JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta merencanakan pembatasan masa tinggal bagi penghuni rumah susun sederhana sewa (rusunawa) sebagai bagian dari strategi meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Kebijakan ini menyasar pada dua kategori penghuni, yaitu masyarakat umum dan terprogram, bertujuan mendorong mereka untuk beralih memiliki hunian tetap melalui skema Kredit Perumahan Rakyat (KPR).
Langkah Pemprov DKI Menuju Kemandirian Hunian
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta, Kelik Indriyanto, menyatakan bahwa pembatasan masa tinggal dirancang sebagai insentif bagi penghuni rusunawa demi mempersiapkan diri mengajukan KPR. "Saat ini DPRKP menyalurkan dana KPR berupa penyaluran fasilitas pembiayaan pemilikan rumah (FPPR) dengan bunga 5 persen fix dan masa tenor sampai dengan 20 tahun bagi masyarakat berpenghasilan rendah," ungkap Kelik kepada wartawan pada Jumat, 7 Februari.
Kelik menegaskan pentingnya mempermudah akses KPR sebagai langkah strategis bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan hunian tetap yang layak. Dengan adanya skema ini, Pemprov DKI berharap bisa mengurangi beban rumah tangga penghuni rusunawa dengan menawarkan suku bunga yang kompetitif dan jangka waktu pembayaran yang relatif panjang.
Pemenuhan Kebutuhan Hunian yang Kian Mendesak
Berdasarkan data yang ada, masih banyak warga Jakarta yang membutuhkan hunian layak, sementara kapasitas rusunawa saat ini belum mampu mengakomodasi seluruh kebutuhan tersebut. Kebijakan pembatasan masa tinggal di rusunawa diharapkan dapat mengatasi isu ini dengan lebih efektif.
Kelik menyampaikan harapannya agar masyarakat dapat mempersiapkan dana untuk cicilan rumah KPR selama periode masa tinggal mereka di rusunawa. "Pada saat masa tinggal akan berakhir, diharapkan penghuni memiliki tabungan yang cukup untuk membeli rumah subsidi yang juga disiapkan oleh pemerintah," jelas Kelik lebih lanjut.
Mekanisme Pembatasan Masa Tinggal
Berdasarkan rencana kebijakan, penghuni rusunawa dengan kategori umum akan dibatasi masa tinggalnya maksimal selama 6 tahun, sedangkan penghuni kategori terprogram selama 10 tahun. Sekretaris DPRKP DKI Jakarta, Meli Budiastuti, menjelaskan bahwa masa berlaku Surat Penyewa (SP) adalah 2 tahun, yang memungkinkan perpanjangan 3 kali bagi penghuni umum dan 5 kali bagi penghuni terprogram.
"Kegiatan ini terlaksana melalui revisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 111 Tahun 2014 tentang Mekanisme Penghunian Rusunawa," ungkap Meli kepada wartawan pada Kamis, 6 Februari. Proses revisi Pergub ini masih dalam tahap pematangan sebelum diberlakukan.
Potensi Dampak Sosial dan Ekonomi
Pemerintah provinsi menyadari bahwa kebijakan ini mungkin menimbulkan tantangan bagi sebagian masyarakat, terutama dalam hal adaptasi dengan perubahan status tempat tinggal. Meli menambahkan bahwa penyesuaian waktu sewa akan mulai dihitung setelah Pergub hasil revisi tersebut terbit. "Jadi, argonya setelah pergub terbit. Kan gak mungkin kita hitung ke belakang. Pergub terbit, setelah itu mulai berlaku pembatasan waktu sewa 6 tahun ke depan, 10 tahun ke depan," tutur Meli.
Mendorong Pengembangan Ekosistem Perumahan di Jakarta
Dengan kebijakan ini, Pemprov DKI berharap untuk memperkuat ekosistem perumahan di Jakarta sekaligus memberikan solusi atas masalah tingginya permintaan hunian layak. Selain itu, langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki hunian sendiri demi stabilitas hidup jangka panjang.
Di samping itu, Pemprov DKI juga melakukan sosialisasi dan pendampingan bagi calon penerima fasilitas KPR agar proses transisi dari penghuni rusunawa menuju pemilik hunian dapat berjalan lancar. Harapannya, peningkatan kapasitas perumahan dan pembatasan masa tinggal ini dapat membantu lebih banyak warga Jakarta memperoleh rumah yang layak dan terjangkau, sekaligus memberikan kesempatan bagi masyarakat yang belum mendapatkan akses hunian.