JAKARTA - Upaya menciptakan ketahanan energi nasional terus dilakukan pemerintah dengan berbagai strategi. Salah satu langkah terbaru adalah pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah atau PSEL (Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik). Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB) Prof Wardana menegaskan, program ini tidak hanya sekadar eksperimen, tetapi merupakan kebijakan serius untuk memperkuat pasokan energi di dalam negeri.
“Ini (PSEL) merupakan strategi yang serius dari pemerintah untuk ketahanan energi kita, karena akan meningkatkan pasokan listrik dalam negeri,” ujar Prof Wardana di Malang, Jawa Timur.
Menurutnya, pemerintah harus memastikan pembangunan PSEL berjalan konsisten dan tidak berhenti di tengah jalan. Selain itu, energi dari sumber daya alam lain seperti panas bumi dan air juga perlu terus dioptimalkan sebagai bagian dari transisi menuju energi bersih. “Jangan pernah berhenti, pembangkit ini harus dibangun,” tambahnya.
Menjawab Dua Masalah Sekaligus: Energi dan Sampah
Pembangunan PSEL melalui konsep waste to energy (WtE) tidak hanya menyumbang pasokan listrik, tetapi juga menawarkan solusi terhadap persoalan klasik: sampah. Timbunan di tempat pembuangan akhir (TPA) yang terus menggunung dapat diolah dengan cepat melalui pembakaran terkendali untuk menghasilkan energi listrik.
“Selain untuk ketahanan energi, PSEL menjadi terobosan dalam menyelesaikan persoalan sampah secara efisien,” jelas Prof Wardana.
Kebijakan ini juga sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 tentang penanganan sampah perkotaan melalui pengolahan sampah menjadi energi terbarukan berbasis teknologi ramah lingkungan. Dengan aturan tersebut, pemerintah memberikan landasan hukum yang kuat bagi pelaksanaan proyek WtE di berbagai daerah.
Dampak Lingkungan dan Kesehatan Lebih Terjaga
Bukan hanya soal listrik, PSEL juga memberi dampak positif bagi ekosistem. Sampah yang menumpuk di TPA menghasilkan gas metana yang berpotensi besar memperparah pemanasan global. Jika dibiarkan, gas metana bisa menyamai dampak karbon dioksida dalam meningkatkan suhu bumi.
“Metan itu menyebabkan pemanasan global, sama dengan CO2 atau karbon dioksida. Jadi persoalan kesehatan dan pemanasan bisa dihentikan, tentu kita juga mendapatkan listrik,” tutur Prof Wardana.
Dengan demikian, keberadaan PSEL akan menjadi garda depan dalam mengurangi risiko kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar TPA maupun tempat pembuangan sementara (TPS). Masyarakat tidak hanya terlindungi dari polusi, tetapi juga mendapatkan manfaat berupa pasokan energi.
Malang Jadi Lokasi Proyek Percontohan
Kota Malang diproyeksikan menjadi salah satu lokasi pembangunan instalasi PSEL. Proyek ini akan melayani wilayah Malang Raya yang mencakup Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Malang. Pemerintah Kota Malang bahkan telah mengajukan usulan lokasi ke pemerintah pusat, dengan TPA Supit Urang sebagai titik pembangunan yang diusulkan.
Jika terealisasi, instalasi ini bukan hanya mengurangi beban sampah di Malang Raya, tetapi juga memperkuat ketahanan energi lokal. Model ini bisa menjadi percontohan nasional, sebelum kemudian diterapkan di daerah lain yang menghadapi persoalan serupa.
Strategi Nasional Menuju Energi Berkelanjutan
Pembangunan PSEL mencerminkan arah baru strategi energi nasional: mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan memperluas sumber daya energi terbarukan. Dengan sampah yang diubah menjadi energi, Indonesia memadukan aspek lingkungan dengan aspek ekonomi dalam satu kebijakan.
Menurut Prof Wardana, keseriusan pemerintah menjadi kunci. Tanpa komitmen yang konsisten, proyek PSEL hanya akan menjadi wacana tanpa realisasi nyata. Oleh karena itu, ia menekankan perlunya pengawasan dan percepatan pelaksanaan agar manfaatnya segera dirasakan masyarakat.