berlaku, tindakan tegas harus diambil," tegas Muhlis.
Sebagai informasi tambahan, total ore yang disita negara dalam kasus ini berjumlah sekitar 300 ribu ton, menjadikan kasus ini sebagai salah satu kasus tambang terbesar di wilayah Maluku Utara akhir-akhir ini. Respon cepat dari pihak kepolisian dan pemerintah daerah sangat penting untuk menyelesaikan konflik ini agar tidak menciptakan preseden buruk bagi pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.
Menghadapi Tantangan Pemantauan Tambang
Kasus ini kembali menyoroti tantangan besar dalam pengelolaan tambang di Indonesia, khususnya di daerah-daerah dengan potensi sumber daya alam yang melimpah seperti Maluku Utara. Pengawasan yang ketat dan transparansi dalam pengelolaan tambang menjadi tuntutan yang semakin lantang disuarakan oleh masyarakat dan aktivis lingkungan.
Dengan penyelidikan yang sedang berlangsung dan perhatian penuh dari berbagai pihak termasuk media, diharapkan bahwa kerjasama semua pihak, baik pemerintah, pihak kepolisian, masyarakat, dan pelaku industri, dapat menghasilkan solusi terbaik untuk kasus ini dan mencegah kejadian serupa terulang kembali di masa depan.