JAKARTA - Menjelang akhir 2025, pasar energi global kembali menunjukkan tanda-tanda penguatan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa seluruh jenis harga batu bara acuan (HBA) mengalami kenaikan pada periode kedua Oktober 2025. Lonjakan ini menegaskan tren positif yang mulai terlihat sejak kuartal ketiga tahun ini, di tengah meningkatnya permintaan dan perbaikan harga komoditas energi dunia.
Kenaikan serempak pada seluruh varian HBA bukan hanya menjadi kabar baik bagi pelaku industri tambang nasional, tetapi juga mencerminkan stabilitas baru di sektor energi setelah periode fluktuasi panjang sejak pandemi dan perang dagang yang memengaruhi rantai pasok global.
Dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 339.K/MB.01/MEM.B/2025, yang ditandatangani Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 14 Oktober 2025, pemerintah menetapkan seluruh kategori batu bara acuan mengalami penyesuaian naik untuk penjualan periode kedua Oktober.
Kenaikan Merata di Semua Kategori Batu Bara
Berdasarkan beleid tersebut, HBA untuk batu bara kalori tinggi dengan nilai kesetaraan 6.322 kcal/kg GAR pada periode kedua Oktober 2025 ditetapkan sebesar US$109,74 per ton. Angka ini naik dibandingkan periode pertama Oktober yang sebesar US$106,94 per ton.
Untuk kategori batu bara kalori menengah dengan nilai 5.300 kcal/kg GAR, HBA ditetapkan sebesar US$67,76 per ton — meningkat dari periode sebelumnya yang berada di level US$64,8 per ton.
Kenaikan juga terjadi pada jenis batu bara kalori rendah dengan nilai 4.100 kcal/kg GAR, yang kini dipatok US$43,71 per ton, naik dari US$43,1 per ton di periode pertama Oktober.
Sementara itu, batu bara dengan kesetaraan nilai kalori 3.400 kcal/kg GAR ditetapkan sebesar US$33,92 per ton, meningkat dari US$32,95 per ton pada periode sebelumnya.
Kenaikan di keempat kategori tersebut menegaskan bahwa pasar batu bara saat ini sedang bergerak naik secara konsisten, bukan hanya karena faktor permintaan dalam negeri, tetapi juga akibat meningkatnya kebutuhan energi global menjelang musim dingin di belahan bumi utara.
Formula Baru Penetapan Harga: Transparansi dan Akurasi
Sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 72 Tahun 2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batu Bara, nilai HBA periode kedua ditetapkan berdasarkan rata-rata tertimbang volume harga jual batu bara pada titik serah free on board (FOB vessel).
Metode ini menggunakan rentang spesifikasi batu bara dengan nilai kalori 6.100–6.500 kcal/kg GAR, dan dihitung dari transaksi penjualan untuk pembayaran royalti melalui aplikasi ePNBP Minerba. Data tersebut mencakup pengapalan mulai dari minggu keempat dua bulan sebelumnya hingga minggu ketiga bulan sebelumnya.
Pendekatan ini dianggap lebih akurat karena mencerminkan harga pasar yang sebenarnya terjadi di lapangan. Dengan sistem dua kali penerbitan dalam sebulan, yaitu setiap tanggal 1 dan 15, pemerintah dapat memantau perubahan harga dengan lebih dinamis dan responsif terhadap kondisi global.
Harga Mineral Acuan (HMA) Juga Ikut Naik
Tak hanya batu bara, pemerintah juga menetapkan kenaikan pada harga mineral acuan (HMA) untuk periode kedua Oktober 2025. Hal ini diatur dalam Kepmen ESDM Nomor 80.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batu Bara Acuan.
Beberapa komoditas mineral utama tercatat mengalami peningkatan harga yang signifikan:
HMA nikel kini dipatok sebesar US$15.142 per dmt, naik dari US$15.101 per dmt pada periode pertama Oktober.
HMA aluminium ditetapkan US$2.688 per dmt, naik dari US$2.662,5 per dmt sebelumnya.
HMA tembaga mengalami kenaikan cukup tajam menjadi US$10.311,3 per dmt, dari US$9.935,5 per dmt di awal Oktober.
Sementara HMA kobalt melonjak ke level US$35.151 per dmt, dibandingkan US$33.307 per dmt pada periode pertama.
Kenaikan harga pada hampir semua komoditas mineral ini menunjukkan bahwa tren penguatan tidak hanya terjadi di sektor energi fosil, tetapi juga di sektor logam dan mineral yang menjadi penopang industri global seperti otomotif listrik, elektronik, dan manufaktur berat.
Implikasi terhadap Industri dan Ekspor Nasional
Kenaikan HBA dan HMA ini memberi angin segar bagi industri tambang nasional, yang sempat terpukul oleh fluktuasi harga selama dua tahun terakhir. Di sisi lain, tren ini juga bisa meningkatkan penerimaan negara dari sektor royalti dan pajak ekspor.
Namun demikian, penguatan harga juga menimbulkan tantangan tersendiri bagi industri hilir, seperti pembangkit listrik dan pabrik berbasis energi tinggi, yang harus menyesuaikan biaya produksi dengan harga bahan baku yang meningkat.
Dari perspektif ekspor, kenaikan harga global memberi keuntungan kompetitif bagi Indonesia. Batu bara dan mineral masih menjadi dua komoditas utama yang menopang ekspor nasional. Berdasarkan data pemerintah, sepanjang 2025, batu bara, CPO, dan logam dasar masih menyumbang lebih dari separuh total ekspor Indonesia.
Meski demikian, para analis mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara optimalisasi penerimaan negara dan menjaga daya saing industri domestik. Diversifikasi energi dan percepatan transisi menuju energi terbarukan juga menjadi kunci agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada fluktuasi harga komoditas global.
Menatap Akhir Tahun dengan Optimisme Waspada
Dengan kenaikan harga yang serentak pada batu bara dan mineral, pemerintah tampak optimistis bahwa sektor energi dan pertambangan masih akan menjadi pilar ekonomi nasional hingga akhir tahun.
Namun, para pelaku industri tetap diingatkan untuk berhati-hati menghadapi potensi gejolak harga akibat ketidakpastian ekonomi global dan dinamika permintaan dari negara-negara besar seperti Tiongkok dan India.
Ke depan, kebijakan penerbitan dua kali HBA dan HMA setiap bulan diharapkan dapat menjadi mekanisme yang lebih adaptif terhadap fluktuasi pasar.
Kenaikan harga pada periode kedua Oktober ini bukan sekadar angka statistik, melainkan cerminan dari arah baru pasar energi global — di mana Indonesia, sebagai salah satu produsen dan eksportir utama, kembali memegang peran penting dalam rantai pasok energi dan mineral dunia.