PALOPO - Pada Senin, 16 Desember 2024, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palopo, melalui Komisi C, mengadakan inspeksi mendadak di Pelabuhan Tanjung Ringgit, Palopo. Inspeksi ini dilakukan setelah menerima keluhan masyarakat seputar aktivitas bongkar muat material milik PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS) di pelabuhan tersebut. Situasi ini telah menarik perhatian banyak pihak, terutama terkait dampak lingkungan dan sosial yang mungkin ditimbulkan.
PT BMS, berlokasi di Karang-Karangan, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, adalah unit bisnis dari KALLA yang fokus pada pengolahan nikel, termasuk Smelter Ferro Nickel dan Smelter Nickel Sulfat Battery Grade di Kabupaten Luwu. Aktivitas perusahaan ini biasanya melibatkan bongkar muat bahan konstruksi dan produksi, yang semestinya dilakukan di pelabuhan khusus milik mereka.
Ketua Komisi C DPRD Palopo, Taming M Somba, memimpin rombongan yang bertandang ke Kantor Syahbandar Palopo. Ditemani oleh koleganya seperti Sadam, Bata Manurun, Irfan Nawir, Umar, dan Andi Muh Tazar, mereka menuntut penjelasan terkait keberadaan batubara kokas di pelabuhan umum tersebut. "Kami ingin tahu, apa alasan PT BMS menyimpan batu bara kokas. Kami melihat, masyarakat hanya dapat dampak buruknya," ujar Taming.
Sementara itu, Bata Manurun, biasa disapa Batman, menyoroti dampak negatif yang muncul akibat penumpukan material tersebut. "Ada beberapa masalah yang bisa ditimbulkan. Pencemaran lingkungan, biota laut, hingga ruas jalan yang rusak akibat dilalui oleh muatan material yang berat. Ini menjadi perhatian serius kami di komisi C. Kami sarankan untuk sementara dipasangi police line," tambahnya.
Aris Muin, perwakilan dari Kantor Syahbandar Palopo, mengaku tidak mengetahui secara detail perihal kerja sama antara PT BMS dan instansinya. "PT BMS di dalam ini memang tidak semestinya begitu, material ditumpuk. Kami juga tidak tahu kenapa lama ditumpuk begitu," jelas Aris. Dia menegaskan bahwa tanggung jawab unit penyelenggara pelabuhan hanya sebatas layanan kapal.
Di tempat berbeda, Kepala Syahbandar Kota Palopo, Andi Tendri Sau, memberikan klarifikasi bahwa pihaknya tidak memiliki kerjasama khusus dengan BMS. "Tidak ada kerjasama khusus hanya saja pihak BMS membayar biaya penyimpanan sebesar Rp200 per kilogram," ungkap Andi.
Manajer PT BMS, Zulkarnaen, mengonfirmasi bahwa material yang menjadi sorotan adalah batubara kokas impor dari Cina. "Betul batu bara kokas yang diimpor dari Cina," kata Zulkarnaen. Ia menegaskan bahwa batubara jenis kokas tersebut digunakan sebagai bahan imbuh dalam proses kalsinasi material mentah nikel, bukan sebagai bahan bakar. Semua proses pengangkutan juga diklaim diawasi langsung oleh Safety Officer untuk memastikan keamanan kerja.
Setelah pertemuan singkat di kantor Syahbandar, tim DPRD melanjutkan peninjauan langsung ke lokasi. Mereka menyaksikan aktivitas muat batubara kokas ke truk pengangkut. Menurut Bata Manurun, pihaknya akan mendesak untuk mengadakan pertemuan lanjutan dengan menghadirkan Syahbandar dan PT BMS. "Ini kita minta pertemuan dengan Syahbandar. Hadirkan PT BMS. Kita mau minta penjelasan. Kalau perlu, kita rekomendasikan pasangi dulu police line," tegasnya.
Situasi ini menjadi sorotan penting bagi otoritas setempat dan mengundang perhatian dari berbagai pihak, termasuk pemangku kebijakan dan masyarakat. Transparansi dan tanggap darurat dari PT BMS serta instansi terkait diharapkan dapat memberikan solusi terbaik bagi semua pihak yang terlibat. Pemantauan lebih lanjut dan klarifikasi menyeluruh dari para pihak terkait tentu sangat dinantikan untuk mengatasi permasalahan ini.