Hukum Asuransi Syariah di Indonesia yang Penting Dipahami
- Selasa, 11 Maret 2025

Hukum asuransi syariah merupakan topik yang sering kali menjadi pertanyaan masyarakat Indonesia.
Meskipun demikian, produk asuransi syariah di Indonesia sudah memiliki landasan hukum yang kuat dan jelas.
Prinsip-prinsip syariah yang diterapkan dalam asuransi syariah juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi sebagai regulator untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan. Untuk lebih memahami dasar hukum asuransi syariah, simak penjelasan berikut ini!
Baca Juga
Apa Itu Asuransi Syariah?
Asuransi syariah adalah jenis asuransi yang pengelolaannya mengikuti prinsip-prinsip Islam, dimana dana yang terkumpul digunakan untuk saling membantu antar peserta.
Secara sederhana, asuransi syariah bertujuan untuk mendukung sesama melalui dana tabarru yang dihimpun berdasarkan akad sesuai dengan syariat Islam.
Perbedaan utama antara asuransi syariah dan konvensional terletak pada prinsip dasar yang digunakan.
Dalam asuransi syariah, prinsip yang diterapkan adalah tolong-menolong atau berbagi risiko, dimana jika salah satu peserta menghadapi risiko, biaya santunan akan diberikan dari dana tabarru yang terkumpul dari peserta lainnya.
Sebaliknya, dalam asuransi konvensional, prinsip yang digunakan adalah pengalihan risiko, dimana peserta mengalihkan risikonya kepada perusahaan asuransi, dan perusahaan tersebut akan memberikan santunan sebagai bentuk pertanggungan kepada peserta.
Dasar Hukum Asuransi Syariah di Indonesia
Hukum asuransi syariah di Indonesia semakin mendapatkan perhatian dari masyarakat. Namun, masih ada sebagian yang merasa ragu mengenai kehalalan produk asuransi ini.
Padahal, asuransi syariah di Indonesia sudah memiliki dasar hukum yang jelas, baik dari fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) maupun referensi dari Al-Qur'an dan hadis.
Pemerintah bersama dengan lembaga terkait, termasuk MUI, terus berupaya untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai produk asuransi syariah ini.
Lantas, bagaimana hukum terkait asuransi syariah menurut Islam? Dasar hukum yang mendasari kehalalan produk asuransi syariah antara lain sebagai berikut:
1. Menurut Al-Qur'an dan Hadis
Beberapa ayat yang sering dijadikan dasar hukum pada asuransi syariah antara lain:
- Surat Al-Maidah ayat 2 yang menekankan pentingnya bekerja sama dalam kebajikan dan ketakwaan.
- Surat Al-Hasyr ayat 18 yang mengingatkan umat Islam untuk mempersiapkan masa depan dengan penuh tanggung jawab.
- Surat An-Nisa ayat 9 yang menyoroti kewajiban untuk memastikan kesejahteraan generasi mendatang.
- Hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa siapa pun yang membantu meringankan beban saudaranya, maka Allah akan menolongnya di hari kiamat.
Berdasarkan ayat-ayat dan hadis ini, asuransi syariah diperbolehkan dalam Islam selama tidak mengandung unsur riba, gharar (ketidakjelasan), dan maisir (perjudian), serta dijalankan dengan prinsip tolong-menolong.
2. Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
MUI telah menetapkan fatwa yang menegaskan keabsahan asuransi syariah dengan syarat pengelolaannya sesuai dengan syariat Islam. Fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 menjadi pedoman utama yang menegaskan bahwa asuransi syariah diperbolehkan dengan prinsip-prinsip berikut:
a. Sebagai bentuk perlindungan
Asuransi syariah berfungsi sebagai upaya perlindungan terhadap berbagai risiko yang mungkin terjadi, baik terhadap jiwa maupun harta.
b. Mengandung unsur tolong-menolong
Dana yang terkumpul dalam asuransi syariah berasal dari peserta dan digunakan untuk membantu peserta lain yang mengalami musibah, sesuai dengan konsep tabarru’.
