JAKARTA - Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie menegaskan pentingnya pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul.
Pembangunan SDM ini menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan global kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Ia menyampaikan, fokus utama bukan terletak pada teknologi itu sendiri, melainkan pada manusianya.
Dalam pernyataan resmi yang disampaikan dari Jakarta pada Selasa, Stella menekankan pentingnya kemampuan empati, kreativitas, serta berpikir analitis yang dimiliki SDM. Menurutnya, kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan tergantikan oleh perkembangan teknologi AI yang kian pesat.
Stella menjelaskan bahwa SDM yang memiliki nilai kemanusiaan tinggi adalah fondasi penting agar manusia tetap mampu bersaing dan beradaptasi dalam lingkungan yang semakin dipengaruhi AI. Pengembangan kapasitas ini perlu menjadi prioritas untuk memastikan peran manusia tidak tergantikan oleh teknologi otomatis.
Peran AI dalam Dunia Kerja dan Kehidupan Sosial
Wamendiktisaintek memaparkan berbagai fenomena global yang menunjukkan bagaimana AI telah mengambil peran besar dalam dunia kerja dan kehidupan sosial. Salah satu contoh penting adalah studi yang membandingkan jawaban berbasis AI seperti ChatGPT dengan dokter manusia dalam kasus medis.
Studi tersebut mengungkapkan bahwa jawaban yang diberikan oleh AI dalam beberapa situasi dinilai lebih empati dan akurat dibandingkan oleh dokter manusia. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi AI memiliki potensi besar dalam membantu mempercepat layanan kesehatan dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan.
Namun, Stella mengingatkan bahwa fenomena ini harus menjadi bahan refleksi bagi manusia untuk terus mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan dan kapasitas berpikirnya. Jika tidak, manusia akan ketinggalan oleh teknologi yang terus berkembang dan berpotensi mengambil alih fungsi-fungsi tertentu dalam kehidupan.
Peluang dan Tantangan AI dalam Dunia Kerja
Menurut data dari World Economic Forum (WEF) yang dikutip oleh Stella, AI diprediksi akan menciptakan sekitar 97 juta pekerjaan baru hingga tahun 2025. Namun, di sisi lain, teknologi ini juga akan menghilangkan sekitar 92 juta pekerjaan lama, yang sebagian besar diakibatkan oleh otomatisasi.
Fenomena ini menimbulkan tantangan besar dalam hal transformasi sumber daya manusia agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang cepat dan dinamis. Oleh karena itu, Stella menegaskan perlunya peningkatan kompetensi secara berkelanjutan melalui pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan kemampuan (upskilling).
Ia menyatakan bahwa jika manusia tidak mampu beradaptasi, AI akan menjadi disruptor yang merugikan bagi tenaga kerja. Sebaliknya, jika pengelolaan dilakukan dengan bijaksana, AI justru bisa menjadi enabler atau pendorong kemajuan dan inovasi di berbagai sektor.
Tantangan Global AI dalam Empat Dimensi Utama
Wamendiktisaintek menjelaskan bahwa AI menghadirkan empat dimensi utama tantangan global yang perlu diwaspadai. Pertama adalah ancaman terhadap ketenagakerjaan dan kesenjangan ekonomi yang berpotensi semakin melebar.
Dimensi kedua adalah kerentanan terhadap keamanan siber yang meningkat seiring berkembangnya teknologi dan penggunaan AI dalam berbagai aspek kehidupan. Ancaman ini membutuhkan perhatian serius untuk melindungi data dan privasi pengguna.
Ketiga adalah penurunan reliabilitas informasi akibat maraknya hoaks dan disinformasi yang menyebar melalui platform digital. AI sering kali digunakan untuk memproduksi konten palsu yang dapat mempengaruhi opini publik.
Terakhir, peningkatan kesenjangan digital antarnegara dan antarkelompok masyarakat menjadi tantangan besar dalam pemerataan akses teknologi. Ketimpangan ini dapat memperparah jurang sosial dan ekonomi yang sudah ada.
AI sebagai Alat yang Memperkuat Bangsa
Meski menghadirkan berbagai tantangan, Stella menekankan bahwa AI juga memberikan peluang besar apabila dikelola dengan tepat dan bijak. AI dapat membantu menciptakan lapangan kerja baru yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pasar.
Selain itu, AI juga dapat memperkuat sistem keamanan siber melalui penerapan teknologi yang semakin canggih. Mekanisme pemeriksaan fakta (fact-checking) juga bisa diperkuat dengan teknologi AI, sehingga meminimalkan penyebaran hoaks dan informasi palsu.
AI berperan penting dalam mendorong pemerataan akses pendidikan dan layanan kesehatan yang berkualitas di seluruh lapisan masyarakat. Teknologi ini dapat menjadi alat pemberdayaan yang memperkuat bangsa dan meningkatkan kualitas hidup warga negara.
Wamendiktisaintek menegaskan, "AI bukan musuh manusia. AI adalah alat. Jika kita mampu mengarahkan, mengatur, dan mengawasinya, maka AI akan memperkuat bangsa, bukan melemahkannya." Pernyataan tersebut menunjukkan optimisme terhadap masa depan di mana manusia dan teknologi dapat berjalan beriringan.
Stella mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuan diri dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, bangsa Indonesia dapat menghadapi tantangan dan meraih peluang yang dibawa oleh perkembangan AI secara maksimal.