BANDUNG - Dalam debat Pilkada Jawa Barat 2024, terungkap bahwa sebanyak 22.000 Kepala Keluarga (KK) di provinsi tersebut masih belum mendapatkan akses listrik. Kondisi ini menandakan betapa pentingnya solusi konkret dari para calon gubernur untuk mengatasi permasalahan dasar ini. Salah satu kandidat yang sangat menonjol dalam memberikan solusi adalah Dedi Mulyadi, calon gubernur nomor urut 4, yang berjanji untuk menuntaskan masalah ini dalam dua tahun mendatang apabila terpilih.
Dedi Mulyadi memiliki visi yang jelas dan komprehensif untuk memastikan bahwa seluruh rumah tangga di Jawa Barat akan dialiri listrik. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan, "Kami akan memanfaatkan dana pemerintah secara bijaksana dan memberdayakan sumber daya alam, seperti air dan angin, untuk menghasilkan listrik yang dapat menjangkau daerah terpencil."
Keberadaan puluhan ribu warga Jawa Barat tanpa akses listrik menyoroti persoalan penyediaan aliran listrik yang belum merata di Indonesia. Listrik, yang merupakan salah satu kebutuhan dasar, seharusnya menjadi hak yang dipenuhi oleh negara. Namun, hingga saat ini, liberalisasi dalam tata kelola listrik dan sumber energi primer telah menciptakan kesenjangan yang signifikan.
Sistem ekonomi berbasis kapitalisme, yang menitikberatkan pada keuntungan, menyebabkan perhatian terhadap penyediaan listrik di pedesaan menjadi terbengkalai. Sumber energi primer seperti batu bara malah dikelola secara privat oleh pihak swasta, yang menjadikan akses listrik mahal dan kurang terjangkau bagi rakyat. Liberalisasi di sektor ini menyebabkannya lebih menguntungkan untuk kepentingan bisnis daripada memenuhi kebutuhan dasar rakyat.
Hal ini berbeda dalam pandangan sistem Islam, di mana listrik dianggap sebagai milik publik dengan dua aspek utama. Pertama, sebagai salah satu bentuk energi (api) yang dalam ajaran Islam dianggap milik umum. Kedua, sumber energi untuk pembangkit listrik seperti migas dan batu bara — yang jumlahnya melimpah — juga termasuk milik publik. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yakni padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Dalam sistem Islam, pengelolaan listrik harus berada di bawah kontrol negara, yang kemudian mengembalikannya kepada rakyat dalam bentuk layanan listrik yang murah atau bahkan gratis. Setiap individu berhak mendapatkan akses listrik tanpa pengecualian, baik yang miskin maupun kaya, muslim maupun non-muslim. Negara memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan bahwa tidak ada warga negara yang terabaikan dalam mendapatkan akses listrik sebagai kebutuhan penting sehari-hari.
Dedi Mulyadi menambahkan, "Negara wajib menyediakan infrastruktur terbaik untuk kemudahan akses listrik, tanpa memandang kekayaan atau agama seseorang. Ini adalah tanggung jawab dasar negara kepada rakyatnya."
Sejalan dengan prinsip tersebut, kebijakan listrik dalam pandangan Islam menentang keras privatisasi oleh pihak swasta. Penyerahan layanan listrik kepada swasta, dengan alasan apapun, dianggap tidak sesuai dengan prinsip keadilan dalam penggunaan sumber daya milik umum. Pengelolaan ini pun tidak boleh dijadikan lahan bisnis oleh negara. Negara harus mengalokasikan dana yang cukup untuk investasi teknologi dan infrastruktur guna menjamin distribusi listrik yang merata.
Dana besar yang dialokasikan untuk pengelolaan listrik harus dimaknai sebagai bentuk pengurusan negara terhadap rakyat agar pemerataan terjadi baik di kota maupun di desa. Dengan demikian, sistem pemerintahan yang berbasis Islam, atau Khilafah, digadang-gadang sebagai solusi yang paling tepat untuk menghimpun sumber daya dan menegakkan kepemimpinan yang amanah dan bebas dari pengaruh korporasi.
Pada akhirnya, dalam Pemilu Jawa Barat 2024 ini, janji dan program konkret seperti yang diusulkan oleh Dedi Mulyadi diharapkan dapat menjadi angin segar bagi warga Jawa Barat, serta memberi harapan baru dalam pemenuhan kebutuhan listrik secara merata. Tantangan ke depan adalah bagaimana solusi ini dapat diimplementasikan secara efektif tanpa mengorbankan prinsip-prinsip keadilan dan kepemilikan publik terhadap sumber daya yang sesungguhnya milik semua rakyat.