Bioetanol Tantang Keandalan Mesin Motor 2-Tak Klasik Indonesia

Kamis, 16 Oktober 2025 | 14:44:37 WIB
Bioetanol Tantang Keandalan Mesin Motor 2-Tak Klasik Indonesia

JAKARTA - Pemerintah tengah mendorong penggunaan bahan bakar campuran bioetanol untuk mendukung program energi ramah lingkungan nasional. Namun, langkah ini membawa konsekuensi tersendiri bagi pemilik motor 2-tak di Indonesia. 

Mesin motor 2-tak memiliki karakteristik pelumasan yang berbeda dibandingkan motor modern, sehingga tidak semua bahan bakar cocok digunakan tanpa menimbulkan efek samping.

Meskipun sudah lama tidak diproduksi secara massal, populasi motor 2-tak masih cukup banyak di Indonesia. Motor jenis ini digemari para pecinta otomotif klasik berkat karakter tenaga yang khas dan desainnya yang legendaris. 

Namun, jika bahan bakar berbasis etanol mulai diperluas penggunaannya, para pemilik motor tersebut perlu memahami risiko teknis yang mungkin timbul.

Ketergantungan Sistem Pelumasan Motor 2-Tak pada Campuran Bahan Bakar

Berbeda dengan motor 4-tak modern, motor 2-tak tidak memiliki sistem pelumasan terpisah. Pelumas dimasukkan langsung ke dalam tangki bahan bakar dan tercampur dengan bensin. Campuran ini kemudian ikut masuk ke ruang bakar dan melumasi bagian dalam mesin, seperti piston, ring, dan silinder, sebelum ikut terbakar bersama bahan bakar.

Karena itulah, kualitas dan karakter bahan bakar menjadi sangat penting. Jika bahan bakar berubah komposisinya—seperti saat dicampur etanol—maka cara pelumasan mesin pun dapat terganggu. Efeknya bisa berupa pelumasan yang tidak merata, ausnya komponen, hingga performa mesin yang menurun drastis.

Sifat Kimia Etanol Jadi Tantangan dalam Pelumasan

Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) sekaligus pakar bahan bakar dan pelumas, Tri Yuswidjajanto Zaenuri, menjelaskan bahwa etanol memiliki sifat amfifilik, yaitu terdiri dari dua sisi berbeda: satu sisi bersifat hidrofilik (menyukai air) dan sisi lain bersifat lipofilik (menyukai minyak atau bensin).

“Jika bensin E10 (etanol 10 persen) yang mengandung oli (untuk pelumasan pada motor 2-tak) tercampur dengan air, maka etanol akan berikatan kuat (larut) dalam air melalui ikatan hidrogen (H), sedangkan bensin non-polar serta oli non-polar juga akan berikatan kuat (larut),” ujar Yuswidjajanto, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (16/10/2025).

Sifat kimia inilah yang berpotensi memisahkan komponen oli dan bensin dalam tangki jika terdapat air. Padahal, oli sangat dibutuhkan untuk melindungi mesin motor 2-tak dari gesekan dan panas.

Kandungan Air Menentukan Stabilitas Campuran Bahan Bakar

Menurut Yuswidjajanto, kelarutan etanol dalam bensin sangat bergantung pada kadar air yang ada. Dalam kondisi bensin kering, etanol dapat larut dalam bensin hingga 20–25 persen. Namun, jika ada sedikit saja air, kelarutan tersebut akan turun drastis.

“Dalam kondisi ada air di dalam bensin kurang dari 0,2 persen, maka etanol yang bisa larut hanya sekitar 5–10 persen. Dalam kondisi ada air dalam bensin lebih dari 0,2 persen, maka etanol yang bisa larut ke dalam bensin hanya sekitar 2 persen,” jelasnya.

Kondisi ini dapat menyebabkan pemisahan fasa di dalam tangki. Artinya, oli dan bensin tidak lagi tercampur merata, sehingga pelumasan menjadi tidak optimal. Pada motor 2-tak, situasi seperti ini dapat mempercepat kerusakan mesin karena komponen internal tidak lagi terlindungi dengan baik.

Risiko Pelumasan Buruk pada Motor 2-Tak Lama

Meski secara teori bahan bakar E10 dapat digunakan jika kadar air benar-benar minim, menjaga kondisi tersebut dalam penggunaan harian bukanlah hal mudah. Terlebih, motor 2-tak lama umumnya masih menggunakan sistem bahan bakar sederhana tanpa penyaring atau penutup rapat terhadap uap air.

Yuswidjajanto menambahkan, “Jika itu yang terjadi, maka oli tetap akan ada di dalam bensin dan etanol ada dalam bensin tidak akan sepenuhnya membilas oli yang membasahi atau melumasi komponen mesin yang bergesekan dan bergerak relatif.”

Namun, pada praktiknya, motor 2-tak sangat mudah terpapar kelembapan udara. Air dalam jumlah kecil saja dapat menyebabkan perubahan pada campuran bahan bakar, sehingga mengganggu proses pelumasan. 

Dampaknya bisa berupa korosi pada komponen, penurunan performa mesin, dan dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan permanen pada piston atau ring.

Pemilik Motor 2-Tak Perlu Antisipasi Saat Bioetanol Diperluas

Pemerintah berencana memperluas penggunaan bioetanol seperti E10 (campuran 10 persen etanol) untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Meski positif dari sisi lingkungan, kebijakan ini perlu diimbangi dengan edukasi kepada masyarakat, terutama pemilik motor-motor lawas seperti 2-tak.

Jika kebijakan ini diterapkan luas, pemilik motor 2-tak disarankan untuk:

Menghindari penggunaan bahan bakar beretanol tinggi.

Memastikan tangki dan saluran bahan bakar selalu bersih dan bebas air.

Menggunakan bensin konvensional atau pelumas alternatif yang kompatibel dengan etanol.

Melakukan perawatan mesin lebih rutin agar kinerja tidak cepat menurun.

Menjaga Warisan Motor Klasik di Tengah Transisi Energi

Motor 2-tak bukan sekadar kendaraan, tapi juga bagian dari sejarah otomotif Indonesia. Suara khas knalpotnya, tarikan mesinnya, serta desainnya membuat motor ini memiliki komunitas penggemar yang loyal. Namun, seiring kebijakan energi hijau nasional, para pemiliknya perlu lebih cermat dalam merawat mesin.

Jika penggunaan bioetanol menjadi standar nasional, maka pemahaman terhadap karakteristik bahan bakar dan dampaknya terhadap mesin menjadi sangat penting. Dengan langkah antisipatif yang tepat, motor klasik 2-tak dapat tetap melaju tanpa mengorbankan keandalan mesin maupun lingkungan.

Terkini