JAKARTA - Dalam upaya menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi nasional, pemerintah telah mengambil langkah proaktif dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025. PMK ini mengatur tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu yang Ditanggung Pemerintah (DTP) sebagai bagian dari stimulus ekonomi untuk Tahun Anggaran 2025.
Regulasi ini telah ditetapkan dan resmi mulai berlaku sejak 4 Februari 2025. Kebijakan tersebut diambil sebagai respon atas situasi ekonomi yang menantang serta sebagai upaya menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat yang terdampak oleh berbagai faktor ekonomi. Salah satunya adalah kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025, meningkatkan tarif menjadi 12%.
Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, menjelaskan bahwa kebijakan ini memberikan insentif pajak penghasilan kepada karyawan di sektor-sektor strategis tertentu di Tanah Air. "Penerbitan PMK ini merupakan wujud komitmen Pemerintah untuk tetap menjaga daya beli masyarakat melalui paket-paket stimulus yang diberikan," ujar Dwi Astuti dalam keterangannya pada Senin (17 Februari).
Sektor dan Ketentuan Penerima Stimulus
Menurut PMK Nomor 10 Tahun 2025, insentif berupa pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 21 ini diberikan secara khusus kepada karyawan yang bekerja di sektor industri alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur serta kulit dan barang dari kulit. Stimulus dimulai dari masa pajak Januari 2025, atau dari bulan pertama pekerja mulai bekerja pada tahun tersebut.
Karyawan yang berhak menerima insentif ini adalah mereka yang memiliki penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 10 juta per bulan atau Rp 500.000 per hari. Selain itu, pemberi kerja dari para karyawan tersebut harus terdaftar dalam kode klasifikasi lapangan usaha yang telah ditentukan dan tercantum dalam Lampiran A, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PMK ini.
Alasan Penetapan Sektor Prioritas
Keputusan untuk memfokuskan stimulus pada beberapa sektor ini bukanlah tanpa alasan. Industri-industri ini dikenal sebagai sektor padat karya yang menjadi tulang punggung perekonomian dan penyedia lapangan pekerjaan besar di Indonesia. Industri tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki, misalnya, adalah salah satu penopang ekspor Indonesia. Dengan memberikan insentif ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan daya saing industri dan sekaligus mempertahankan stabilitas tenaga kerja di sektor-sektor tersebut.
Dampak Ekonomi dan Langkah Strategis
Kebijakan ini diharapkan mampu mengurangi beban pajak yang harus ditanggung karyawan, sehingga mereka memiliki daya beli yang lebih kuat. Dampak jangka panjang yang diharapkan adalah peningkatan konsumsi domestik yang dapat merangsang pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Pemerintah memandang bahwa dengan mengurangi tekanan finansial pada masyarakat, terutama yang berada di level penghasilan menengah ke bawah, dapat memicu permintaan pasar dan akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan daya saing barang ekspor Indonesia di pasar internasional dengan memberikan dukungan kuat kepada sektor produksi dalam negeri. Dengan insentif ini, diharapkan sektor-sektor yang sudah terpilih dapat mempertahankan, bahkan memperluas pasar produksi mereka, sekaligus menjaga stabilitas lapangan pekerjaan bagi jutaan pekerja di industri terkait.
Tanggapan dari Praktisi Ekonomi
Berbagai tanggapan positif datang dari para pelaku industri dan pakar ekonomi atas langkah yang diambil oleh pemerintah ini. Mereka melihat kebijakan ini sebagai langkah taktis yang tidak hanya menciptakan insentif kepada para pekerja tetapi juga memberikan ruang bernapas bagi industri untuk terus berkembang.
Seorang pengusaha tekstil, Ahmad Fahmi, menyatakan bahwa kebijakan ini sangat membantu perusahaannya untuk menjaga stabilitas operasional. "Dengan adanya insentif PPh 21 DTP, kita bisa meningkatkan kesejahteraan karyawan dan mempertahankan produktivitas. Ini langkah positif dari pemerintah, terutama di tengah kenaikan PPN," ujarnya.
Sementara itu, ekonom Indah Permatasari dari Universitas Gadjah Mada menuturkan, "Kebijakan ini tidak hanya berfungsi sebagai stimulus ekonomi jangka pendek, tetapi juga menjadi pondasi bagi daya saing industri nasional melalui peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dan pengurangan beban pajak bagi karyawan."
Demikianlah langkah proaktif pemerintah dalam menjawab tantangan ekonomi yang ada saat ini. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap stabilitas sosial ekonomi dan keamanan finansial masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di sektor-sektor prioritas yang telah ditetapkan. Pemerintah bersama dengan seluruh elemen masyarakat diharapkan dapat terus berkolaborasi untuk menjamin keberlanjutan dan efektivitas dari inisiatif-inisiatif serupa di masa depan.