JAKARTA - Upaya memperkuat likuiditas pasar modal terus menjadi fokus Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Lembaga tersebut berencana membahas aturan kenaikan free float saham bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada kuartal IV tahun 2025. Langkah ini diambil untuk memastikan kebijakan baru dapat diterapkan secara bertahap, seimbang, dan selaras dengan kondisi pasar domestik.
Anggota Dewan Komisioner OJK, Inarno Djajadi, menyampaikan bahwa pembahasan tersebut akan melibatkan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan asosiasi emiten. Menurutnya, OJK mendukung wacana peningkatan porsi saham beredar di publik (free float), tetapi implementasinya perlu dilakukan secara bertahap agar tidak menimbulkan gejolak di pasar modal.
“Terkait kebijakan free float selanjutnya akan dibahas dengan bursa dan asosiasi emiten di Komisi XI rencananya pada triwulan IV-2025,” ujar Inarno dalam konferensi pers RDKB OJK.
Ia menegaskan bahwa OJK tidak menolak usulan peningkatan free float, tetapi menekankan pentingnya transisi yang terukur agar pelaku pasar memiliki waktu untuk beradaptasi.
“Bertahap itu, bertahap ya. Kalau misalnya setuju atau tidak setuju, kita pasti setuju, tapi bertahap,” ungkapnya saat ditemui di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta.
BEI Kaji Penyesuaian Regulasi Pencatatan Saham
Sementara itu, Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna, mengungkapkan bahwa BEI tengah mengkaji penyesuaian regulasi pencatatan saham, termasuk kebijakan free float. Kajian ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi perusahaan tercatat, kesiapan investor, serta benchmarking dengan bursa global.
“BEI senantiasa memperhatikan relevansi atas pengaturan yang dilakukan dengan kondisi dan dinamika di pasar modal, serta melakukan benchmarking mengenai praktik umum pengaturan yang dilakukan bursa global,” jelas Nyoman.
Ia menambahkan bahwa setiap kebijakan pasar modal, termasuk aturan mengenai free float, selalu melalui proses dengar pendapat bersama para pemangku kepentingan. Pendekatan ini diharapkan mampu menciptakan keseimbangan antara kepentingan perusahaan dan kebutuhan investor untuk meningkatkan likuiditas pasar.
“Seluruh pengaturan kebijakan pasar modal juga disusun dengan melewati proses dengar pendapat dengan pemangku kepentingan. Dengan demikian, setiap kebijakan mengenai free float juga harus dilihat dari dua sisi tersebut demi terciptanya keseimbangan pasar dan likuiditas yang baik,” ujarnya.
Menurut Nyoman, BEI akan segera mempublikasikan konsep penyesuaian tersebut untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak.
“Konsep penyesuaian akan kami publikasikan dalam waktu dekat untuk mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan,” sebutnya.
Fokus pada Peningkatan IPO Skala Besar
Selain meninjau kembali aturan free float, BEI juga berfokus pada strategi memperbanyak penawaran umum perdana saham (IPO) skala besar. Langkah ini dinilai dapat mendorong peningkatan nilai kapitalisasi pasar dan secara tidak langsung memperluas jumlah saham yang beredar di publik.
“Terkait peningkatan free float bagi calon perusahaan tercatat, bursa berfokus tidak hanya kepada persyaratan free float saja, tapi juga dengan memperbanyak jumlah IPO skala besar yang akan mendukung secara langsung nilai total kapitalisasi free float di BEI,” tutur Nyoman.
Saat ini, BEI tengah melakukan kajian untuk mengidentifikasi hambatan yang dialami oleh perusahaan besar dalam melaksanakan IPO. Hasil dari kajian ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam penyesuaian peraturan pasar modal ke depan.
“BEI sedang melakukan kajian dengan tujuan mengetahui hambatan yang dialami oleh perusahaan skala besar untuk melakukan IPO. Hasil dari kajian akan menjadi salah satu referensi dalam melakukan penyesuaian peraturan,” tambahnya.
Pendampingan untuk Dorong Perusahaan Masuk Bursa
Guna mendukung strategi tersebut, BEI juga telah membentuk unit kerja khusus yang aktif mendampingi perusahaan dalam persiapan go public. Pendampingan dilakukan melalui berbagai program seperti coaching clinic, one-on-one meeting, dan networking event antara lembaga profesi pasar modal dengan pelaku usaha.
Program pendampingan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada calon emiten mengenai proses pencatatan saham, termasuk persyaratan administratif dan teknis yang harus dipenuhi sebelum melantai di bursa.\
“Tujuannya untuk memberikan penjelasan mengenai persyaratan untuk dapat tercatat di bursa, membantu mempermudah akses perusahaan kepada pemangku kepentingan di pasar modal, serta membantu proses persiapan IPO perusahaan,” terang Nyoman.
Menuju Pasar Modal yang Lebih Terbuka dan Likuid
Kebijakan kenaikan free float saham menjadi langkah strategis untuk memperdalam pasar modal Indonesia. Dengan semakin banyaknya saham beredar di publik, likuiditas diharapkan meningkat, sehingga transaksi menjadi lebih efisien dan transparan.
OJK dan BEI juga sepakat bahwa penerapan kebijakan ini tidak bisa dilakukan secara instan. Perlu sinergi antara regulator, emiten, dan investor untuk memastikan transisi berjalan mulus tanpa menimbulkan volatilitas yang berlebihan di pasar.
Diskusi antara OJK, BEI, asosiasi emiten, dan DPR pada triwulan IV tahun ini akan menjadi momen penting dalam menentukan arah kebijakan free float di masa depan. Dengan dukungan yang kuat dari berbagai pihak, pasar modal Indonesia diharapkan semakin inklusif, sehat, dan berdaya saing global.