27 Ribu Kelompok Tani Hutan Hasilkan Transaksi Rp2,9 Triliun

Selasa, 21 Oktober 2025 | 13:35:35 WIB
27 Ribu Kelompok Tani Hutan Hasilkan Transaksi Rp2,9 Triliun

JAKARTA - Peran penyuluh kehutanan kini terbukti menjadi salah satu motor penting dalam mendorong ekonomi hijau di Indonesia. Kementerian Kehutanan mencatat, 27.136 Kelompok Tani Hutan (KTH) yang tersebar di 38 provinsi berhasil mencatatkan nilai transaksi ekonomi mencapai Rp2,9 triliun sepanjang tahun 2025.

Keberhasilan ini tidak terlepas dari kerja keras 10.050 penyuluh kehutanan yang terus mendampingi para petani hutan dalam mengembangkan usaha produktif berbasis sumber daya alam lestari. Data tersebut diperoleh melalui Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Kehutanan (Simluh), sebuah platform digital yang memantau aktivitas penyuluhan di seluruh Indonesia.

“Data aplikasi Simluh menunjukkan sebanyak 10.050 penyuluh kehutanan yang tersebar di 38 provinsi telah mendampingi 27.136 KTH dan berhasil mencatatkan Nilai Transaksi Ekonomi KTH sebesar Rp2,9 triliun,” ungkap Wakil Menteri Kehutanan, Rohmat Marzuki, dalam Musyawarah Nasional Penyuluhan Kehutanan 2025 di Jakarta.

Musyawarah Nasional: Bukti Transformasi Penyuluhan Kehutanan

Munas Penyuluhan Kehutanan 2025 yang digelar Kementerian Kehutanan mengangkat tema “Transformasi Penyuluhan Kehutanan dalam Penguatan Ekonomi Masyarakat untuk Mendukung Pembangunan Kehutanan.” Forum ini menjadi ajang refleksi dan kolaborasi nasional untuk memperkuat peran penyuluh dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa hutan.

Rohmat Marzuki menegaskan bahwa penyuluhan kehutanan bukan sekadar kegiatan teknis, melainkan investasi sosial jangka panjang yang membawa perubahan nyata di tingkat akar rumput.
“Penyuluhan sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum, merupakan investasi jangka panjang yang lambat laun mengubah perilaku masyarakat,” kata Rohmat.

Melalui penyuluhan yang berkelanjutan, masyarakat hutan kini mulai memanfaatkan potensi ekonomi lokal seperti hasil hutan bukan kayu (HHBK), ekowisata, hingga produk turunan dari pengelolaan hutan rakyat. Pendekatan ini tak hanya menekan laju deforestasi, tetapi juga meningkatkan kontribusi sektor kehutanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Perhutanan Sosial Beri Kontribusi Rp1 Triliun ke Ekonomi Nasional

Selain dari aktivitas KTH, program Perhutanan Sosial juga menunjukkan dampak ekonomi yang signifikan. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, Nilai Ekonomi Nasional (NEKON) dari program ini telah mencapai Rp1 triliun, yang berasal dari 3.146 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) di berbagai daerah.

Rohmat menjelaskan, Nilai Transaksi Ekonomi KTH (NTE KTH) dan NEKON menjadi dua indikator utama yang mencerminkan keberhasilan penyuluh dalam menggerakkan ekonomi masyarakat di sektor kehutanan.
“Nilai Transaksi Ekonomi Kelompok Tani Hutan dan NEKON menjadi indikator keberhasilan penyuluh kehutanan dalam pendampingan masyarakat dan memberikan kontribusi nyata terhadap PDB nasional dari sektor non-swasta,” ujarnya.

Data tersebut menegaskan bahwa penyuluh dan pendamping masyarakat bukan hanya fasilitator, tetapi juga agen perubahan ekonomi berbasis konservasi. Pendekatan partisipatif yang diterapkan selama ini mampu mengintegrasikan pengelolaan lingkungan dengan pemberdayaan ekonomi, menjadikan kehutanan sebagai sumber penghidupan yang berkelanjutan.

Ribuan Penyuluh dan Pendamping Turut Andil dalam Capaian Ekonomi

Capaian transaksi ekonomi sebesar Rp2,9 triliun itu berasal dari aktivitas 10.094 Kelompok Tani Hutan yang dibina oleh kombinasi penyuluh dari berbagai latar belakang. Berdasarkan data resmi Kemenhut, total ada 3.138 penyuluh ASN, 6.029 penyuluh swadaya masyarakat, serta 883 penyuluh swasta yang terlibat langsung dalam mendampingi para petani hutan.

Sementara untuk program Perhutanan Sosial, 2.137 pendamping turut berperan aktif, di mana 58,8 persen di antaranya adalah penyuluh kehutanan. Dukungan sumber daya manusia yang kuat ini menjadi kunci dalam memastikan program berjalan efektif di lapangan.

“Belum termasuk NEKON dari program Perhutanan Sosial yang mencapai Rp1 triliun dari 3.146 kelompok yang didampingi 2.137 pendamping, dimana 58,8 persennya adalah penyuluh kehutanan,” ujar Rohmat menambahkan.

Pemerintah menilai pendekatan kolaboratif antara penyuluh, swasta, dan masyarakat desa hutan berhasil memperkuat ekosistem ekonomi kehutanan nasional. Selain itu, model ini juga menciptakan lapangan kerja baru di sektor non-formal, memperkuat ketahanan ekonomi desa, dan mendukung target pembangunan rendah karbon yang dicanangkan Indonesia.

Penyuluhan Kehutanan Jadi Pilar Pembangunan Berkelanjutan

Dengan nilai transaksi ekonomi yang terus meningkat, Kementerian Kehutanan berkomitmen untuk memperkuat peran penyuluh dalam menghadapi tantangan baru, seperti perubahan iklim, degradasi lahan, dan ketimpangan akses ekonomi masyarakat hutan.

Rohmat menegaskan bahwa penyuluhan akan terus menjadi pilar utama pembangunan kehutanan berkelanjutan. “Munas Penyuluhan Kehutanan ini menjadi bukti nyata kontribusi sektor kehutanan terhadap produk domestik bruto nasional,” tegasnya.

Ke depan, kementerian berencana memperluas cakupan digitalisasi melalui Sistem Simluh Kehutanan agar seluruh aktivitas penyuluhan, data transaksi ekonomi, hingga capaian sosial-ekologis dapat terpantau secara real-time.

Langkah tersebut diharapkan mempercepat pencapaian visi ekonomi hijau Indonesia, di mana hutan tidak hanya dilihat sebagai sumber kayu, tetapi juga sebagai pusat ekonomi rakyat dan benteng keseimbangan ekologis.

Terkini