JAKARTA - Menjelang libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025–2026, pemerintah resmi mengumumkan kebijakan strategis untuk menekan biaya perjalanan udara. Melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub), biaya tambahan bahan bakar atau fuel surcharge untuk penerbangan domestik kelas ekonomi akan dipangkas. Langkah ini diyakini menjadi angin segar bagi masyarakat yang merencanakan bepergian selama masa libur akhir tahun.
Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KM 50 Tahun 2025 tentang Penurunan Besaran Biaya Tambahan Bahan Bakar (fuel surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Selama Masa Hari Raya Natal Tahun 2025 dan Tahun Baru 2026.
Kepmen tersebut ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi pada 8 Oktober 2025.
Pertimbangan Pemerintah Turunkan Biaya Tambahan
Penurunan fuel surcharge bukan semata kebijakan teknis. Pemerintah menegaskan, langkah ini diambil untuk mendorong mobilitas masyarakat dengan tetap memperhatikan daya beli selama periode libur panjang akhir tahun.
Beleid itu menyebutkan, kebijakan ini akan mendukung masyarakat agar tetap dapat mengakses transportasi udara dengan harga yang lebih terjangkau.
“Perlu dilakukan penurunan besaran biaya tambahan bahan bakar (fuel surcharge) tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri selama masa Hari Raya Natal 2025 dan Tahun Baru 2026,” tulis beleid.
Langkah ini juga menjadi bentuk respons pemerintah terhadap meningkatnya permintaan perjalanan udara saat libur panjang, yang kerap diiringi kenaikan harga tiket. Dengan memangkas komponen biaya tambahan bahan bakar, pemerintah berharap tarif tiket dapat ditekan secara signifikan tanpa mengganggu operasional maskapai.
Rincian Penurunan Fuel Surcharge
Dalam aturan tersebut dijelaskan secara spesifik mengenai besaran biaya fuel surcharge yang dikenakan. Menhub Dudy Purwagandhi menyampaikan, ketentuan berlaku untuk pesawat dengan mesin jet maupun propeller.
“Besaran biaya fuel surcharge diperuntukkan bagi pesawat dengan mesin jet dan propeller, di mana masing-masing dikenakan paling tinggi 2% dan 20%. Hanya saja besaran biaya tersebut belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPn),” jelas Dudy.
Selain itu, pemerintah juga mewajibkan pihak maskapai untuk mencantumkan komponen fuel surcharge secara terpisah dalam tiket penerbangan.
“Besaran biaya tambahan bahan bakar (fuel surcharge) wajib dicantumkan dalam tiket sebagai komponen yang terpisah dari tarif pajak (basic fare),” tegas Dudy dalam beleid itu.
Kebijakan ini diharapkan membuat harga tiket lebih transparan di mata konsumen. Penumpang akan mengetahui dengan jelas komponen biaya apa saja yang membentuk total harga tiket pesawat yang mereka bayar.
Periode Berlaku Kebijakan Penurunan Biaya
Pemerintah menetapkan bahwa kebijakan penurunan fuel surcharge ini berlaku untuk periode penerbangan 22 Desember 2025 hingga 10 Januari 2026.
Sementara itu, periode pemesanan tiket yang tercakup dalam kebijakan ini dimulai 22 Oktober 2025 hingga 10 Januari 2026.
Dengan kebijakan tersebut, masyarakat yang telah merencanakan perjalanan libur Natal dan Tahun Baru dapat mulai melakukan pembelian tiket lebih awal untuk menikmati harga yang lebih terjangkau. Penetapan waktu yang cukup panjang juga memberi ruang bagi maskapai untuk melakukan penyesuaian operasional, sekaligus memastikan distribusi harga yang lebih stabil di pasar.
Kebijakan Kembali ke Aturan Sebelumnya Usai Nataru
Kemenhub juga menegaskan bahwa kebijakan ini bersifat temporer dan hanya berlaku selama periode Nataru. Setelah masa berlakunya berakhir, maka besaran biaya fuel surcharge akan kembali pada ketentuan semula, yakni Kepmenhub Nomor KM 7 Tahun 2024 tentang Besaran Biaya Tambahan (Surcharge) yang Disebabkan Adanya Fluktuasi Bahan Bakar (Fuel Surcharge) Tarif Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Dalam Negeri.
Artinya, masyarakat disarankan memanfaatkan masa promo biaya tambahan bahan bakar ini sebaik mungkin, karena setelah tanggal 10 Januari 2026 harga tiket pesawat kemungkinan akan kembali pada struktur tarif normal.
Dampak Kebijakan terhadap Mobilitas dan Industri Penerbangan
Dengan penurunan biaya fuel surcharge, masyarakat diperkirakan akan lebih antusias untuk melakukan perjalanan udara. Hal ini dapat mendorong peningkatan pergerakan penumpang di berbagai bandara besar di Indonesia pada periode Nataru.
Bagi industri penerbangan, kebijakan ini menjadi bentuk dukungan pemerintah untuk menjaga tingkat okupansi maskapai tetap tinggi saat musim liburan.
Penurunan komponen biaya ini juga menciptakan efek psikologis positif di pasar. Konsumen akan lebih percaya diri merencanakan perjalanan lebih awal, sementara maskapai memiliki peluang lebih besar untuk mengoptimalkan layanan dan jadwal penerbangan.
Kebijakan ini melanjutkan pola intervensi pemerintah pada sektor transportasi udara setiap musim libur besar. Dalam beberapa tahun terakhir, pengendalian harga tiket pesawat kerap menjadi perhatian publik karena lonjakan permintaan yang tidak diimbangi dengan tarif yang bersahabat.
Dengan langkah pemangkasan fuel surcharge ini, pemerintah berharap dapat menciptakan keseimbangan antara kepentingan konsumen dan keberlangsungan operasional maskapai. Masyarakat diharapkan dapat merencanakan perjalanan dengan lebih tenang dan biaya yang lebih rasional, sementara sektor penerbangan tetap dapat menjaga stabilitas bisnisnya selama periode liburan akhir tahun.