c. Berbagi risiko dan keuntungan
Dalam sistem syariah, risiko dan keuntungan dibagi secara adil di antara peserta, sehingga tidak ada satu pihak yang mengambil keuntungan sepihak seperti dalam sistem asuransi konvensional.
d. Bagian dari muamalah
Asuransi syariah termasuk dalam transaksi muamalah, yang dalam Islam diatur dengan prinsip keadilan dan kesepakatan. Oleh karena itu, aturan dan mekanismenya harus sesuai dengan syariat Islam.
e. Penyelesaian melalui musyawarah
Jika terjadi perselisihan dalam asuransi syariah, penyelesaiannya dilakukan dengan musyawarah atau melalui Badan Arbitrase Syariah jika tidak tercapai kesepakatan.
Selain fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001, terdapat beberapa fatwa lain yang menjadi landasan hukum pada asuransi syariah di Indonesia, di antaranya:
- Fatwa No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah.
- Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah.
- Fatwa No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’.
Selain berlandaskan Al-Qur’an dan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), hukum pada asuransi syariah di Indonesia juga telah diatur dalam regulasi pemerintah, salah satunya melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.010/2010.
Peraturan ini menetapkan prinsip dasar dalam penyelenggaraan usaha asuransi dan reasuransi berbasis syariah.
Aturan yang tertuang dalam PMK ini menegaskan bahwa asuransi syariah merupakan bentuk perlindungan yang mengedepankan asas tolong-menolong (ta’awuni) dan perlindungan bersama (takafuli). Dalam Pasal 1 peraturan tersebut dijelaskan beberapa poin penting:
- Pasal 1 Ayat 1: Asuransi syariah merupakan bentuk kerja sama untuk saling membantu dan melindungi antar peserta melalui dana tabarru’ yang dikelola sesuai prinsip syariah guna menghadapi berbagai risiko.
- Pasal 1 Ayat 2: Perusahaan asuransi syariah adalah entitas yang menjalankan usaha asuransi atau reasuransi berdasarkan prinsip syariah, baik secara penuh maupun sebagian.
- Pasal 1 Ayat 3: Nasabah dalam asuransi syariah mencakup individu, badan usaha, maupun perusahaan asuransi yang menggunakan layanan reasuransi berbasis syariah.
Dengan adanya regulasi ini, penyelenggaraan asuransi syariah di Indonesia semakin memiliki kepastian hukum.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah turut berperan dalam memastikan bahwa sistem asuransi syariah berjalan sesuai dengan prinsip Islam dan tetap dalam koridor hukum nasional.
Jenis Perjanjian dalam Asuransi Syariah
Dalam asuransi syariah, terdapat akad yang menjadi landasan kesepakatan antara peserta dan perusahaan asuransi.
Berbeda dengan asuransi konvensional yang berorientasi pada bisnis, akad dalam asuransi syariah bertujuan untuk membangun sistem tolong-menolong antar peserta. Ada dua jenis akad utama yang digunakan dalam asuransi syariah, yaitu:
1. Akad Tijarah
Akad ini memiliki tujuan komersial, di mana dana yang dikumpulkan dari peserta dikelola untuk memperoleh manfaat ekonomi bagi semua pihak yang terlibat. Akad tijarah terbagi menjadi dua bentuk utama:
- Mudharabah: Merupakan sistem pengelolaan dana investasi oleh perusahaan asuransi (mudharib) yang bersumber dari kontribusi peserta. Keuntungan yang diperoleh nantinya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan.
- Wakalah bil ujrah: Dalam akad ini, peserta memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana mereka, dengan imbalan berupa fee (ujrah) atas jasa pengelolaan tersebut.
2. Akad Tabarru’
Akad ini bersifat sosial, di mana dana yang terkumpul tidak semata-mata untuk kepentingan komersial, melainkan digunakan sebagai bentuk tolong-menolong antar peserta.
Dana tabarru’ berfungsi sebagai dana hibah yang dikelola oleh perusahaan asuransi untuk membayar klaim kepada peserta yang mengalami musibah atau kerugian.
Dengan adanya dua jenis akad ini, asuransi syariah berusaha menciptakan sistem perlindungan finansial yang tidak hanya adil, tetapi juga sesuai dengan prinsip syariah yang mengedepankan kebersamaan dan keadilan.
