JAKARTA – Pelaku industri di berbagai kawasan ekonomi strategis di Indonesia kembali menyuarakan keprihatinan mereka terkait pasokan dan harga gas bumi yang belum sesuai dengan kebutuhan operasional. Kondisi ini dinilai menghambat pertumbuhan investasi serta mengurangi daya saing industri nasional di pasar global. Jika persoalan ini terus berlarut, opsi impor gas pun mulai dibuka sebagai alternatif pasokan.
Dorongan kuat datang dari Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) yang mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah tegas dan terkoordinasi guna menjamin ketersediaan gas dengan harga yang terjangkau dan stabil.
Industri Butuh Gas dengan Harga Kompetitif
Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana, menyampaikan bahwa tingginya harga gas selama ini menjadi beban berat bagi pelaku usaha di kawasan industri. Ia menekankan pentingnya dukungan dari pemerintah, terutama Kementerian Perindustrian, dalam mendorong kebijakan yang berpihak pada dunia industri.
“Menyangkut gas, memang sangat memberatkan. Teman-teman pelaku industri ingin lebih kompetitif. Kami berharap betul-betul diadvokasi dan diberi ruang, dengan harga spesial untuk kawasan industri,” ujar Ma’ruf pada Jumat, 20 Juni 2025.
Menurut Ma’ruf, HKI terus menjalin komunikasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk mencari solusi jangka pendek maupun jangka panjang. Salah satu opsi yang saat ini sedang dipertimbangkan adalah kemungkinan membuka keran impor gas jika pasokan dalam negeri tidak mencukupi.
“Jika pasokan kurang dan terus menjadi kendala, kita akan membuka opsi impor. Ini bukan pilihan utama, tapi bisa jadi jalan keluar jika semua jalur pemenuhan domestik tak berhasil,” tambahnya.
Investor Tertahan karena Ketidakpastian Gas
Kritik serupa datang dari kalangan pejabat pemerintah. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan kekhawatiran serius terhadap hambatan investasi yang disebabkan oleh ketidakpastian pasokan dan harga gas di Indonesia. Ia menilai, persoalan gas merupakan salah satu tantangan utama yang terus dibawa oleh calon investor dalam berbagai pertemuan resmi.
“Memang menyedihkan. Setiap saya ketemu dengan calon investor, permasalahannya adalah bagaimana kita bisa memastikan gas tersedia dengan harga yang baik dan supply sesuai kebutuhan industri,” ungkap Agus.
Ia menekankan bahwa kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) telah menjadi kesepakatan bersama antar-kementerian, yakni Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Kementerian Keuangan.
Namun demikian, Agus mengakui bahwa pelaksanaan HGBT di lapangan masih menghadapi banyak tantangan, mulai dari keterbatasan pasokan hingga ketidakseimbangan infrastruktur distribusi gas.
Harga Gas Masih Jauh dari Ideal
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Harga Gas Bumi, pemerintah telah menetapkan harga gas industri sebesar USD 6 per MMBTU untuk tujuh sektor industri tertentu. Namun, banyak pelaku usaha mengeluhkan bahwa realisasi harga di lapangan belum sepenuhnya mencerminkan ketentuan tersebut, terutama di kawasan industri yang berada jauh dari sumber gas atau belum terjangkau jaringan pipa gas.
Selain itu, beberapa pelaku industri juga mengaku masih dibebani oleh biaya tambahan dari distribusi dan layanan, yang menyebabkan harga gas bisa menyentuh angka di atas USD 8 hingga USD 10 per MMBTU di beberapa wilayah.
Kondisi inilah yang membuat kawasan industri menilai perlu adanya harga gas khusus yang lebih kompetitif untuk meningkatkan efisiensi produksi dan mendorong ekspansi bisnis.
Pemerintah Diminta Turun Tangan Langsung
HKI berharap pemerintah tidak hanya mengeluarkan kebijakan makro, tetapi juga terlibat secara langsung dalam pengawasan dan pelaksanaan teknis distribusi gas hingga ke kawasan industri. Mereka menilai perlu adanya pendekatan sektoral dan spasial yang lebih presisi untuk menjamin keadilan energi bagi seluruh kawasan industri, baik di Jawa maupun luar Jawa.
Selain itu, Ma’ruf menyatakan bahwa HKI siap memberikan masukan kebijakan agar ke depan industri nasional dapat tumbuh dengan dukungan energi yang efisien.
“Kami di HKI berkomitmen memberi masukan konkret kepada pemerintah agar kawasan industri bisa memperoleh energi murah dan kompetitif. Ini sangat penting demi menjaga daya saing industri kita di pasar global,” katanya.
Impor Gas Jadi Alternatif, Tapi Bukan Prioritas
Meski membuka opsi impor, HKI menegaskan bahwa solusi utama tetap terletak pada perbaikan sistem distribusi dan pengelolaan pasokan gas domestik. Impor hanya akan dipertimbangkan jika seluruh opsi pemenuhan pasokan dari dalam negeri tidak dapat menjamin ketersediaan gas dalam jumlah yang cukup dan harga yang terjangkau.
Dalam konteks global, banyak negara yang justru memberikan insentif lebih besar bagi kawasan industri untuk mendapatkan akses energi murah demi menarik investor. Jika Indonesia tidak segera mengambil langkah yang sama, maka ancaman relokasi industri ke negara lain bisa menjadi kenyataan.
Desakan pelaku industri terhadap pemerintah untuk menjamin pasokan gas murah dan kompetitif menunjukkan betapa krusialnya energi dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Kebijakan HGBT yang telah digulirkan perlu ditindaklanjuti secara serius dan menyeluruh, agar benar-benar memberikan dampak positif terhadap produktivitas industri.
Jika masalah ini tak segera diatasi, kawasan industri akan terus menghadapi tantangan yang menghambat ekspansi usaha dan penyerapan tenaga kerja. Pemerintah diharapkan bisa memperkuat koordinasi lintas kementerian dan mempercepat implementasi kebijakan energi industri yang adil, berkelanjutan, dan berorientasi pada kemajuan ekonomi nasional.