Pasar Karbon Indonesia Makin Prospektif Usai Terbitnya Perpres Baru

Rabu, 22 Oktober 2025 | 07:57:26 WIB
Pasar Karbon Indonesia Makin Prospektif Usai Terbitnya Perpres Baru

JAKARTA - Langkah baru pemerintah dalam memperkuat ekonomi hijau semakin nyata setelah Presiden Prabowo Subianto menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional.

Regulasi ini menjadi langkah strategis dalam mewujudkan ambisi Indonesia menuju ekonomi hijau sekaligus mendukung komitmen pengendalian perubahan iklim global.

Perpres tersebut ditandatangani langsung oleh Presiden Prabowo Subianto pada 10 Oktober 2025. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan bahwa kebijakan baru ini akan membuka potensi ekonomi yang signifikan, dengan estimasi nilai perdagangan karbon nasional dapat menembus Rp120 triliun per tahun.

“Potensinya itu ada 13,4 miliar ton CO? ekuivalen. Nah, minimum kalau kita menganggap 1 tonnya itu US$5 saja, maka ada potensi minimum Rp41 triliun volume perdagangan dalam setahun atau bisa maksimum sekitar Rp120 triliun,” jelas Raja Juli.

Menurutnya, Perpres No. 110/2025 menjadi tindak lanjut atas kebijakan bursa karbon yang diluncurkan di era Presiden Joko Widodo, namun belum berjalan optimal. Kini, pemerintah berupaya memperkuat kepastian hukum dan mekanisme pasar agar investasi di sektor karbon lebih menarik dan berkelanjutan.

Investor Butuh Kepastian, Pemerintah Hadirkan Regulasi Tegas

Raja Juli menuturkan bahwa salah satu kendala utama dalam pengembangan pasar karbon sebelumnya adalah minimnya kepastian hukum bagi para pelaku usaha, baik dari dalam maupun luar negeri. Kondisi tersebut membuat instrumen bursa karbon, termasuk perdagangan internasional yang sempat diluncurkan di bursa efek, tidak berjalan efektif.

“Alhamdulillah, Pak Presiden memahami apa yang menjadi permasalahan. Salah satu masalah utamanya adalah memang para investor lokal maupun internasional membutuhkan kepastian hukum,” ujarnya.

Dengan diterbitkannya Perpres No. 110/2025, pemerintah berharap dapat menciptakan lingkungan investasi yang kondusif. Aturan baru ini juga mendukung komitmen Presiden Prabowo untuk memperluas program penanaman pohon dalam skala besar.

“Pak Presiden berjanji di depan forum PBB untuk menanam 12 juta hektare lahan kritis dengan melibatkan investor. Dengan perpres ini, ya dengan aturan terusannya, insyaallah nanti akan banyak investor yang dahulu bisnisnya menebang, sekarang menanam untuk mendapatkan harga karbon yang lebih baik,” tambah Raja Juli.

Kebijakan baru ini menjadi sinyal bahwa pemerintah tidak hanya berfokus pada aspek lingkungan, tetapi juga mendorong nilai ekonomi dari kegiatan konservasi. Transformasi paradigma ini menandai langkah nyata menuju ekonomi berkelanjutan yang menggabungkan pertumbuhan dan pelestarian.

Pengakuan Kredit Karbon Internasional Picu Integrasi Global

Salah satu poin penting dalam Perpres No. 110/2025 adalah pengakuan terhadap unit karbon non-Sertifikat Pengurang Emisi Gas Rumah Kaca (non-SPE GRK) yang mengikuti standar internasional seperti Verra dan Gold Standard. Langkah ini diharapkan memperkuat posisi Indonesia di pasar karbon global serta meningkatkan kredibilitas setiap proyek yang berjalan.

Dengan pengakuan ini, unit karbon atau carbon credit dapat diperdagangkan tidak hanya di pasar domestik, tetapi juga di pasar internasional. Pemerintah menilai, kebijakan ini mampu menghidupkan kembali ekosistem perdagangan karbon yang sempat lesu sejak 2023.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga September 2025, volume transaksi perdagangan karbon di Indonesia baru mencapai 1.606.056 ton CO?e dengan total nilai Rp78,46 miliar. Angka ini masih jauh dari potensi maksimal yang diharapkan pemerintah.

Pengakuan terhadap standar internasional setidaknya membawa tiga dampak utama bagi pasar karbon nasional. Pertama, meningkatnya daya tarik investasi karena adanya kepastian hukum dan penyelarasan dengan standar global. 

Kedua, integrasi ke pasar internasional melalui mekanisme yang sejalan dengan Artikel 6 Paris Agreement, yang memungkinkan perdagangan karbon antarnegara. Ketiga, manfaat sosial bagi masyarakat lokal yang terlibat dalam proyek-proyek berbasis alam, termasuk perlindungan hak masyarakat adat dan pembagian keuntungan yang lebih adil.

Sistem Transparan Perkuat Kredibilitas Perdagangan Karbon

Selain memperluas peluang investasi, Perpres No. 110/2025 juga memperkuat sistem measurement, reporting, and verification (MRV) atau penghitungan, pelaporan, dan verifikasi emisi karbon yang lebih transparan. Sistem ini memastikan bahwa setiap kredit karbon yang diterbitkan benar-benar mencerminkan pengurangan emisi yang konkret, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Melalui mekanisme MRV, pemerintah ingin memastikan bahwa setiap transaksi karbon memiliki dasar ilmiah dan transparansi tinggi. Langkah ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan investor, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain penting dalam pasar karbon global.

Regulasi ini juga menjadi bagian dari strategi nasional dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE). Dengan pengendalian emisi yang lebih ketat dan mekanisme ekonomi karbon yang efisien, Indonesia dapat menarik lebih banyak investasi hijau sekaligus memperluas dampak sosial dan lingkungan yang positif.

Pemerintah optimistis, dengan dukungan kebijakan yang solid dan partisipasi swasta, perdagangan karbon dapat menjadi salah satu pilar utama ekonomi masa depan. Transformasi menuju ekonomi hijau bukan lagi sekadar wacana, melainkan langkah konkret yang membawa manfaat bagi negara, investor, dan masyarakat.

Perpres No. 110/2025 menandai babak baru dalam tata kelola ekonomi karbon Indonesia. Dengan potensi nilai mencapai Rp120 triliun per tahun, regulasi ini membuka jalan bagi investasi hijau yang lebih inklusif, terukur, dan berdaya saing global. Pengakuan terhadap standar internasional, transparansi sistem MRV, serta dukungan penuh pemerintah menjadi kombinasi kunci untuk menjadikan Indonesia pemain utama di pasar karbon dunia.

Terkini