Konsep Dasar Asuransi Syariah
Berdasarkan landasan hukum yang telah dibahas sebelumnya, asuransi syariah dapat dikategorikan sebagai produk yang halal bagi umat Muslim.
Hal ini karena asuransi syariah tidak mengandung unsur-unsur yang dilarang dalam Islam, seperti gharar (ketidakpastian), masyir (judi), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), serta keterlibatan dalam barang haram dan maksiat.
Kehalalan asuransi syariah ini didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1. Berpedoman pada Al-Qur’an
Sebagai produk yang sesuai dengan ajaran Islam, asuransi syariah harus memiliki dasar yang jelas dalam Al-Qur’an dan tidak bertentangan dengan syariat.
2. Menggunakan Akad Tabarru’
Selain berlandaskan Al-Qur’an, akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tabarru’, yang bertujuan untuk tolong-menolong, bukan sekadar transaksi jual beli.
Selain itu, akad tijarah dan wakalah bil ujrah juga dapat diterapkan dalam pengelolaannya.
3. Prinsip Pengelolaan Risiko
Asuransi syariah menerapkan konsep sharing of risk, di mana risiko ditanggung bersama antara perusahaan dan peserta.
Ini berbeda dengan asuransi konvensional yang menggunakan transfer of risk, di mana risiko dialihkan sepenuhnya kepada perusahaan asuransi.
4. Diawasi oleh Dewan Syariah Nasional
Seluruh kegiatan dalam asuransi syariah diawasi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berada di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Di dalam perusahaan asuransi syariah juga terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas memastikan kepatuhan terhadap prinsip syariah.
5. Pengelolaan Dana yang Transparan
Premi atau kontribusi yang dibayarkan oleh peserta dikelola dengan transparansi dan digunakan seoptimal mungkin untuk kepentingan peserta, bukan sekadar keuntungan perusahaan.
6. Investasi Sesuai Syariah
Dana yang dikelola dalam asuransi syariah tidak diinvestasikan dalam sektor-sektor yang bertentangan dengan prinsip Islam.
Investasi dalam bisnis yang mengandung unsur perjudian, spekulasi tanpa barang atau jasa nyata, serta praktik penipuan tidak diperbolehkan.
Jenis-jenis Asuransi Syariah
Asuransi syariah menawarkan beragam pilihan produk yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan perlindungan finansial setiap individu. Berikut beberapa jenis asuransi syariah yang umum tersedia:
1. Asuransi Jiwa Syariah
Asuransi ini memberikan manfaat perlindungan bagi keluarga apabila peserta meninggal dunia. Selain itu, ada juga polis yang menawarkan manfaat investasi berbasis syariah melalui sistem unit link, yang dikelola sesuai dengan ketentuan syariah.
2. Asuransi Kesehatan Syariah
Jenis asuransi ini membantu menanggung biaya pengobatan dan perawatan medis, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap, sesuai dengan ketentuan syariah.
Perlindungan juga dapat mencakup penyakit kritis dan manfaat lain yang sesuai dengan akad yang disepakati.
3. Asuransi Kendaraan Syariah
Produk ini memberikan perlindungan terhadap kendaraan dari risiko seperti kecelakaan, pencurian, atau bencana alam.
Pengelolaannya berbasis sistem tolong-menolong (ta’awuni), di mana dana kontribusi peserta digunakan untuk membantu mereka yang mengalami musibah, dengan tetap mengikuti prinsip asuransi syariah.
Sebagai penutup, dengan memahami hukum asuransi syariah, kita dapat memilih perlindungan finansial yang sesuai dengan prinsip Islam.

Muhammad Anan Ardiyan
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Gen Z Melek Finansial, Pandai Kelola Uang
- 05 September 2025
2.
Kopdes Kini Bisa Ajukan Pinjaman Bank BUMN
- 05 September 2025
3.
Investor Pasar Modal Indonesia Capai Rekor Baru
- 05 September 2025
4.
Investasi Aman untuk Kondisi Ekonomi Bergejolak
- 05 September 2025
5.
Asuransi Kesehatan Terbaik untuk Generasi Muda
- 05 September 2025