JAKARTA - Depresi sering disalahpahami hanya sebagai rasa sedih yang lewat begitu saja.
Padahal, depresi merupakan kondisi medis serius yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang, termasuk pikiran, perasaan, perilaku, dan bahkan kondisi fisik tubuhnya.
Di tengah tekanan hidup yang semakin berat dan gaya hidup yang serba cepat, mengenali tanda-tanda depresi menjadi hal yang sangat penting. Ini memungkinkan seseorang untuk segera mendapatkan bantuan dan perawatan yang tepat.
Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ, psikiater sekaligus Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS Marzoeki Mahdi, menjelaskan bahwa depresi memiliki tiga kelompok gejala utama yang harus diwaspadai. Ketiga kelompok tersebut mencakup gejala emosional dan psikologis, gejala fisik, serta perubahan perilaku.
Ia menegaskan pentingnya memahami gejala ini agar kita bisa lebih sigap membantu diri sendiri atau orang terdekat yang mungkin mengalami depresi.
“Ciri-ciri depresi ya, dari gejala emosional pasti ada ya. Seperti sedih, hilang minat, rasa guilty (bersalah), sulit konsentrasi, itu sering deh,” ujar dr. Nova.
Berikut ini penjelasan lengkap mengenai ketiga gejala depresi tersebut berdasarkan pemaparan dr. Nova.
1. Gejala Emosional dan Psikologis: Sedih dan Kehilangan Minat
Gejala emosional dan psikologis adalah tanda yang paling sering muncul dan biasanya paling mudah dikenali oleh orang lain.
Seseorang yang mengalami depresi hampir setiap hari merasakan kesedihan yang mendalam tanpa sebab yang jelas. Namun yang lebih mencolok adalah hilangnya minat terhadap hal-hal yang dulu sangat dinikmati.
“Biasanya kan orang hedon ya. Orang yang ciri-ciri depresi itu unhedon, jadi dia enggak suka lagi hal-hal yang membuat happy,” kata dr. Nova.
Perubahan ini sering kali membingungkan orang-orang di sekitar, karena seseorang yang sebelumnya ceria dan aktif mendadak kehilangan semangat dan keceriaan.
Selain itu, penderita depresi juga kerap merasa tidak berharga, diselimuti rasa bersalah yang berlebihan, sulit berkonsentrasi, dan tidak mampu membuat keputusan. Pikiran-pikiran negatif bahkan bisa berkembang menjadi ide tentang kematian atau bunuh diri, yang tentunya sangat berbahaya.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa depresi bukan hanya soal perasaan sedih, tapi sudah menyentuh ranah psikologis yang memerlukan perhatian khusus.
2. Gejala Fisik: Tubuh Ikut Terserang Depresi
Tidak banyak orang yang menyadari bahwa depresi juga berdampak pada kondisi fisik tubuh. Tubuh seseorang yang mengalami depresi biasanya menunjukkan berbagai keluhan yang sulit dijelaskan secara medis.
Dr. Nova menyebut insomnia sebagai salah satu contoh klasik. “Banyak yang mengalami insomnia, enggak bisa tidur. Atau sebaliknya, ketiduran terus,” ujarnya. Baik sulit tidur maupun tidur berlebihan adalah tanda yang perlu diwaspadai.
Perubahan pola makan juga menjadi gejala fisik yang sering muncul. Beberapa orang yang depresi kehilangan nafsu makan hingga berat badan turun drastis. Di sisi lain, ada juga yang malah makan secara berlebihan dan mencari kenyamanan melalui “comfort food” makanan yang memberikan rasa nyaman sesaat.
Dr. Nova mencontohkan makanan pelarian yang sering dikonsumsi seperti mie goreng, mie ayam, sosis, dan teokbokki. “Dikit-dikit comfort food, mie goreng, mie ayam, sosis, teokbokki. Tepung semua,” katanya.
Selain itu, kelelahan ekstrim tanpa sebab yang jelas juga merupakan tanda depresi. “Bawaannya kayak lelah terus,” ujar dr. Nova. Rasa sakit yang tidak diketahui asalnya seperti nyeri kepala, nyeri otot, dan gangguan pencernaan yang tak kunjung sembuh juga bisa menjadi bagian dari gejala fisik depresi. Bahkan setelah minum obat warung, keluhan tetap muncul.
Fenomena ini dijelaskan dengan konsep “gut brain axis” hubungan kompleks antara saluran pencernaan dan otak, yang dapat dipengaruhi oleh kondisi mental seseorang.
3. Perubahan Perilaku: Menarik Diri dan Produktivitas Menurun
Selain perubahan emosi dan fisik, perubahan perilaku sehari-hari menjadi sinyal lain bahwa seseorang mungkin sedang mengalami depresi. Penderita depresi cenderung mulai menarik diri dari lingkungan sosial, termasuk keluarga dan teman-teman.
“Menarik diri dari lingkungan sosial, keluarga, teman. Penurunan produktivitas kerja atau akademik,” papar dr. Nova. Penurunan semangat ini bisa menyebabkan pekerjaan atau aktivitas akademik menjadi terbengkalai.
Beberapa orang juga mencoba mengatasi sakit emosionalnya dengan cara yang tidak sehat, seperti mengonsumsi alkohol atau obat penenang secara sembarangan. “Asal jangan di black market, ya,” tegas dr. Nova.
Ia menambahkan, “Obat penenang tuh harus paling dijaga. Kalau di rumah sakit jiwa, saya paling jagain obat penenang di gudangnya.”
Kebiasaan ini justru bisa memperburuk kondisi dan berisiko menimbulkan ketergantungan.
Pentingnya Mengenali Depresi untuk Mendukung Pemulihan
Mengenali tanda-tanda depresi bukan untuk memberi label negatif atau menghakimi seseorang, melainkan sebagai langkah awal yang sangat penting untuk mendukung proses penyembuhan.
Depresi dapat dialami oleh siapa saja, dari remaja, mahasiswa, hingga orang dewasa, dan sering kali tidak tampak jelas dari luar. Bahkan mereka yang terlihat pintar dan potensial sekalipun bisa mengalami penurunan kemampuan berpikir dan konsentrasi.
“Kadang mereka itu sudah kelihatan potensial, pintar, tapi kemampuan argumentatifnya hilang. Jadi ini ciri-ciri depresi,” jelas dr. Nova.
Kesadaran akan ciri-ciri ini dapat membantu seseorang segera mendapatkan bantuan profesional dan dukungan sosial yang dibutuhkan.
Dengan penanganan yang tepat, depresi bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari pemulihan dan peningkatan kualitas hidup.
Dalam kehidupan yang penuh tekanan dan tantangan saat ini, kita semua berpotensi mengalami depresi. Oleh karena itu, memahami dan mengenali gejala depresi secara lengkap sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman dan stigma yang sering melekat pada kondisi ini.
Jika kamu atau orang terdekat menunjukkan tanda-tanda tersebut, jangan ragu untuk mencari bantuan. Depresi adalah kondisi medis yang bisa diatasi dengan dukungan yang tepat dari keluarga, tenaga medis, dan lingkungan sekitar.
Ingatlah, menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik.
Mari bersama-sama menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan jiwa dan membuka ruang bagi mereka yang membutuhkan bantuan.