JAKARTA - Dalam dunia kuliner, tidak mungkin membuat rendang tanpa memecahkan kelapa untuk mendapatkan santan, meski proses ini meninggalkan sisa seperti sabut dan batok yang sering diabaikan. Namun, sisanya dapat diolah menjadi produk bernilai tinggi seperti cocopeat dan kerajinan. Konsep serupa dapat diterapkan dalam industri pertambangan yang sering kali meninggalkan lahan terdegradasi, tetapi jika dikelola dengan baik, dapat berubah menjadi aset ekologi, ekonomi, dan sosial yang berharga. Dalam penerapannya yang baik, industri pertambangan dapat membuka jalan menuju keberlanjutan yang lebih luas.
Perusahaan tambang yang mematuhi aturan pemerintah dan standar internasional telah membuktikan kontribusi positifnya dengan membuka akses ke daerah-daerah terpencil. Lokasi tambang yang sebelumnya sulit dijangkau kini berkembang menjadi kota dengan jaringan jalan yang baik, fasilitas pendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi baru.
Sebagai industri ekstraktif, kegiatan pertambangan tidak terlepas dari dampak lingkungan seperti erosi tanah dan perubahan kualitas air. Oleh karena itu, upaya perbaikan pengelolaan lingkungan tambang menjadi sangat penting. "Perusahaan pertambangan harus berkomitmen untuk mengelola lahan bekas tambang secara berkelanjutan," kata seorang narasumber dari lembaga penelitian lingkungan. Dengan demikian, perbedaan antara perusahaan yang patuh terhadap lingkungan dan yang tidak akan semakin jelas terlihat.
Perusahaan yang bertanggung jawab akan membangun fasilitas pengolahan air dan mengelola batuan penyebab air asam secara hati-hati. Sebaliknya, perusahaan yang merusak lingkungan biasanya meninggalkan begitu saja ketika cadangan tambang habis. Namun, pemerintah sudah merumuskan peraturan ketat tentang reklamasi lahan, yang meliputi jenis dan jumlah pohon yang harus ditanam, serta pengendalian erosi dan longsor.
Seiring berjalannya waktu, reklamasi lahan bekas tambang telah membuktikan potensinya dalam mendukung ketahanan pangan, air, dan energi. Beberapa perusahaan telah berhasil mengubah lahan bekas tambang menjadi area produktif untuk budidaya tanaman pangan, peternakan, dan bahkan hutan energi. "Kami telah berhasil membudidayakan berbagai jenis tanaman di lahan bekas tambang dan berharap ini dapat menjadi model bagi perusahaan lain," ungkap salah satu perwakilan perusahaan tambang.
Keberhasilan ini tidak hanya mengubah persepsi publik tentang lahan bekas tambang, tetapi juga membuka lapangan kerja baru dan mendukung ekonomi lokal. Dalam sektor perikanan, lubang bekas tambang dapat digunakan sebagai kolam budidaya ikan. Sumber daya air dari lubang tambang ini dapat dimanfaatkan untuk irigasi dan air minum.
Selain itu, peternakan sapi juga telah dibangun di atas lahan reklamasi. Proses ini dimulai dengan penyebaran tanah yang disimpan sebelumnya dan penanaman tanaman penutup tanah. Tanaman ini, sering kali berupa pakan ternak, membantu memulihkan kesuburan tanah dan mendukung usaha peternakan daging serta produksi pupuk organik.
Budidaya tanaman seperti jagung, kakao, buah-buahan, aren, dan sagu juga telah menunjukkan hasil positif. Misalnya, di Kalimantan Utara, sebuah perusahaan pertambangan telah berhasil mengembangkan pabrik coklat untuk mengolah biji kakao hasil reklamasi.
Tak hanya dalam ketahanan pangan, potensi energi hijau di lahan bekas tambang juga mulai dioptimalkan. Perusahaan pertambangan telah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar biomassa di lahan reklamasi. Beberapa jenis tanaman energi seperti gamal dan kaliandra ditanam untuk mendukung operasional ini.
Begitu juga dengan pengembangan pembangkit listrik tenaga surya, baik di darat maupun mengapung di lubang tambang, memberikan kontribusi nyata pada ketahanan energi.
Dukungan kebijakan menjadi vital dalam pengelolaan lahan bekas tambang secara komersial. "Pemerintah perlu memberikan wewenang lebih kepada perusahaan tambang yang ingin mengelola lahan bekas tambang secara produktif," ujar narasumber dari asosiasi pengusaha tambang.
Jika sektor kehutanan menerapkan kebijakan Multiusaha Kehutanan, di mana satu izin mencakup berbagai usaha tanpa mengorbankan kelestarian hutan, hal yang sama dapat memungkinkan reklamasi tambang menjadi investasi berkelanjutan.
Dengan perhatian yang tepat dari pemerintah, lahan dan lubang bekas tambang tidak lagi sekadar beban lingkungan, tetapi justru berpotensi menjadi pusat inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Perbedaan antara perusahaan yang bertanggung jawab dan yang abai terhadap lingkungan akan semakin nyata, membuka jalan bagi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.